Isi Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Ma’Arij Ayat 19-25 Perihal Keluh Kesah Dan Kikir

Teks Bacaan dan Arti Al-Qur'an Surat al-Ma’arij Ayat 19-25.

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا . إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا . وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا . إِلَّا الْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ . وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ . لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

19. "Sesungguhnya insan diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." 20. "apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah," 21. "dan apabila ia menerima kebaikan ia Amat kikir," 22. "kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat," 23. "yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya," 24. "dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bab tertentu," 25. "bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak memiliki apa-apa (yang tidak mau meminta)."

Memaknai Mufradat Penting QS. al-Ma’arij Ayat 19-25.

1.الْإِنْسَانَ / al-Insan, manusia, terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Menurut Quraish Shihab, kata insaan dipakai Al Qur’an untuk menunjuk kepada insan dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh Binti asy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa insan hingga pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, mendapatkan beban takliif dan amanat kekuasaan. Jalaluddin Rahmat Insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau pemikul amanah, Insan dihubungkan dengan predisposisi negatif diri manusia, Insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.

2. Kata هَلُوعًا /halu’a, gelisah, terambil dari kata hala’ yang berarti cepat gelisah atau impian meluap-luap semacam rakus.

3. Kata الشَّرُّ  /syarr, keburukan,kesusahan sanggup dipahami sebagai bentuk persepsi insan terhadap apa yang tidak menguntungkan bagi diri. Persepsi tersebut sanggup jadi alasannya yaitu keengganan insan mendapatkan ujian dan cobaan dari Allah Swt yang bila diterima dan dilaksanakan dengan sabar akan berbuah baik bagi diri manusia.

4. Kata مَنُوعًا /manu’a, amat kikir, sanggup dipahami sebagai keengganan untuk memberi manfaat kepada sesama alasannya yaitu takut apa yang ada pada dirinya hilang atau habis.

5. Sholah, sholat, pada awalnya berarti do’a. Ini mengandung makna bahwa yang melakukannya benar-benar menyadari kebutuhannya kepada Allah Swt, menyadari betapa ia harus menyandarkan diri kepada-Nya, dan menyadari pula bahwa hanya Allah Swt semata yang sanggup memenuhi seluruh kebutuhannya. Dalam pengertian Fiqh shalat yaitu ibadah kepada Allah Swt dan pengagungan-Nya dengan bacaan-bacaan dan tindakan-tindakan tertentu yang dibuka dengan takbir (Allahu Akbar) dan ditutup dengan taslim (Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh), dengan runtutan dan tertib tertentu yang diterapkan oleh agama Islam. Maka kata ,shoaltihim/ sholat mereka, menunjuk pada perbuatan orang-orang yang melaksanakan shalat yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan berkesinambungan.

6. دَائِمُونَ /daimun, berkesinambungan, sanggup di pahami yakni melaksanakan dengan sungguh-sungguh lagi mantap secara teratur masing-masing pada waktu dan tidak meninggalkanya.

7. حَقٌّ مَعْلُومٌ /haqqum ma’lum, hak tertentu, diantara makna yang terkandung dari kata tersebut yaitu hak tertentu dalam harta sanggup berarti zakat yang telah ditentukan nisab dan kadarnya. Atau sanggup berarti kewajiban terhadap harta yang ditentukan sendiri oleh pemiliknya, secara sukarela dengan jumlah tertentu yang diberikan kepada fakir miskin.

8.  مَحْرُومِ /mahrum, mereka yang membutuhkan, sanggup dipahami sebagai perilaku terpuji yakni berusaha mencari siapa yang butuh kemudian memberinya tanpa diminta lebih dulu.

Isi Kandungan Al-Qur'an Surat al-Ma’arij Ayat 19-25.

Al-Qur`an mengisyaratkan bahwa insan berpotensi faktual dan negatif. Pada hakikatnya potensi faktual insan lebih besar lengan berkuasa daripada potensi negatifnya. Hanya saja daya tarik keburukan lebih besar lengan berkuasa dibanding daya tarik kebaikan. Tetapi, bahu-membahu jenis manusiadiciptakan bersifat gelisah dan rakus. Ini tercermin pada sikapnya yang gampang berkeluh kesah bila ditimpa musibah, dan apabila ia menerima kebaikan menyerupai limpahan harta ia amat kikir.

Dalam bahasa Arab, sifat kikir sama dengan asy-syukha atau al bakhil. Menurut Abdullah bin Amr RA, asy-syukha (kikir) lebih parah daripada al bakhil (pelit). Asy-syukha yaitu selain kikir atas hartanya, juga kikir atas harta yang dimiliki orang lain, yaitu ia tidak mau orang lain menikmati harta itu dan ia mau itu diberikan kepadanya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana isi kandungan Al-Qur'an Surat al-Ma’aarij ayat 19-25 wacana keluh kesah dan kikir. Sumber buku Tafsir-Ilmu Tafsir Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel