Bentuk-Bentuk Tawasuth (Moderasi)| Tawasuth Dalam Akidah, Syaria'ah, Susila Dan Muamalah
Wednesday, April 15, 2020
Edit
a. Tawasuth dalam Akidah
Akidah merupakan sistem keimanan hamba secara total terhadap wujud sang pencipta berikut perangkat pemikiran yang diturunkannya. Hal ini merupakan sebuah dimensi esoterik (Akidah) yang memuat aturan paling dasar menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan seseorang terhadap entitas Allah Swt sebagai pencipta alam semesta. Lebih dari itu, pemaknaan iman secara benar dan nrimo dalam Islam dimaksudkan untuk sanggup menstimulasi sisi spiritualisme keagamaan paling asasi dalam wujud penghambaan dan dedikasi secara total kepada Allah Swt.
Untuk itu harus kita ketahui bahwa Akidah berasal dari akar kata bahasa arab I’tiqad yang berarti keyakinan atau kepercayaan. Akidah, denganbegitu, mengandung perangkat keimanan dan keyakinan akan adanya Sang Pencipta jagad raya dengan kekuasaan mutlak yang dimilikinya. Akidah pun sanggup didiversifikasikan dalam empat istilah yaitu Akidah ketuhanan, Akidah Kenabian, Akidah Kerohanian, dan Akidah Kegaiban.
Akidah yang dimaksud di sini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mahmud Syaltut, ialah sesuatu yang menuntut keimanan yang disertai keraguan dan kesamaran, yang pertama kali didakwakan oleh Rasulullah, dan merupakan bahan dakwah setiap rasul. Kemoderasian dogma Islam merupakan sebuah realita yang diakui oleh banyak pihak.
Akidah Islam mempunyai ajaran-ajaran yang moderat. Ciri-ciri yang tampak ialah bahwa dogma Islam serasi dengan fitrah dan akal, gampang dan terang, tidak ada unsur kerancuan dan paradoksal, abadi, dan tidak betentangan dengan ilmu pengetahuan. Moderasi ajaranajarannya terlihat dalam pemaparan perihal pokok-pokok keimanan menyerupai ketuhanan, kenabian, malaikat, dan kitab suci. Pemaparannya berada di tengah-tengah anatara dua kutub ekstrim dogma Yahudi dan dogma Nasrani. Ini pertanda dengan terang bahwa dogma Islam ialah pemikiran yang benar-benar bersumber dari Allah Swt.
b. Tawasuth dalam Syari'ah
Kata syariat mengandung pemaknaan bermacam-macam baik dari segi etimologi maupun terminologi. Makna etimologi syariat ialah daerah mengalirnya air atau sebuah jalan setapak menuju sumber air. Sedangkan berdasarkan terminologinya secara luas, syariat sanggup diidentikkan dengan ad-din (Islam) itu sendiri. Syariat ialah panduan hukum, baik menyangkut kekerabatan hamba dengan Tuhan maupun kekerabatan insan dalam berinteraksi sosial sehari-hari.
Syariah terbagi menjadi dua macam, yaitu syariah dalam makna yang luas dan syariah dalam makna sempit. Syariah dalam makna luas, meliputi aspek akidah, akhlak, dan amaliah, yaitu meliputi keseluruhan norma agama Islam, yang meliputi seluruh askpek doctrinal dan aspek praktis. Adapun syariah dalam makna sempit merujuk kepada aspek simpel (amaliah) dari pemikiran Islam, yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laris nyata insan menyerupai ibadah, nikah, jual beli, berperkara di pengadilan, dan lain-lain. Adapun untuk training syariah yang merupakan moderasi Islam sebagai berikut:
1) Tidak menyulitkan
Syariat Islam ditetapkan untuk memberi fasilitas kepada pemeluknya dan tidak mempersulit dalam pelaksanaannya, selama tidak mendatangkan mudarat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Hajj ayat 78:
Artinya: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kau dalam agama ....(Q.S Al-Hajj: 78)
Ayat tersebut menerangkapkan bahwa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah agama yang sempit dan sulit tetapi ialah agama yang lapang dan tidak menimbulkan kesulitan kepada hamba yang melakukannya.
