Pengertian Tasawuf Sunni Dan Tokoh-Tokoh Tasawuf Sunni

Pengertian Tasawuf Sunni.
Tasawuf sunni yaitu aliran tasawuf yang ajarannya berusaha memadukan aspek syari’ah dan hakikat namun diberi interpertasi dan metode gres yang belum dikenal pada masa shalat aṣ-ṣāliḥin dan lebih mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta bagaimana cara menjauhkan diri dari semua hal yang sanggup menggangu kekhusyu’an jalannya ibadah yang mereka lakukan. Aliran tasawuf ini mempunyai ciri yang paling utama yaitu kekuatan dan kekhusyukannya beribadah kepada Allah, ẓikrullah serta konsekuen dalam perilaku walaupun mereka diserang dengan segala godaan kehidupan duniawi.

Corak tasawuf ini muncul dikarenakan ketegangan-ketegangan dikalangan sufi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yaitu para sufi dan ulama baik para fuqaha maupun mutakallimin. Hal itu menyebabkan gambaran tasawuf menjadi buruk dimata umat, maka sebagian tokoh sufi melaksanakan usaha-usaha untuk mengembalikan gambaran tasawuf. Usaha ini memperoleh kesempurnaan ditangan imam al-Ghazali, yang kemudian melahirkan Tasawuf Sunni. Ada pendapat yang menyampaikan bahwa asketisme (zuhud) itu yaitu cikal bakal timbulnya tasawuf. Sedangkan asketisme itu sendiri sumbernya yaitu pemikiran Islam, baik yang bersumber dari al-Qur’an, sunnah maupun kehidupan sobat Nabi.

Tokoh-tokoh Tasawuf Suni.
1. Hasan al-Basri.
Hasan al-Basri yaitu seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zahid. Nama lengkapnya yaitu Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Ḥasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura.

Setahun sehabis perang Shiffin beliau pindah ke Bashrah dan menetap di sana hingga ia meninggal tahun 110 H.

Setelah menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian dikarenakan keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu.

Garakan itulah yang menyebabkan Hasan Basri menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di Bashrah. Ajaran Pokok Hasan al-Baṣri yaitu zuhd, khauf dan raja’. Dasar pendiriannya yang paling utama yaitu zuhd terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.

2. Rabi’ah al-Adawiyah.
Nama lengkapnya yaitu Rabiah al-adawiyah binti ismail al-Adawiyah al-Baṣariyah, juga digelari Umm al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut Rabi’ah alasannya yaitu ia puteri ke empat dari belum dewasa Ismail. Diceritakan, bahwa semenjak masa kanak-kanaknya beliau telah hafal al-Quran dan sangat berpengaruh beribadah serta hidup sederhana.Ajaran pokok yang terpenting dari sufi perempuan ini yaitu al-mahabbah.

Menurut berdasarkan banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.

Hal ini ada kaitannya dengan kodratnya sebagai perempuan yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan yaitu puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini sanggup diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:

Kasihku, hanya Engkau yang kucinta, 
Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu, 
Walau mata jasadku tak bisa melihat Engkau, 
Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.

Menurut Rabi’ah, cinta kepada Allah yaitu satu-satunya cinta sehingga ia tidak bersedia mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk menyayangi selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai wacana cintanya kepada Rasulullah saw, ia menjawab: “Sebenarnya saya sangat menyayangi Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk menyayangi siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi melalui syair berikut ini: “Daku karam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”. Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.

3. Zun Nun Al-Misri.
Nama lengkapnya yaitu Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun alMishri al-Akhimini Qibṭy. Ia dilahirkan di Akhmin tempat Mesir. Sedikit sekali yang sanggup diketahui wacana silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya alasannya yaitu masih banyak orang yang belum mengungkapkan problem ini.

Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai seorang sufi yang terkenal dan terkemuka diantara sufi-sufi lainnya pada masa 3 Hijriah.

Sebagai spesialis tasawuf, Dzu al-Nun memandang bahwa ulamaulama Hadits dan Fikih memperlihatkan ilmunya kepada masyarakat sebagai salah satu hal yang menarik keduniaan disamping sebagai obor bagi agama. Pandangan hidupnya yang cukup sensitif barangkali yang menyebabkan banyak yang menentangnya. Tidak hingga di situ, bahkan para Fuqaha mengadukannya kepada ulama Mesir yang menuduhnya sebagai orang yang zindiq, hingga pada balasannya beliau hingga tetapkan untuk sementara waktu pergi dari negerinya dan berkelana ke negeri lain.

