Syarat-Syarat Perawi Dalam Tahammul Wal Ada’ Hadis
Wednesday, April 15, 2020
Edit
1. Syarat-syarat Perawi dalam Tahammul Hadis
Tidak sanggup dipungkiri bias mendapatkan hadis atau menerimanya merupakan anugerah yang sangat besar. Disamping perlunya keikhlasan hati dan lurusnya niat untuk membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyeleweng, yang merupakan etika atau tatakrama seorang thalib al-hadis, dalam mendapatkan hadis harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama jago hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatu altahammul sehingga hadis yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan. Berikut syarat-syarat bagi perawi dalam tahammul hadis:
1) Penerima harus dlabit (memiliki hafalan yang berpengaruh atau mempunyai dokumen yang valid).
2) Berakal tepat serta sehat secara fisik dan mental
Syarat berilmu sehat sudah terang disyaratkan dalambertahammul hadis lantaran untuk mendapatkan hadis yang merupakan salah satu sumber aturan Islam sangat diperlukan. Oleh lantaran itu tidak sah riwayatnya seseorang yang mendapatkan hadis tersebut dikala dalam keadaan tidak sehat akalnya.
Selain sehat akal, dalam bertahammul juga harus dalam keadaan sehat fisiknya dan juga mentalnya semoga orang tersebut bisa memahami dengan baik riwayat hadis yang diterimanya.
3) Tamyiz
Syarat pertama perawi dalam tahammul al-hadis ialah tamyiz. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz ialah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang menyampaikan bahwa ukuran tamyiz ialah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik dan benar.
Seorang yang belum baligh boleh mendapatkan hadis asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan pada keadaan para sahabat, tabi’in, dan jago ilmu setelahnya yang mendapatkan hadis walaupun mereka belum baligh ibarat Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain.
Para ulama berbeda pendapat dalam memutuskan seseorang boleh bertahammul hadis dengan batasan usia. Qodli Iyad memutuskan batas usia boleh bertahammul ialah usia lima tahun, lantaran pada usia ini seorang anak bias menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadis nabi. Abu Abdullah az-Zubairi menyampaikan bahwa seorang anak boleh bertahammul jikalau telah berusia sepuluh tahun, alasannya pada usia ini logika mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn Ma’in memutuskan usia lima belas tahun.
2. Syarat Perawi dalam Ada’ al-Hadis
Syarat-syarat orang yang diterima dalam meriwayatkan hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatul ada’ berdasarkan ulama ahlul hadis adalah:
1) Islam
Pada waktu periwayatan suatu hadis seorang perawi harus muslim. Menurut ijma’, periwayatan hadis oleh orang kafir dianggap tidak sah. Karena terhadap riwayat orang muslim yang fasik saja dimauqufkan, apalagi hadis yang diriwayatkan oleh orang kafir. Walaupun dalam tahammul hadis orang kafir diperbolehkan, tapi dalam meriwayatkan hadisia harus sudah masuk Islam.
2) Baligh
Yang dimaksud baligh ialah perawi cukup usia dikala ia meriwayatkan hadis. Baik baligh lantaran sudahberusia lima belas tahun atau baligh lantaran sudah keluar mani. Batasan baligh ini bias diketahui dalam kitab-kitab fiqih.
3) Adalah (adil)
‘Adl merupakan suatu sifat yang menempel dalam jiwa seorang perawi, yang mendorong rawi untuk bertaqwa dan memelihara harga diri (muru’ah) sehingga menjauhi segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Sifat ‘adalahnya seorang rawi berarti sifat ‘adlnya di dalam riwayat. Dalam ilmu hadis sifat ‘adalah ini berarti orang Islam yang sudah mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menjadikan kefasikan dan jatuhnya harga diri.Jadi syarat yang ketiga ini sesungguhnya sudah meliputi dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh lantaran itu sifat ‘adalah ini mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal
4) Dlabit
Dlabit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadis harus mengingat hadis yang ia sampaikan tersebut. Saat ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya, ia harus hafal semenjak ia mendapatkan hadis itu hingga ia meriwayatkannya. Dabit oleh ulama jago hadis dibagi menjadi dua yaitu:
a) Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan memutuskan atau menghafal apa yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia bisa untuk memberikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki.
b) Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab catatan hadis yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh hingga ia meriwayatkan hadis sesuai dengan goresan pena yang terdapat dalam kitab tersebut.
Sedangkan untuk hadisnya sendiri itu haruslah Tsiqoh, maksudnya ialah hadis yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih berpengaruh atau dengan Qur’an.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana syarat-syarat perawi dalam tahammul wal ada’ Hadis. Sumber Modul 3 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak sanggup dipungkiri bias mendapatkan hadis atau menerimanya merupakan anugerah yang sangat besar. Disamping perlunya keikhlasan hati dan lurusnya niat untuk membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyeleweng, yang merupakan etika atau tatakrama seorang thalib al-hadis, dalam mendapatkan hadis harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama jago hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatu altahammul sehingga hadis yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan. Berikut syarat-syarat bagi perawi dalam tahammul hadis:
1) Penerima harus dlabit (memiliki hafalan yang berpengaruh atau mempunyai dokumen yang valid).
2) Berakal tepat serta sehat secara fisik dan mental
Syarat berilmu sehat sudah terang disyaratkan dalambertahammul hadis lantaran untuk mendapatkan hadis yang merupakan salah satu sumber aturan Islam sangat diperlukan. Oleh lantaran itu tidak sah riwayatnya seseorang yang mendapatkan hadis tersebut dikala dalam keadaan tidak sehat akalnya.
Selain sehat akal, dalam bertahammul juga harus dalam keadaan sehat fisiknya dan juga mentalnya semoga orang tersebut bisa memahami dengan baik riwayat hadis yang diterimanya.
3) Tamyiz
Syarat pertama perawi dalam tahammul al-hadis ialah tamyiz. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz ialah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang menyampaikan bahwa ukuran tamyiz ialah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik dan benar.
Seorang yang belum baligh boleh mendapatkan hadis asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan pada keadaan para sahabat, tabi’in, dan jago ilmu setelahnya yang mendapatkan hadis walaupun mereka belum baligh ibarat Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain.
Para ulama berbeda pendapat dalam memutuskan seseorang boleh bertahammul hadis dengan batasan usia. Qodli Iyad memutuskan batas usia boleh bertahammul ialah usia lima tahun, lantaran pada usia ini seorang anak bias menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadis nabi. Abu Abdullah az-Zubairi menyampaikan bahwa seorang anak boleh bertahammul jikalau telah berusia sepuluh tahun, alasannya pada usia ini logika mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn Ma’in memutuskan usia lima belas tahun.
2. Syarat Perawi dalam Ada’ al-Hadis
Syarat-syarat orang yang diterima dalam meriwayatkan hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatul ada’ berdasarkan ulama ahlul hadis adalah:
1) Islam
Pada waktu periwayatan suatu hadis seorang perawi harus muslim. Menurut ijma’, periwayatan hadis oleh orang kafir dianggap tidak sah. Karena terhadap riwayat orang muslim yang fasik saja dimauqufkan, apalagi hadis yang diriwayatkan oleh orang kafir. Walaupun dalam tahammul hadis orang kafir diperbolehkan, tapi dalam meriwayatkan hadisia harus sudah masuk Islam.
2) Baligh
Yang dimaksud baligh ialah perawi cukup usia dikala ia meriwayatkan hadis. Baik baligh lantaran sudahberusia lima belas tahun atau baligh lantaran sudah keluar mani. Batasan baligh ini bias diketahui dalam kitab-kitab fiqih.
3) Adalah (adil)
‘Adl merupakan suatu sifat yang menempel dalam jiwa seorang perawi, yang mendorong rawi untuk bertaqwa dan memelihara harga diri (muru’ah) sehingga menjauhi segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Sifat ‘adalahnya seorang rawi berarti sifat ‘adlnya di dalam riwayat. Dalam ilmu hadis sifat ‘adalah ini berarti orang Islam yang sudah mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menjadikan kefasikan dan jatuhnya harga diri.Jadi syarat yang ketiga ini sesungguhnya sudah meliputi dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh lantaran itu sifat ‘adalah ini mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal
4) Dlabit
Dlabit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadis harus mengingat hadis yang ia sampaikan tersebut. Saat ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya, ia harus hafal semenjak ia mendapatkan hadis itu hingga ia meriwayatkannya. Dabit oleh ulama jago hadis dibagi menjadi dua yaitu:
a) Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan memutuskan atau menghafal apa yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia bisa untuk memberikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki.
b) Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab catatan hadis yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh hingga ia meriwayatkan hadis sesuai dengan goresan pena yang terdapat dalam kitab tersebut.
Sedangkan untuk hadisnya sendiri itu haruslah Tsiqoh, maksudnya ialah hadis yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih berpengaruh atau dengan Qur’an.