2) Menyedikitkan beban
Menyedikitkan beban itu merupakan sesuatu hal yang logis bagi tidak adanya kesulitan, alasannya didalamnya banyaknya beban berakibat menyempitkan. Orang yang menyibukkan diri terhadap Alal-Quran untuk meneliti perintah-perintah dan laranganlarangan yang ada di dalamnya, pasti sanggup mendapatkan terhadap kebenaran pokok ini, alasannya dengan melihatnya sedikit, memungkinkan untuk mengetahuinya dalam waktu sekilas dan muda mengamalkannya, tidak banyak perincian perinciannya, sehingga hal itu sanggup menimbulkan kesulitan terhadap orang-orang yang mau berpegang dengan Al-Quran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa keimanan insan sanggup bertambah dan sanggup berkurang sewaktusewaktu. Selain itu, keimanan juga bermacam-macam kualitasnya dilihat dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan dalam keseharian. Meningkatnya keimanan dan meningkatkan kualitasnya terus-menerus merupakan salah satu diam-diam keistiqamahan dalam ketaatan. Hanya dengan keyakinan atau keimananlah, insan sanggup memahami eksistensi Allah Swt dan kekuasaan-Nya
c. Tawasuth dalam Akhlak
Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, tidak semua teman kita berasal dari agama yang sama. Adakalanya ia berasal dari agama lain. Dalam hal ini, Islam menggariskan watak bergaul dengan teman non Muslim. Agama memang tidak sanggup dipaksakan kepada orang lain. Tiap-tiap orang mempunyai hak untuk menentukan agama sesuai dengan keyakinannya. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Kafirun (109): 6
Akhlak di sini tidak hanya berlaku kepada teman yang berlainan agama, tetapi juga kepada teman yang berlainan kelompok, aliran, ataupun golongan tertentu. Dalam konteks ini, kita tetap dianjurkan bersikap toleran kepada mereka.
Ada enam hal yang merupakan pokok yang harus dijalankan setiap Muslim dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan Muslim lainnya. Tujuan digariskannya interaksi antar Muslim ini tiada lain supaya kekerabatan mereka semakin terjalin dengan baik. Dengan begitu, kasih sayang, kedekatan, dan keakraban di antara mereka, akan saling terpancar. Seperti halnya sebagai berikut:
1) Menjenguk orang sakit
2) Mengucapkan salam dan membalasnya ketika menerima ucapan salam
3) Mengantar jenazah
4) Memenuhi undangan
5) Mendoakan ketika bersin, dan
6) Memberikan nasihat ketika diminta
Jika tiap-tiap butir watak tersebut dipenuhi, maka itu sudah merupakan wujud penunaian terhadap hak-hak Muslim lainnya. Apabila tidak menghormati hak-hak Muslim lainnya, berarti tidak mempunyai kepedulian terhadap urusan mereka. Ia kehilangan sensitivitas terhadap mereka dan kesudahannya menjadi hirau terhadap kasus mereka.
Adapula watak terhadap non-Muslim, seorang filusuf Yunani yakni Aristoteles pun pernah mengeluarkan statmen bahwa, insan ialah makhluk yang bermasyarakat, insan tidak sanggup hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan insan lainnya. Interaksi dengan insan lain merupakan sebuah keniscayaan yang tidak sanggup dibantah. Sebab, tidak ada seorang insan pun di dunia ini yang tidak memerlukan uluran tangan orang lain.
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, berinteraksi dengan banyak sekali kalangan merupakan suatu keniscayaan. Berinteraksi dengan mereka ialah wujud pengamalan terhadap silah persatuan rakyat Indonesia.
Ditinjau dari segi agama, kaum Muslimin menempati posisi lebih banyak didominasi di Indonesia. Meskipun demikian, mereka tidak sanggup lepas dari kebutuhan berinteraksi dengan pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia.
Sebagai seorang Muslim, kita mesti memahami posisi kita dan posisi penganut agama di luar kita. Sahsah saja kita meyakini bahwa agama Islam ialah agama paling benar di sisi Allah.