Jasa-jasa Zun Nun yang paling besar yaitu sebagai peletak dasar wacana jenjang perjalanan sufi menuju Allah, yang disebut al-maqomat. Ajarannya memberi petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan pandangan sufi.

Disamping itu, beliau juga pencetus doktrin al-ma'rifah. Dalam hal ini ia membedakan antara pengetahuan dengan keyakinan. Menurutnya, pengetahuan merupakan hasil pengamatan inderawi, yaitu apa yang ia sanggup diterima melalui panca indera. Sedangkan keyakinan yaitu hasil dari apa yang dipikirkan dan / atau diperoleh melalui intuisi.

Dia membagi tiga kualitas pengetahuan, yaitu:

1). Pengetahuan orang yang beriman wacana Allah pada umumnya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui akreditasi atau syahadat.

2). Pengetahuan wacana keesaan Tuhan melalui bukti-bukti dan pendemonstrasian ilmiah dan hal ini merupakan milik orang-orangyang bijak, pandai dan terpelajar.

3). Pengetahuan wacana sifat-sifat Yang Maha Esa, dan ini merupakan milik orang-orang yang sholeh (wali Allah) yang sanggup mengenal wajah Allah dengan mata hatinya.

4. Imam Al-Ghazali.
Menurut Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, ada dua corak tasawuf yang berkembang di kalangan sufi, yaitu pertama, corak tasawuf sunni, di mana para pengikutnya memagari tasawuf mereka dengan al-Quran dan asSunnahserta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya.

Kedua, corak tasawuf semi-filosofis, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan wacana terhadinya penyatuan ataupun hulul.

Di tangan al-Ghazali lah tasawuf sunni mencapai kematangannya. Abdul Qadir Mahmud beropini bahwa para pemimpin sunni pertama telah memperlihatkan ketegaran mereka menghadapi gelombang dampak gnostik barat dan timur, dengan berpegang teguh pada spirit Islam, yang tidak mengingkari sufisme yang tumbuh dari tuntunan Alquran, yang membawa syariat, juga yang menyuguhkan masalah-masalah metafisika.

Mereka bisa merumuskan sufisme yang islami dan bisa bertahan terhadap pelbagai fitnah yang merongrong akidah Islam di kalangan sufisme. Sufisme sunni balasannya beruntung mendapat seorang tokoh pembenteng dan pengawal bagi spirit metode Islami yaitu al-Ghazali, yang menempatkan syariat dan hakikat secara seimbang. Di tangan al-Ghazali tasawuf menjadi halal bagi kaum syariat, sehabis kaum ulama memandangnya sebagai hal yang menyeleweng dari Islam.

Konsepsi al-Ghazali yang mengkompromikan antara pengalaman sufisme dengan syariat telah dijelaskan di dalam kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya besar ini terdiri dari 4 jilid.

Jilid pertama dan kedua berisi pemikiran syariat dan akidah disertai dasar-dasar ayat-ayat suci Alquran serta hadis dan penafsirannya. Dibahas pula bagaimana tingkat-tingkat pengamalan syariat yang tepat lahir batin.Pada jilid ketiga dan keempat, khusus membahas tasawuf dan tuntunan budi luhur bagi kesempurnaan sebuah pengamalan syariat.

Kemudian dilanjutkan pemikiran jihad akbar untuk memerangi dan menguasai nafsu amarah dan lawwāmah, yakni pemikiran wacana penyucian hati yang dalam pemikiran tasawuf diartikan tetapkan setiap persangkutan dengan dunia, dan mengisi dengan sepenuh hati hanya bagi Tuhan semata. Kemudian dilanjutkan wacana cara mengkonsentrasikan seluruh kesadaran untuk berzikir kepada Allah. Hasil dari zikir yaitu fana dan ma’rifat kepada Allah.

5. Abu Yazid al-Bustami.
Abu Yazid al-Bustami lahir di Bustam, bab timur bahari Persia tahun: 188 H – 261 H/874 – 947 M. Nama lengkapnya yaitu Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Adam bin Surusyan. Semasa kecilnya ia dipanggil Thaifur, kakeknya berjulukan Surusyan yang menganut pemikiran Zoroaster yang telah memelukIslam dan ayahnya salah seorang tokoh masyarakat di Bustam.

Sewaktu menginjak usia remaja, Abu Yazid terkenal sebagai murid yang arif dan seorang anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya, suatu kali gurunya menerangkan suatu ayat dari surat Luqman yang berbunyi : “Berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu” ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian berhenti berguru dan pulang untuk menemuia Ibunya, sikapnya ini menggambarkan bahwa ia selalu berusaha memenuhi setiap panggilan Allah.

Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memakan waktu puluhan tahun, sebelum mengambarkan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih dari madzhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal yaitu Abu Ali as-Sindi, ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja pemikiran sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam bentuk buku.

Dalam perjalanan kehidupan Zuhud, selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali.

Abu Yazid yaitu orang yang pertama yang mempopulerkan sebutan alFana dan al-Baqa` dalam tasawuf. Ia yaitu syaikh yang paling tinggi maqam dan kemuliannya, ia sangat istimewa di kalangan kaum sufi. Ia diakui salah satu sufi terbesar. Karena ia menggabungkan penolakan kesenangan dunia yang ketat dan kepatuhan pada iter agama dengan gaya intelektual yang luar biasa.

Abu Yazid pernah berkata: “Kalau kau lihat seseorang sanggup melaksanakan pekerjaan keramat yang besar-besar, walaupun ia sanggup terbang ke udara, maka janganlah kau tertipu sebelum kau lihat bagaimana ia mengikuti suruhan dan menghentikan dan menjaga batas-batas syari`at."

Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid yaitu Fana` dan Baqa`. Secara harfiah fana` berarti meninggal dan musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan dengan proposisi: fana`an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak menyadari sesuatu. Sedangkan dari segi bahasa kata fana` berasal dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafna yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaaan moral yang luhur.

6. Al-Hallaj.
1. Sejarah Al-Hallaj.
Al-Hallaj ini mempunyai nama lengkap Husein bin Mansur al-Hallaj. Lahir pada tahun 244 H atau 858 M di salah satu kota kecil Persia, yakni kota Baidha. Masa kecilnya ia habiskan di kota Wasiṭ bersahabat dengan Bagdadsampai usia 16 tahun. Diusia 16 ini ia mulai meninggalkan kota Wasith untuk menuntut ilmu kepada seorang Sufi besar dan terkenal, yakni Sahl bin Abdullah al-Tustur di negri Ahwaz.

Dalam perjalanan hidupnya yang dihiasi buah hasil pemikiranpemikirannya di bidang tasawuf, ia sering keluar masuk penjaran jawaban konflik dengan ulama fikih, konflik tersebut dipicu oleh pikiran-pikiran alHallaj yang dianggap ganjil. Ulama fikih yang sangat besar pengaruhnya alasannya yaitu fatwanya untuk memberantas dan membantah ajaran-ajaran alHallaj. sehingga ia ditangkap dan dipenjara yaitu Ibn Daud al-Isfahani. Tetapi setelah satu tahun dalam pejara, ia sanggup meloloskan diri atas dukungan seorang sipir penjara.

2. Ajaran al-Hallaj.
Pokok dari pemikiran al-ḥulul yaitu pertama, diri insan tidak hancur, kedua ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.

Helbert W. Mason beropini al-hulul yaitu penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Akan tetapi, dalam kesimpulannya, konsep hulul al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sebanarnya. Menurutt Nashiruddin at-Thusiy, al-hulul yaitu paham yang menyampaikan bahwa Tuhan menentukan badan insan tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam badan itu dilenyapkan.

Sesungguhnya Allah SWT, menentukan jasad-jasad (tertentu) dan menempatkannya dengan makna ketuhanan setelah menghilangkan sifat sifat kemanusiaan. Menurut filsafat al-Hallaj, Allah SWT., mempunyai dua alam atau sifat dasar, yaitu al-lahut (ketuhanan) dan an-nasut (kemanusiaan). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat kemanusiaan, ia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.

