Makna Isra’ Mi’Raj Terhadap Keimanan Insan Dan Pendekatan Rasional Perihal Isra’ Mi’Raj
Friday, April 24, 2020
Edit
A. Makna Isra’ Mi’raj Terhadap Keimanan Manusia.
Pendekatan yang paling sempurna untuk memahaminya yakni pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, menyerupai tergambar dalam ucapannya: “Apabila Muhammad yang memberitakannya, niscaya benarlah adanya.” Oleh lantaran itu, uraian ini berusaha untuk memahami insiden tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya menurut bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh al-Qur’an.
Sebelum al-Qur’an mengakhiri pengantarnya perihal insiden ini, dan sebelum diungkapnya insiden ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula perilaku yang harus diambilnya. Allah Swt berfirman:
127. Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan proteksi Allah.Janganlah kau bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kau bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. 128. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS. An Nahl : 127-128).
Ditemukan petunjuk untuk melakukan shalat lima waktu QS. al-Isra’ 78. Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari insiden Isra’ dan Mi’raj ini, lantaran shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan insan seutuhnya, kebutuhan kecerdikan pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang dibutuhkan oleh insan seutuhnya.
Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di QS. al-Isra’ ini juga, yakni yang berkenaan dengan bunyi ketika dilaksanakan shalat:
"Katakanlah: (Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kau seru, Dia memiliki al-asmaaul husna (nama-nama yangterbaik) dan janganlah kau mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu)." (QS. al-Isra : 110).
B. Pendekatan Rasional Tentang Isra’ Mi’raj.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, sanggup saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini sanggup terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad Saw. tidak menjadikan gesekangesekan panas yang merusak badan dia sendiri? Bagaimana mungkin dia sanggup melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini mustahil terjadi, lantaran ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak sanggup dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak sanggup dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak insiden ini.
2. Proses Terjadinya Isra’ Mi’raj dan Tanggapan Masyarakat Tentang Isra’ Mi’raj
3. Rahasia Dibalik Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian al-Qur’an perihal insiden Isra’ Mi’raj ini, dalam QS. al-Isra’sendiri, berulang kali ditegaskan perihal keterbatasan pengetahuan insan serta perilaku yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut:
“Dia (Allah) membuat apa-apa (makhluk) yang kau tidak mengetahuinya.” (QS. An-Nahl : 8)
“Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kau tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 74)
“dan Dan tidaklah kau diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (QS. Al-Isra':85)
dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kau mengambil satu perilaku (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kau tidak memiliki pengetahuan perihal hal tersebut; lantaran bergotong-royong pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra':36).
Apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an perihal keterbatasan pengetahuan insan ini diakui oleh para ilmuwan pada era ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: “Fisika era ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap masalah kehidupan, bahkan hingga kepada sajak pun." Sedangkan fisika era ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut bahan sekalipun.”Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa “pengetahuan insan perihal alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia.”
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak hingga pada pemahaman secara ilmiah atas insiden Isra’ Mi’raj ini; kalau betul demikian adanya dan hingga dikala ini masih juga demikian, maka tentunya perjuangan atau tuntutan untuk membuktikannya secara “ilmiah” menjadi tidak ilmiah lagi.Ini tampak semakin terang kalau diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan yakni trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap daerah dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, insiden Isra’ Mi’raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak sanggup dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal makna Isra’ Mi’raj terhadap keimanan insan dan pendekatan rasional perihal Isra’ Mi’raj. Sumber buku Ilmu Kalam Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pendekatan yang paling sempurna untuk memahaminya yakni pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, menyerupai tergambar dalam ucapannya: “Apabila Muhammad yang memberitakannya, niscaya benarlah adanya.” Oleh lantaran itu, uraian ini berusaha untuk memahami insiden tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya menurut bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh al-Qur’an.
Sebelum al-Qur’an mengakhiri pengantarnya perihal insiden ini, dan sebelum diungkapnya insiden ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula perilaku yang harus diambilnya. Allah Swt berfirman:
وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ . إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
127. Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan proteksi Allah.Janganlah kau bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kau bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. 128. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS. An Nahl : 127-128).
Ditemukan petunjuk untuk melakukan shalat lima waktu QS. al-Isra’ 78. Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari insiden Isra’ dan Mi’raj ini, lantaran shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan insan seutuhnya, kebutuhan kecerdikan pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang dibutuhkan oleh insan seutuhnya.
Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di QS. al-Isra’ ini juga, yakni yang berkenaan dengan bunyi ketika dilaksanakan shalat:
قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
"Katakanlah: (Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kau seru, Dia memiliki al-asmaaul husna (nama-nama yangterbaik) dan janganlah kau mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu)." (QS. al-Isra : 110).
B. Pendekatan Rasional Tentang Isra’ Mi’raj.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, sanggup saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini sanggup terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad Saw. tidak menjadikan gesekangesekan panas yang merusak badan dia sendiri? Bagaimana mungkin dia sanggup melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini mustahil terjadi, lantaran ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak sanggup dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak sanggup dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak insiden ini.
Baca Juga :
1. Pengertian Isra’ Mi’raj dan Dalil yang Berkaitan dengan Peristiwa Isra’ Mi’raj2. Proses Terjadinya Isra’ Mi’raj dan Tanggapan Masyarakat Tentang Isra’ Mi’raj
3. Rahasia Dibalik Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dia (Allah) membuat apa-apa (makhluk) yang kau tidak mengetahuinya.” (QS. An-Nahl : 8)
إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kau tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 74)
وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“dan Dan tidaklah kau diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (QS. Al-Isra':85)
dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kau mengambil satu perilaku (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kau tidak memiliki pengetahuan perihal hal tersebut; lantaran bergotong-royong pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra':36).
Apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an perihal keterbatasan pengetahuan insan ini diakui oleh para ilmuwan pada era ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: “Fisika era ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap masalah kehidupan, bahkan hingga kepada sajak pun." Sedangkan fisika era ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut bahan sekalipun.”Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa “pengetahuan insan perihal alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia.”
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak hingga pada pemahaman secara ilmiah atas insiden Isra’ Mi’raj ini; kalau betul demikian adanya dan hingga dikala ini masih juga demikian, maka tentunya perjuangan atau tuntutan untuk membuktikannya secara “ilmiah” menjadi tidak ilmiah lagi.Ini tampak semakin terang kalau diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan yakni trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap daerah dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, insiden Isra’ Mi’raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak sanggup dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.