Kita juga mencermati ketentuan Allah Swt perihal adanya pemeluk agama lain. Kita juga harus yakin bahwa Allah Swt sengaja membuat insan dalam bermacam-macam agama. Artinya, eksistensi pemeluk agama lain merupakan kehendak dan hukum-Nya yang tidak sanggup di ganggu gugat. Kalau saja Allah Swt berkahandak, pasti Dia menjadikan umat insan ini tergabung dalam satu agama. Tetapi bukan itu yang dikehendakinya. Dia berkehendak membuat insan terbagi ke dalam banyak agama.
Kita sanggup memahami bahwa ternyata keragaman agama yang di kehendaki Allah Swt mengandung banyak hikmah. Salah satunya ialah Allah Swt hendak menguji siapa di antara kita yang paling baik amal perbuatannya. Karena itu, Allah Swt memerintahkan kepada kita supaya berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab, hanya beliau yang maha mengetahui kebenaran mutlak.
Bertolak pada ketentuan di atas, sangat terang bagi kita bahwa plural isme agama ialah aturan Allah Swt yang terjabar di jagad raya ini, ragam agama yang membentang dari belahan dunia timur hingga barat merupakan wujud pengejawantahan hukumnya. Tujuan dari pluralism sendiri ialah biar insan saling mengenal satu sama lain. Dengan keanekaragaman ini, Allah Swt tidak menginginkan insan terlibat dalam ketegangan dan konflik. Hubungan yang harmonislah yang hendak dituju oleh agama, sebagaimana tersurat dalam firman Allah Swt sebagai berikut:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan menjadikan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al-hujurat: 13).
d. Tawasuth dalam Mu'amalah
Jika dalam aspek aqa'idi dan ta'abbudi, Islam sudah menampilkan moderasi (tawasuth) nya, maka dalam aspek ta'ammuli, Islam juga menampilkan moderasinya, menyerupai dalam politik, ekonomi, sosial, dan pergaulan, baik nasional maupun internasinal. Moderasi (tawasuth) merupakan prinsip dalam pemikiran Islam yang amat berlaitan dengan segala aspek, baik spiritual, maupun sosial. Berikut dikupas perihal tawasuth (moderasi) dalam bidang politik.
Adalah amat naif kalau ada Negara tanpa pemimpin atau kepala Negara. Maka dalam Islam, kepala Negara atau kepala pemerintahan itu wajib adanya dan mempunyai perilaku besar lengan berkuasa dan amanah. Para penguasa di Negara kita harus menyadari bahwa mereka hidup di tanah air Islam dan memerintah orang-orang yang lebih banyak didominasi Islam. Adalah hak setiap bangsa untuk meliliki pemerintahanya yang menyeluruh. Hak mereka pula, mempunyai undangundang dasar serta peraturan-peraturan yang menggambarkan perihal kepercayaan-kepercayaan, nilainilai, serta adat-istiadat.
Adapun mereka yang mengaku sebagai orang Islam, tetapi menolak aturan Islam, maka perbuatan mereka ini tidak sanggup diterima oleh logika ataupun diridhai oleh suatu agama. Sebagian ada yang menolak agama secara terang terangan dan berseru biar orang mengikuti saja Timur dan Barat. Dia tidak ingin Islam mempunyai ruangan apa pun untuk mengungkapkan perihal dirinya sendiri walaupun itu hanya berupa sudut kecil.
Diantara para penguasa itu ada pula yang mendakwakan sendirinya sebagai Muslim, namun Islamnya ialah dari hasil kerja logika sendiri, pandangan gres hawa nafsunya, serta kebijaksanaan bulus setannya. Dia mau mengambil dari Islam hanya sesuatu yang disukainya, dan menolak segala yang tidak disenanginya. Di antara mereka ada pula yang mengimpor ideologi dan undang-undang asing, tetapi ia masih juga mau membiarkan sedikit ruang untuk Islam.
Bagaimanapun sudah tiba saatnya kini, bagi para penguasa kita untuk menyadari bahwa tidak ada kebebasan hakiki bagi rakyat dan tidak tidak ada kestabilan dalam masyarakat mereka, selain peraturan yang berasaskan Islam yang sudah pasti menyeluruh dalam pengambilan hukum. Selama penguasa tidak memberlakukan asas Islam dalam perundang-undangan Negara, dalam hal ini sanggup melahirkan masyarakat yang berlebih-lebihan dan melampaui batas, baik dalam kaitan agama maupun bukan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal bentuk-bentuk tawasuth (moderasi)| tawasuth dalam akidah, syari'ah, watak dan muamalah. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Alquran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Akidah merupakan sistem keimanan hamba secara total terhadap wujud sang pencipta berikut perangkat pemikiran yang diturunkannya. Hal ini merupakan sebuah dimensi esoterik (Akidah) yang memuat aturan paling dasar menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan seseorang terhadap entitas Allah Swt sebagai pencipta alam semesta. Lebih dari itu, pemaknaan iman secara benar dan nrimo dalam Islam dimaksudkan untuk sanggup menstimulasi sisi spiritualisme keagamaan paling asasi dalam wujud penghambaan dan dedikasi secara total kepada Allah Swt.
Untuk itu harus kita ketahui bahwa Akidah berasal dari akar kata bahasa arab I’tiqad yang berarti keyakinan atau kepercayaan. Akidah, denganbegitu, mengandung perangkat keimanan dan keyakinan akan adanya Sang Pencipta jagad raya dengan kekuasaan mutlak yang dimilikinya. Akidah pun sanggup didiversifikasikan dalam empat istilah yaitu Akidah ketuhanan, Akidah Kenabian, Akidah Kerohanian, dan Akidah Kegaiban.
Akidah yang dimaksud di sini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mahmud Syaltut, ialah sesuatu yang menuntut keimanan yang disertai keraguan dan kesamaran, yang pertama kali didakwakan oleh Rasulullah, dan merupakan bahan dakwah setiap rasul. Kemoderasian dogma Islam merupakan sebuah realita yang diakui oleh banyak pihak.
Akidah Islam mempunyai ajaran-ajaran yang moderat. Ciri-ciri yang tampak ialah bahwa dogma Islam serasi dengan fitrah dan akal, gampang dan terang, tidak ada unsur kerancuan dan paradoksal, abadi, dan tidak betentangan dengan ilmu pengetahuan. Moderasi ajaranajarannya terlihat dalam pemaparan perihal pokok-pokok keimanan menyerupai ketuhanan, kenabian, malaikat, dan kitab suci. Pemaparannya berada di tengah-tengah anatara dua kutub ekstrim dogma Yahudi dan dogma Nasrani. Ini pertanda dengan terang bahwa dogma Islam ialah pemikiran yang benar-benar bersumber dari Allah Swt.
b. Tawasuth dalam Syari'ah
Kata syariat mengandung pemaknaan bermacam-macam baik dari segi etimologi maupun terminologi. Makna etimologi syariat ialah daerah mengalirnya air atau sebuah jalan setapak menuju sumber air. Sedangkan berdasarkan terminologinya secara luas, syariat sanggup diidentikkan dengan ad-din (Islam) itu sendiri. Syariat ialah panduan hukum, baik menyangkut kekerabatan hamba dengan Tuhan maupun kekerabatan insan dalam berinteraksi sosial sehari-hari.
Syariah terbagi menjadi dua macam, yaitu syariah dalam makna yang luas dan syariah dalam makna sempit. Syariah dalam makna luas, meliputi aspek akidah, akhlak, dan amaliah, yaitu meliputi keseluruhan norma agama Islam, yang meliputi seluruh askpek doctrinal dan aspek praktis. Adapun syariah dalam makna sempit merujuk kepada aspek simpel (amaliah) dari pemikiran Islam, yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laris nyata insan menyerupai ibadah, nikah, jual beli, berperkara di pengadilan, dan lain-lain. Adapun untuk training syariah yang merupakan moderasi Islam sebagai berikut:
1) Tidak menyulitkan
Syariat Islam ditetapkan untuk memberi fasilitas kepada pemeluknya dan tidak mempersulit dalam pelaksanaannya, selama tidak mendatangkan mudarat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Hajj ayat 78:
هُوَ ٱجْتَبَىٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ
Artinya: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kau dalam agama ....(Q.S Al-Hajj: 78)
Ayat tersebut menerangkapkan bahwa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah agama yang sempit dan sulit tetapi ialah agama yang lapang dan tidak menimbulkan kesulitan kepada hamba yang melakukannya.
2) Menyedikitkan beban
Menyedikitkan beban itu merupakan sesuatu hal yang logis bagi tidak adanya kesulitan, alasannya didalamnya banyaknya beban berakibat menyempitkan. Orang yang menyibukkan diri terhadap Alal-Quran untuk meneliti perintah-perintah dan laranganlarangan yang ada di dalamnya, pasti sanggup mendapatkan terhadap kebenaran pokok ini, alasannya dengan melihatnya sedikit, memungkinkan untuk mengetahuinya dalam waktu sekilas dan muda mengamalkannya, tidak banyak perincian perinciannya, sehingga hal itu sanggup menimbulkan kesulitan terhadap orang-orang yang mau berpegang dengan Al-Quran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa keimanan insan sanggup bertambah dan sanggup berkurang sewaktusewaktu. Selain itu, keimanan juga bermacam-macam kualitasnya dilihat dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan dalam keseharian. Meningkatnya keimanan dan meningkatkan kualitasnya terus-menerus merupakan salah satu diam-diam keistiqamahan dalam ketaatan. Hanya dengan keyakinan atau keimananlah, insan sanggup memahami eksistensi Allah Swt dan kekuasaan-Nya
c. Tawasuth dalam Akhlak
Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, tidak semua teman kita berasal dari agama yang sama. Adakalanya ia berasal dari agama lain. Dalam hal ini, Islam menggariskan watak bergaul dengan teman non Muslim. Agama memang tidak sanggup dipaksakan kepada orang lain. Tiap-tiap orang mempunyai hak untuk menentukan agama sesuai dengan keyakinannya. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Kafirun (109): 6
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. AlKafirun: 6)Akhlak di sini tidak hanya berlaku kepada teman yang berlainan agama, tetapi juga kepada teman yang berlainan kelompok, aliran, ataupun golongan tertentu. Dalam konteks ini, kita tetap dianjurkan bersikap toleran kepada mereka.
Ada enam hal yang merupakan pokok yang harus dijalankan setiap Muslim dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan Muslim lainnya. Tujuan digariskannya interaksi antar Muslim ini tiada lain supaya kekerabatan mereka semakin terjalin dengan baik. Dengan begitu, kasih sayang, kedekatan, dan keakraban di antara mereka, akan saling terpancar. Seperti halnya sebagai berikut:
1) Menjenguk orang sakit
2) Mengucapkan salam dan membalasnya ketika menerima ucapan salam
3) Mengantar jenazah
4) Memenuhi undangan
5) Mendoakan ketika bersin, dan
6) Memberikan nasihat ketika diminta
Jika tiap-tiap butir watak tersebut dipenuhi, maka itu sudah merupakan wujud penunaian terhadap hak-hak Muslim lainnya. Apabila tidak menghormati hak-hak Muslim lainnya, berarti tidak mempunyai kepedulian terhadap urusan mereka. Ia kehilangan sensitivitas terhadap mereka dan kesudahannya menjadi hirau terhadap kasus mereka.
Adapula watak terhadap non-Muslim, seorang filusuf Yunani yakni Aristoteles pun pernah mengeluarkan statmen bahwa, insan ialah makhluk yang bermasyarakat, insan tidak sanggup hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan insan lainnya. Interaksi dengan insan lain merupakan sebuah keniscayaan yang tidak sanggup dibantah. Sebab, tidak ada seorang insan pun di dunia ini yang tidak memerlukan uluran tangan orang lain.
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, berinteraksi dengan banyak sekali kalangan merupakan suatu keniscayaan. Berinteraksi dengan mereka ialah wujud pengamalan terhadap silah persatuan rakyat Indonesia.
Ditinjau dari segi agama, kaum Muslimin menempati posisi lebih banyak didominasi di Indonesia. Meskipun demikian, mereka tidak sanggup lepas dari kebutuhan berinteraksi dengan pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia.
Sebagai seorang Muslim, kita mesti memahami posisi kita dan posisi penganut agama di luar kita. Sahsah saja kita meyakini bahwa agama Islam ialah agama paling benar di sisi Allah.
Kita juga mencermati ketentuan Allah Swt perihal adanya pemeluk agama lain. Kita juga harus yakin bahwa Allah Swt sengaja membuat insan dalam bermacam-macam agama. Artinya, eksistensi pemeluk agama lain merupakan kehendak dan hukum-Nya yang tidak sanggup di ganggu gugat. Kalau saja Allah Swt berkahandak, pasti Dia menjadikan umat insan ini tergabung dalam satu agama. Tetapi bukan itu yang dikehendakinya. Dia berkehendak membuat insan terbagi ke dalam banyak agama.
Kita sanggup memahami bahwa ternyata keragaman agama yang di kehendaki Allah Swt mengandung banyak hikmah. Salah satunya ialah Allah Swt hendak menguji siapa di antara kita yang paling baik amal perbuatannya. Karena itu, Allah Swt memerintahkan kepada kita supaya berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab, hanya beliau yang maha mengetahui kebenaran mutlak.
Bertolak pada ketentuan di atas, sangat terang bagi kita bahwa plural isme agama ialah aturan Allah Swt yang terjabar di jagad raya ini, ragam agama yang membentang dari belahan dunia timur hingga barat merupakan wujud pengejawantahan hukumnya. Tujuan dari pluralism sendiri ialah biar insan saling mengenal satu sama lain. Dengan keanekaragaman ini, Allah Swt tidak menginginkan insan terlibat dalam ketegangan dan konflik. Hubungan yang harmonislah yang hendak dituju oleh agama, sebagaimana tersurat dalam firman Allah Swt sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan menjadikan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al-hujurat: 13).
d. Tawasuth dalam Mu'amalah
Jika dalam aspek aqa'idi dan ta'abbudi, Islam sudah menampilkan moderasi (tawasuth) nya, maka dalam aspek ta'ammuli, Islam juga menampilkan moderasinya, menyerupai dalam politik, ekonomi, sosial, dan pergaulan, baik nasional maupun internasinal. Moderasi (tawasuth) merupakan prinsip dalam pemikiran Islam yang amat berlaitan dengan segala aspek, baik spiritual, maupun sosial. Berikut dikupas perihal tawasuth (moderasi) dalam bidang politik.
Adalah amat naif kalau ada Negara tanpa pemimpin atau kepala Negara. Maka dalam Islam, kepala Negara atau kepala pemerintahan itu wajib adanya dan mempunyai perilaku besar lengan berkuasa dan amanah. Para penguasa di Negara kita harus menyadari bahwa mereka hidup di tanah air Islam dan memerintah orang-orang yang lebih banyak didominasi Islam. Adalah hak setiap bangsa untuk meliliki pemerintahanya yang menyeluruh. Hak mereka pula, mempunyai undangundang dasar serta peraturan-peraturan yang menggambarkan perihal kepercayaan-kepercayaan, nilainilai, serta adat-istiadat.
Adapun mereka yang mengaku sebagai orang Islam, tetapi menolak aturan Islam, maka perbuatan mereka ini tidak sanggup diterima oleh logika ataupun diridhai oleh suatu agama. Sebagian ada yang menolak agama secara terang terangan dan berseru biar orang mengikuti saja Timur dan Barat. Dia tidak ingin Islam mempunyai ruangan apa pun untuk mengungkapkan perihal dirinya sendiri walaupun itu hanya berupa sudut kecil.
Diantara para penguasa itu ada pula yang mendakwakan sendirinya sebagai Muslim, namun Islamnya ialah dari hasil kerja logika sendiri, pandangan gres hawa nafsunya, serta kebijaksanaan bulus setannya. Dia mau mengambil dari Islam hanya sesuatu yang disukainya, dan menolak segala yang tidak disenanginya. Di antara mereka ada pula yang mengimpor ideologi dan undang-undang asing, tetapi ia masih juga mau membiarkan sedikit ruang untuk Islam.
Bagaimanapun sudah tiba saatnya kini, bagi para penguasa kita untuk menyadari bahwa tidak ada kebebasan hakiki bagi rakyat dan tidak tidak ada kestabilan dalam masyarakat mereka, selain peraturan yang berasaskan Islam yang sudah pasti menyeluruh dalam pengambilan hukum. Selama penguasa tidak memberlakukan asas Islam dalam perundang-undangan Negara, dalam hal ini sanggup melahirkan masyarakat yang berlebih-lebihan dan melampaui batas, baik dalam kaitan agama maupun bukan.