Selanjutnya, dalam menguraikan kesatuan al-lahut dan an-nasut atau antara roh ilahiyah dan roh insaniyah, al-Hallaj menggunakan istilah alhulul dalam pengertian Islam.

7. Muhy al-Din Ibn `Araby.

1. Riwayat Hidup.

Ibn ‘Arabi, nama lengkapnya yaitu Muhyi al-din Abu ‘Abd Allah Muhammad bin ‘Ali Bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Abd Allah al-Hatmi at-Ta’i. Ia yaitu seorang pemikir sufi yang sangat terkenal dalam dunia Islam. Ia juga merupakan seorang pemikir yang selalu menampilkan gagasan keagamaan yang tidak lazim, selama hidupnya tak jarang Ibn ‘Arabi mendapat kecaman dan perlawanan dari aneka macam kalangan, terutama kelompok andal fikih yang terkenal literalis dan formalis, di antaranya yaitu Ibn Taymiyyah dan Ibn al-Qayyim al-Jawzi.

Ia dilahirkan di Murcia Andalusia, Spanyol bab tenggara, 17 bulan rahmat 560 H / 28 Juli 1165 M, pada masa pemerintahan Muhammad ibn Sa’id ibn Mardanisy.

Ada pula yang menyampaikan lahir pada tanggal 28 Rabi’ul Awwal 638 / 16 November 1240 M. Menurut Afifi, Ibn ‘Arabi berasal dari keluarga keturunan Arab yang saleh, dimana sang ayah dan ketiga pamannya dari jalur sang ibu yaitu tokoh sufi yang terkenal, dan ia sendiri digelari Muhy ad-Din (penghidup agama)dan al-Syaikh al-Akbar (Doktor Maximus), alasannya yaitu gagasan-gagasannya yang besar terutama dalam mistik. Belum ada seorang tokoh muslim yang mencapai posisi sebagaimana kedudukannya. Ibn ‘Arabi wafat di Damaskus dan di makamkan disana, pada tanggal 22 Rabi al-Tsani 638 H/Nopember 1240 M, dalam usia 78 tahun.

2. Ajaran Ibnu Arabi.
Ajaran sentral Ibn Arabi yaitu wacana wahdat al-wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat Al-wujud yang digunakan untuk menyebut pemikiran sentralnya itu tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari Ibnu Taimiah, tokoh yang paling keras dan mengecam dan mengkritik pemikiran sentralnya tersebut.

Adapun berdasarkan Ibn Arabi, wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk yaitu wujud khaliq pula. Tidak ada perbedan antara keduanya (khalik dan makhluk) dari segi hakikatnya. Menurutnya, wujud alam pada hakikatnya yaitu wujud Allah, dan Allah yaitu hakikat alam. Perbedaannya hanya pada bentuk dan ragam dari hakikat yang satu.

Dari konsep wahdat al-wujud Ibn Arabi ini, muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan dan cabang dari konsep wahdat Al-wujud tersebut, yaitu konsep al-hakikat al-Muhammadiyyah dan konsep wahdat Al-Adyan (kesamaan agama).Menurut Ibn Arabi Tuhan yaitu pencipta alam semesta. Adapun prosesnya yaitu sebagai berikut :

1. Tajalli Dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah.
2. Tanazul zat Tuhan dari alam ma’ani ke alam ta’ayyunat (realitasrealitas rohaniah), yaitu alam arwah yang mujarrad.
3. Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir.
4. Tanazul Tuhan dalam bentuk inspirasi bahan yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal.Alam materi, yaitu alam inderawi.

Selain itu, Ibn Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran Hakikat Muhamadiyyah atau Nur Muhammad. Menurutnya, tahapan-tahapan tragedi proses penciptaan alam dan hubungan dengan kedua pemikiran itu sanggup dijelaskan sebagai berikut :Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu zat yang sanggup bangun diatas kaki sendiri dan tidak berhajat pada apapun.

Wujud al-haqiqahal-Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan kemudian muncullah wujud dengan proses tahapan-tahapannya sebagaimana dikemukakan di atas.Dengan demikian, Ibn Arabi menolak pemikiran yang menyampaikan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada (cretio ex nihilio).

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana pengertian tasawuf sunni dan tokoh-tokoh tasawuf sunni. Sumber Buku Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel