Point-Point Penting Undang-Undang Ri Nomor 23 Tahun 2011 Perihal Pengelolaan Zakat
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Dengan terbitnya UU RI Nomor 23 Tahun 2011 ini, tentu ada poin-poin penting yang membuatnya berbeda dari undang-undang sebelumnya yang bernomor 38 Tahun 1999 perihal Pengelolaan Zakat. Berikut ini poin penting perubahan yang ada.
1. Tujuan yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan
Penting dicermati bahwa UU RI No. 23 Tahun 2011 lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan. Hal itu terlihat dari Pasal 3 perihal Pengelolaan zakat bertujuan: a) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Adapun tujuan UU RI No. 38 Tahun 1999 Pasal 5 perihal Pengelolaan Zakat adalah:
a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
Kalimat “penanggulangan kemiskinan” hanya ada pada UU RI Tahun 2011 dan tidak ada pada UU RI Tahun 1999. Walaupun pada UU usang dan gres sama-sama mencantumkan kalimat “mewujudkan kesejahteraan sosial”. Penanggulangan kemiskinan ini sangat membuka peluang kreativitas pengelolaan dan pemanfaatan dana zakat.
2. Manajemen yang Lebih Tertata
Dalam UU RI Tahun 2011 terdapat pendetailan sistem kerja. Misalnya, pada Bagian Kedua Bab Keanggotaan Pasal 8, 9, 10, dan 11 terdapat ungkapan perihal rekrutmen anggota BAZNAS secara profesional demi mencari para pengelola yang kompeten. Selain itu, pada Bagian Keempat Bab Lembaga Amil Zakat (LAZ) Pasal 17 ada hukum bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat sanggup membentuk LAZ. Manajemen yang lebih tertata rapi semacam ini tidak terdapat sanggup UU RI Tahun 1999.
3. Pendayagunaan yang Lebih Produktif
Konsep pendayagunaan dana zakat yang lebih produktif terdapat pada undangundang baru. Undang-undang gres tahun 2011 Bagian Ketiga cuilan Pendayagunaan Pasal 27 berbunyi:
a. Zakat sanggup didayagunakan untuk perjuangan produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat;
b. Pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi;
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Coba bandingkan dengan undang-undang usang tahun 1999 Bab V Pendayagunaan Zakat Pasal 16 yang berbunyi:
a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama;
b. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat menurut skala prioritas kebutuhan mustahiq dan sanggup dimanfaatkan untuk perjuangan yang produktif;
c. Persyaratan dan mekanisme pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri
Dari sini kita sanggup melihat bahwa undang-undang tahun 2011 lebih produktif dan visioner dibanding undang-undang tahun 1999
4. Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengawasan Pengelolaan oleh Lembaga
Ini penting dipahami bahwa undang-undang gres tahun 2011 lebih memungkinkan masyarakat untuk pro aktif dalam mengontrol pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat. Hal itu dijamin dalam Bab VI Peran Serta Masyarakat Pasal 35 ayat 1 yang berbunyi, “Masyarakat sanggup berperan serta dalam pelatihan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ”. Dalam undang-undang usang tahun 1999, keterlibatan masyarakat untuk ikut kontrol tidak tersalurkan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal point-point penting undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 perihal pengelolaan zakat. Sumber Pendalaman Materi Fikih Modul 3 Penyusun: Muh. Shabir Umar, Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
1. Tujuan yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan
Penting dicermati bahwa UU RI No. 23 Tahun 2011 lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan. Hal itu terlihat dari Pasal 3 perihal Pengelolaan zakat bertujuan: a) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Adapun tujuan UU RI No. 38 Tahun 1999 Pasal 5 perihal Pengelolaan Zakat adalah:
a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
Kalimat “penanggulangan kemiskinan” hanya ada pada UU RI Tahun 2011 dan tidak ada pada UU RI Tahun 1999. Walaupun pada UU usang dan gres sama-sama mencantumkan kalimat “mewujudkan kesejahteraan sosial”. Penanggulangan kemiskinan ini sangat membuka peluang kreativitas pengelolaan dan pemanfaatan dana zakat.
2. Manajemen yang Lebih Tertata
Dalam UU RI Tahun 2011 terdapat pendetailan sistem kerja. Misalnya, pada Bagian Kedua Bab Keanggotaan Pasal 8, 9, 10, dan 11 terdapat ungkapan perihal rekrutmen anggota BAZNAS secara profesional demi mencari para pengelola yang kompeten. Selain itu, pada Bagian Keempat Bab Lembaga Amil Zakat (LAZ) Pasal 17 ada hukum bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat sanggup membentuk LAZ. Manajemen yang lebih tertata rapi semacam ini tidak terdapat sanggup UU RI Tahun 1999.
3. Pendayagunaan yang Lebih Produktif
Konsep pendayagunaan dana zakat yang lebih produktif terdapat pada undangundang baru. Undang-undang gres tahun 2011 Bagian Ketiga cuilan Pendayagunaan Pasal 27 berbunyi:
a. Zakat sanggup didayagunakan untuk perjuangan produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat;
b. Pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi;
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Coba bandingkan dengan undang-undang usang tahun 1999 Bab V Pendayagunaan Zakat Pasal 16 yang berbunyi:
a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama;
b. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat menurut skala prioritas kebutuhan mustahiq dan sanggup dimanfaatkan untuk perjuangan yang produktif;
c. Persyaratan dan mekanisme pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri
Dari sini kita sanggup melihat bahwa undang-undang tahun 2011 lebih produktif dan visioner dibanding undang-undang tahun 1999
4. Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengawasan Pengelolaan oleh Lembaga
Ini penting dipahami bahwa undang-undang gres tahun 2011 lebih memungkinkan masyarakat untuk pro aktif dalam mengontrol pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat. Hal itu dijamin dalam Bab VI Peran Serta Masyarakat Pasal 35 ayat 1 yang berbunyi, “Masyarakat sanggup berperan serta dalam pelatihan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ”. Dalam undang-undang usang tahun 1999, keterlibatan masyarakat untuk ikut kontrol tidak tersalurkan.