Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-Macam Manthuq Dan Mafhum
Tuesday, July 21, 2020
Edit
a. Manthuq.
1. Pengertian Manthuq.
Mantuq yaitu makna lahir yang tersurat (eksplisit) yang tidak mengandung kemungkinan pengertian ke makna yang lain.
2. Pembagian Manthuq.
a. Nash.
Nash ialah lafadh yang bentuknya sendiri telah terang maknanya.
Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196,
“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kau telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah : 196)
Penyifatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan “Sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (kiasan). Inilah yang dimaksud dengan nash.
b. Zahir.
Zahir ialah lafadh yang yang maknanya segera dipahami dikala diucapkan tetapi masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh).
Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 222,
“Dan janganlah kau mendekati mereka sebelum mereka bersuci ….” (QS. Al Baqarah : 222)
Berhenti dari haid dinamakan suci (tuhr), berwudhu dan mandi pun disebut “tuhr”. Namun penunjukan kata “tuhr” kepada makna kedua (mandi) lebih tepat, terang (zahir) sehingga itulah makna yang rajih (kuat), sedangkan penunjukan kepada makna yang pertama (berhenti haid) yaitu marjuh (lemah).
c. Muawwal.
Mu’awwal yaitu lafazh yang diartikan dengan makna marjuh lantaran ada sesuatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang lebih rajih. Mu’awwal berbeda dengan zahir; zahir diartikan dengan makna yang rajih lantaran tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh, sedangkan mu’awwal diartikan dengan makna marjuh lantaran ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-masing kedua makna ini ditunjukkan oleh lafazh berdasarkan suara ucapan yang tersurat.
d. Dalalah Istida'.
Dalalah istida’ yaitu kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat tapi terkadang bergantung pada sesuatu yang tidak disebutkan. Contohnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa ayat 23,
“ diharamkan atas kau (mengawini) ibu-ibumu” (QS. An Nisa : 23)
Ayat ini memerlukan adanya adanya kata-kata yang tidak disebutkan, yaitu kata “bersenggama”, sehingga maknanya yang tepat yaitu “diharamkan atas kau (bersenggama) dengan ibu-ibumu.”
e. Dalalah Isyaroh.
Dalalah Isyarah yaitu kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat berdasarkan instruksi lafadh. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 187,
“Dihalalkan bagi kau pada malam hari bulan berkat bercampur dengan istri-istri kamu; mereka yaitu pakaian bagimu dan kau pun yaitu pakaian bagi mereka. Allah mengetahui sebetulnya kau tidak sanggup menahan nafsumu, lantaran itu Allah mengampuni kau dan memberi maaf kepadamu. Maka kini campurilah mereka dan ikutiah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagi kau benang putih dari benang hitam, yaitu fajar… “ (QS. Al Baqarah : 187)
Ayat ini menunjukkan sahnya puasa bagi orang-orang yang di waktu pagi hari masih dalam keadaan junub, lantaran ayat ini membolehkan bercampur hingga dengan terbit fajar sehingga tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian memaksa kita, pagi dalam keadaan junub.
b. Mafhum.
1. Pengertian Mafhum.
Mafhum yaitu makna yang ditunjukkan oleh lafazdh tidak berdasarkan pada suara ucapan yang tersurat, melainkan berdasarkan pada pemahaman yang tersirat.
2. Pembagian Mafhum.
a. Mafhum muwafaqah (perbandingan sepadan) yaitu makna yang hukumnya sepadan dengan manthuq.
1. Fahwal Khitab.
Fahwal khitab yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih memungkinkan diambil hukumnya daripada mantuq. Misalnya pada Al-Qur'an Surat al Isra ayat 23,
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
“Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya (orang tua) perkataan ‘ah’ .” (QS. al Isra : 23)
Ayat ini mengharamkan perkataan “ah” yang tentunya akan menyakiti hati kedua orang tua, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain ibarat mencaci-maki, memukul lebih diharamkan lagi, walaupun tidak disebutkan dalam teks ayat.
2. Lahnul Khitab.
Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan aturan mantuq sama nilainya. Misalnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa' ayat 10,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya … “ (QS. An Nisa' : 10)
Ayat ini melarang memakan harta anak yatim maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain ibarat : membakar, menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.
b. Mafhum mukhalafah (perbandingan terbalik) yaitu makna yang hukumnya kebalikan dari manthuq.
1. Mafhum sifat.
Mafhum sifat yaitu sifat ma’nawi. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 6,
“Hai orang-orang yang beriman, bila tiba kepadamu orang fasik membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti … “ (QS. Al Hujurat : 6)
Ayat ini memerintahkan menyidik dengan meneliti informasi yang dibawa oleh orang fasik. Maka dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) bahwa informasi yang dibawa oleh orang yang tidak fasik tidak perlu diperiksa dan diteliti.
2. Mafhum syarat.
Mafhum syarat yaitu memperhatikan syaratnya. Contohnya ibarat pada Al-Qur'an Surat At Talaq ayat 6 :
“Dan bila mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin .” (QS. At Talaq : 6)
Dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) maka bila di talak dalam keadaan tidak hamil tidak perlu diberi nafkah.
3. Mafhum ghayah.
Mafhum ghayah.Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 230,
“Kemudian bila suami mentalaknya (sesudah talak kedua), maka wanita itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain … “ (QS. Al Baqarah : 230)
Dengan pemahaman terbalik bila mantan istri sudah ditalak tiga kali kemudian menikah lagi dengan lelaki lain dan kemudian bercerai maka menjadi halal dinikahi lagi.
4. Mafhum hasr (pembatas, hanya).
Mafhum hasr (pembatasan).Misalnya pada Al-Qur'an Surat Al Fatihah ayat 5:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon dukungan … “ (QS Al Fatihah : 5)
Dengan pemahaman terbalik maka dilarang menyembah kepada selain Allah Swt dan dilarang memohon dukungan kepada selain Allah Swt.
1. Pengertian Manthuq.
Mantuq yaitu makna lahir yang tersurat (eksplisit) yang tidak mengandung kemungkinan pengertian ke makna yang lain.
2. Pembagian Manthuq.
a. Nash.
Nash ialah lafadh yang bentuknya sendiri telah terang maknanya.
Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196,
فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kau telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah : 196)
Penyifatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan “Sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (kiasan). Inilah yang dimaksud dengan nash.
b. Zahir.
Zahir ialah lafadh yang yang maknanya segera dipahami dikala diucapkan tetapi masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh).
Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 222,
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ
“Dan janganlah kau mendekati mereka sebelum mereka bersuci ….” (QS. Al Baqarah : 222)
Berhenti dari haid dinamakan suci (tuhr), berwudhu dan mandi pun disebut “tuhr”. Namun penunjukan kata “tuhr” kepada makna kedua (mandi) lebih tepat, terang (zahir) sehingga itulah makna yang rajih (kuat), sedangkan penunjukan kepada makna yang pertama (berhenti haid) yaitu marjuh (lemah).
c. Muawwal.
Mu’awwal yaitu lafazh yang diartikan dengan makna marjuh lantaran ada sesuatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang lebih rajih. Mu’awwal berbeda dengan zahir; zahir diartikan dengan makna yang rajih lantaran tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh, sedangkan mu’awwal diartikan dengan makna marjuh lantaran ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-masing kedua makna ini ditunjukkan oleh lafazh berdasarkan suara ucapan yang tersurat.
d. Dalalah Istida'.
Dalalah istida’ yaitu kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat tapi terkadang bergantung pada sesuatu yang tidak disebutkan. Contohnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa ayat 23,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
“ diharamkan atas kau (mengawini) ibu-ibumu” (QS. An Nisa : 23)
Ayat ini memerlukan adanya adanya kata-kata yang tidak disebutkan, yaitu kata “bersenggama”, sehingga maknanya yang tepat yaitu “diharamkan atas kau (bersenggama) dengan ibu-ibumu.”
e. Dalalah Isyaroh.
Dalalah Isyarah yaitu kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat berdasarkan instruksi lafadh. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 187,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dihalalkan bagi kau pada malam hari bulan berkat bercampur dengan istri-istri kamu; mereka yaitu pakaian bagimu dan kau pun yaitu pakaian bagi mereka. Allah mengetahui sebetulnya kau tidak sanggup menahan nafsumu, lantaran itu Allah mengampuni kau dan memberi maaf kepadamu. Maka kini campurilah mereka dan ikutiah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagi kau benang putih dari benang hitam, yaitu fajar… “ (QS. Al Baqarah : 187)
Ayat ini menunjukkan sahnya puasa bagi orang-orang yang di waktu pagi hari masih dalam keadaan junub, lantaran ayat ini membolehkan bercampur hingga dengan terbit fajar sehingga tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian memaksa kita, pagi dalam keadaan junub.
b. Mafhum.
1. Pengertian Mafhum.
Mafhum yaitu makna yang ditunjukkan oleh lafazdh tidak berdasarkan pada suara ucapan yang tersurat, melainkan berdasarkan pada pemahaman yang tersirat.
2. Pembagian Mafhum.
a. Mafhum muwafaqah (perbandingan sepadan) yaitu makna yang hukumnya sepadan dengan manthuq.
1. Fahwal Khitab.
Fahwal khitab yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih memungkinkan diambil hukumnya daripada mantuq. Misalnya pada Al-Qur'an Surat al Isra ayat 23,
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
“Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya (orang tua) perkataan ‘ah’ .” (QS. al Isra : 23)
Ayat ini mengharamkan perkataan “ah” yang tentunya akan menyakiti hati kedua orang tua, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain ibarat mencaci-maki, memukul lebih diharamkan lagi, walaupun tidak disebutkan dalam teks ayat.
2. Lahnul Khitab.
Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan aturan mantuq sama nilainya. Misalnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa' ayat 10,
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya … “ (QS. An Nisa' : 10)
Ayat ini melarang memakan harta anak yatim maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain ibarat : membakar, menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.
b. Mafhum mukhalafah (perbandingan terbalik) yaitu makna yang hukumnya kebalikan dari manthuq.
1. Mafhum sifat.
Mafhum sifat yaitu sifat ma’nawi. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 6,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, bila tiba kepadamu orang fasik membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti … “ (QS. Al Hujurat : 6)
Ayat ini memerintahkan menyidik dengan meneliti informasi yang dibawa oleh orang fasik. Maka dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) bahwa informasi yang dibawa oleh orang yang tidak fasik tidak perlu diperiksa dan diteliti.
2. Mafhum syarat.
Mafhum syarat yaitu memperhatikan syaratnya. Contohnya ibarat pada Al-Qur'an Surat At Talaq ayat 6 :
وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan bila mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin .” (QS. At Talaq : 6)
Dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) maka bila di talak dalam keadaan tidak hamil tidak perlu diberi nafkah.
3. Mafhum ghayah.
Mafhum ghayah.Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 230,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Kemudian bila suami mentalaknya (sesudah talak kedua), maka wanita itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain … “ (QS. Al Baqarah : 230)
Dengan pemahaman terbalik bila mantan istri sudah ditalak tiga kali kemudian menikah lagi dengan lelaki lain dan kemudian bercerai maka menjadi halal dinikahi lagi.
4. Mafhum hasr (pembatas, hanya).
Mafhum hasr (pembatasan).Misalnya pada Al-Qur'an Surat Al Fatihah ayat 5:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon dukungan … “ (QS Al Fatihah : 5)
Dengan pemahaman terbalik maka dilarang menyembah kepada selain Allah Swt dan dilarang memohon dukungan kepada selain Allah Swt.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pengertian manthuq, mafhum, macam-macam manthuq dan mafhum. Sumber Buku Fiqih Ushul Fiqih Kelas XII MA. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.