Ciri-Ciri Dan Karakteristik Tawasuth Dalam Islam
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Di bawah ini beberapa ciri-ciri dan karakteristik moderasi dalam Islam:
a. Memahami Realita
Ungkapan bijak menyatakan bahwa dalam hidup ini tidak ada yang tetap atau tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Demikian halnya dengan insan yaitu makhluk yang dianugerahi Allah potensi untuk terus berkembang. Konsekuensi dari pinjaman potensi tersebut yaitu bahwa insan akan terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Sejak periode awal perkembangan Islam, sejarah telah mencatat bahwa banyak fatwa yang berbeda lantaran disebabkan oleh realitas kehidupan masyarakat yang juga berbeda. Di kala modern banyak dijumpai lantaran realitas kehidupan masyarakat yang berbeda, maka melahirkan fatwa yang juga berbeda. Sebagai teladan yaitu apa yang terjadi di beberapa lemabaga fatwa terkemuka di Negaranegara minoritas Muslim untuk mengambil pandangan yang berbeda dengan apa yang selama ini dipahami dari kitab-kitab fikih.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, yaitu bagaimana menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara ibarat Indonesia Ini. Sementara pandangan akan merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran, di antaranya Surah Al-Maidah ayat 44, 45, 47.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan kasus orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang mengalah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kau takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kau menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang kafir."
"Dan Kami telah menetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahu-membahu jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, indera pendengaran dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang zalim."
"Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang fasik."
Dari ketiga ayat tersebut sekelompok ada yang memahami bahwa menerapkan aturan Allah dalam setiap aspek kehidupan termasuk bernegara yaitu harga mati, maka bagi seseorang/sekelompok, yang tidak menerapkan dinilai kafir, zalim, dan fasik.
Di sisi lain ada kelompok yang memahami bahwa ketiga ayat di atas hanya ditunjukkan kepada orang Yahudi dan Katolik bukan untuk umat Islam. Pandangan ibarat ini lahir dari paradigma sekuler yang sangat berkeinginan untuk memisahkan antara urusan agama di satu sisi yang hanya menyangkut persoalan pribadi dan spiritual dan persoalan negara di sisi yang lain.
Kedua pandangan ekstrim tersebut akan sulit diterapkan dan diamalkan dalam konteks ke-Indonesiaan. Kesimpulan tersebut sangat tidak realistis, lantaran tidak memahami realitas Negara Indonesia yang dari aspek kesejarahan, komposisi, demografisnya, dan konfigurasi sosialnya berbeda dengan negara-negara lain termasuk negara yang secara resmi berdasarkan Islam.
Dalam konteks ke-Indonesia-an yang perlu juga digarisbawahi yaitu meskipun lebih banyak didominasi penduduknya Muslim namun dalam pandangan politiknya beraneka ragam. Realitas lain yang harus dipahami bagi siapa pun semoga terhindar dari perilaku ekstrim yaitu bahwa insan yaitu makhluk yang beraneka ragam jenisnya. Ini yaitu sebuah fakta yang tidak sanggup dielakkan dan merupakan ketentuan Allah. Isyarat ini sanggup ditemukan di antaranya dalam surah Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan menjadikan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Suku bangsa yang berbeda-beda dan pengalaman sejarah masing-masing bangsa yang juga berbeda-beda sedikit banyak besar lengan berkuasa dalam hal mengekspresikan perilaku beragama. Sebagai teladan realitas kaum Muslim Indonesia mendapatkan pemikiran Islam untuk pertama kalinya diajarkan oleh para pendakwah yang dikenal dengan walisongo yang memakai pendekatan kultural untuk memberikan ajaran-ajaran Islam. Dengan pendekatan ini yaitu pendekatan yang moderat lantaran sesuai dengan realitas masyarakat dikala itu.
b. Memahami Fikih Prioritas
Ciri lain dari pemikiran Islam yang moderat yaitu pentingnya memutuskan prioritas dalam beramal. Dengan mengetahui tingkatan prioritas amal maka seorang Muslim akan sanggup menentukan mana amal yang paling penting di antara yang penting, yang lebih utama di antara yang biasa dan mana yang wajib di antara yang sunnah.
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa prioritas dalam melaksanakan amalan agama haruslah diketahui dan diamalkan bagi setiap Muslim. Sebagai teladan dalam hal ini antara lain adanya khilafah dalam amalan-amalan pemikiran agama, khususnya yang berkaitan dengan persoalan fikih. Seringkali seseorang bersikap ekstrim dalam berpegang kepada salah satu madzhab fikih untuk amalan yang hukumnya sunnah, dan menyalahkan pihak lain yang berbeda, sehingga memunculkan kontradiksi dan permusuhan. Kalau orang tersebut memahami fikih prioritas dengan baik, maka hal itu tidak terjadi. Karena menjaga persaudaraan dengan sesama Muslim yaitu wajib hukumnya, sedangkan amalan yang dipersilihkan hukumnya sunnah. Sikap moderat pemikiran Islam tidak akan muncul apabila seseorang tidak memahami fikih prioritas.
c. Menghindari Fanatisme Berlebihan
Tidak jarang orang mencela perilaku fanatis atau yang kemudian dikenal dengan istilah fanatisme. Celaan itu bisa pada tempatnya dan bisa juga tidak lantaran fantisme dalam pengertian bahasa sebagaimana oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya). Sifat ini bila menghiasi diri seseorang dalam agama dan keyakinan sanggup dibenarkan bahkan terpuji. Untuk menghindari fanatisme yang berlebihan maka kerukunan hidup antar pemeluk agama yang berbeda dalam masyarakat yang plural harus diperjuangkan dengan catatan tidak mengorbankan akidah. Maka jelaslah bahwa fanatik yaitu sesuatu yang buruk. Al-Quran hadir salah satu misinya yaitu untuk menghilangkan perilaku fanatik tersebut.
d. Mengedepankan Prinsip Kemudahan dalam Beragama
Semua setuju bahwa Islam yaitu merupakan agama yang gampang serta mengasihi dan menganjurkan kemudahan. Banyak argumen yang sanggup dituliskan menyangkut hal tersebut. Secara umum para ulama membagi akomodasi pemikiran Islam menjadi dua kategori yaitu:
Pertama, kemudahan yang asli; akomodasi yang memang merupakan ciri khas dari pemikiran Islam yang memang moderat dan sesuai dengan naluri manusia.
Kedua, akomodasi yang dikarenakan ada alasannya yaitu yang memudahkan lagi.
Sebagai teladan yaitu seseorang yang sedang dalam perjalanan/musafir maka menerima akomodasi untuk melaksanakan salat secara jamak dan qasar. Demikian juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan bagi yang safar atau sakit dan masih banyak teladan lainnya.
Yang perlu dicatat bahwa akomodasi tersebut hendaklah mengikuti kaidah-kaidah dalam agama yang telah ditetapkan oleh para ulama, di antaranya adalah;
1) Benar-benar ada udzur yang membolehkannya mengambil keringanan
2) Ada dadil syar’i yang membolehkan untuk mengambil keringanan
3) Mencukupkan pada kebutuhan saja dan tidak melampaui batas dari garis yang telah ditetapkan oleh dalil.
Prinsip akomodasi yang diajarkan Islam ini semestinya menjadikan pemeluknya untuk sanggup selalu bersikap moderat dalam mengekspresikan perilaku beragamanya.
e. Memahami Teks-teks Keagamaan Secara Komprehensif
Salah satu metode tafsir yang sanggup membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qu’an secara komprehensif yaitu metode tematik. Metode ini yaitu salah satu metode yang dinilai paling objektif, dikatakan objektif lantaran seolah Al-Quran dipersilahkan untuk menjawab secara langsung setiap persoalan yang disodorkan oleh seorang mufasir.
Dengam memahami ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif maka akan menghasilkan pengertian yang lengkap dan utuh yang pada gilirannya sanggup menunjukkan pemikiran Islam yang moderat.
f. Keterbukaan dalam Menyikapi Perbedaan
Ciri lain pemikiran Islam yang moderat yaitu sangat terbuka dalam menyikapi perbedaan baik dalam intern umat beragama maupun antar umat beragama yang berbeda. Prinsip ini didasari pada realitas bahwa perbedaan pandangan dalam kehidupan insan yaitu suatu keniscayaan.
Dalam realitasnya seringkali perbedaan yang terjadi di antara insan sanggup menimbulkan permusuhan dan ini pada gilirannya akan menimbulkan kelemahan serta ketegangan antar mereka. Di sisi lain insan dianugerahi Allah Swt kemampuan untuk sanggup mengola aneka perbedaan tersebut menjadi kekuatan manakala sanggup disinergikan. Untuk sanggup bersinergi maka dibutuhkan perilaku terbuka, disinilah tugas pemikiran Islam yang mendorong umatnya untuk terus melaksanakan upayaupaya perbaikan guna menjadikan.
Perbedaan tersebut bukan sebagai titik awal perpecahan melainkan menjadi berkah untuk mendinamisir kehidupan insan memang ditakdirkan sebagai makhluk sosial.
Dari analisa kebahasaan bahwa insan yaitu makhluk yang diciptakan Allah Swt dengan mempunyai sifat ketergantungan kepada pihak lain hingga final perjalanan hidupnya, bahkan melampaui hidupnya di dunia ini.
g. Komitmen Terhadap Kebenaran dan Keadilan
Ciri lain pemikiran Islam yang moderat yaitu adanya komitmen untuk mengakkan kebenaran dan keadilan. Kebenaran dan keadilan yang dimaksud bukan saja langsung bagi umat Islam, melainkan juga bagi seluruh insan secara universal.
Perintah menegakkan keadilan dan larangan mengikuti hawa nafsu (semata), pada hakikatnya yaitu upaya pemeliharaan martabat kemanusiaan sehingga tidak terjatu ke tingkat nabati atau hewani. Pengkhususan larangan tersebut kepada seorang pemimpin masyarakat sanggup dipahami kalau dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pemegang kekuasaan dalam masyarakat. Seorang pemimpin masyarakat yang hanya mengikuti dorongan hawa nafsunya tidak saja merugikan dirinya (menjatuhkan martabatnya), tetapi juga dengan kepandaian dan kekuasaan yang dimilikinya akan menjadikan anggota masyarakat yang dipimpinnya sebagai korban hawa nafsunya.
Perintah untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat khususnya bagi yang memegang kekuasaan juga diisyaratkan secara eksplisit dalam surah al-Baqarah ayat 124:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), kemudian Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya saya akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (Q.S Al-Baqarah: 124)
Frase yang menunjukkan persoalan ini yaitu "JanjiKu (ini) tidak berlaku bagi orang yang zalim". Frase ini mengisyaratkan bahwa kepemimpinan bukanlah sekedar hasil akad semata apalagi berdasarkan keturunan, tetapi lebih dari itu yaitu sebuah komitmen untuk menegakkan keadilan. Setiap orang mempunyai tugas yang bermacam-macam dalam kehidupannya, dan pelaksanaan tugas itu harus selalu didasari prinsip keadilan dan itu sama halnya berbuat baik terhadap diri sendiri.
Rincian wacana ciri dan karakteristik pemikiran Islam yang moderat bukan hanya dibatasi pada poin-poin di atas, namun secara garis besar apa yang telah dipaparkan sanggup menjelaskan ciri utama pemikiran Islam yang moderat.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana ciri-ciri dan karakteristik tawasuth dalam Islam. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Alquran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
a. Memahami Realita
Ungkapan bijak menyatakan bahwa dalam hidup ini tidak ada yang tetap atau tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Demikian halnya dengan insan yaitu makhluk yang dianugerahi Allah potensi untuk terus berkembang. Konsekuensi dari pinjaman potensi tersebut yaitu bahwa insan akan terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Sejak periode awal perkembangan Islam, sejarah telah mencatat bahwa banyak fatwa yang berbeda lantaran disebabkan oleh realitas kehidupan masyarakat yang juga berbeda. Di kala modern banyak dijumpai lantaran realitas kehidupan masyarakat yang berbeda, maka melahirkan fatwa yang juga berbeda. Sebagai teladan yaitu apa yang terjadi di beberapa lemabaga fatwa terkemuka di Negaranegara minoritas Muslim untuk mengambil pandangan yang berbeda dengan apa yang selama ini dipahami dari kitab-kitab fikih.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, yaitu bagaimana menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara ibarat Indonesia Ini. Sementara pandangan akan merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran, di antaranya Surah Al-Maidah ayat 44, 45, 47.
إِنَّآ أَنزَلْنَا ٱلتَّوْرَىٰةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسْلَمُوا۟ لِلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلْأَحْبَارُ بِمَا ٱسْتُحْفِظُوا۟ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ وَكَانُوا۟ عَلَيْهِ شُهَدَآءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا۟ ٱلنَّاسَ وَٱخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِى ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan kasus orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang mengalah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kau takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kau menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang kafir."
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
"Dan Kami telah menetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahu-membahu jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, indera pendengaran dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang zalim."
وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ ٱلْإِنجِيلِ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
"Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan kasus berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu yaitu orang-orang yang fasik."
Dari ketiga ayat tersebut sekelompok ada yang memahami bahwa menerapkan aturan Allah dalam setiap aspek kehidupan termasuk bernegara yaitu harga mati, maka bagi seseorang/sekelompok, yang tidak menerapkan dinilai kafir, zalim, dan fasik.
Di sisi lain ada kelompok yang memahami bahwa ketiga ayat di atas hanya ditunjukkan kepada orang Yahudi dan Katolik bukan untuk umat Islam. Pandangan ibarat ini lahir dari paradigma sekuler yang sangat berkeinginan untuk memisahkan antara urusan agama di satu sisi yang hanya menyangkut persoalan pribadi dan spiritual dan persoalan negara di sisi yang lain.
Kedua pandangan ekstrim tersebut akan sulit diterapkan dan diamalkan dalam konteks ke-Indonesiaan. Kesimpulan tersebut sangat tidak realistis, lantaran tidak memahami realitas Negara Indonesia yang dari aspek kesejarahan, komposisi, demografisnya, dan konfigurasi sosialnya berbeda dengan negara-negara lain termasuk negara yang secara resmi berdasarkan Islam.
Dalam konteks ke-Indonesia-an yang perlu juga digarisbawahi yaitu meskipun lebih banyak didominasi penduduknya Muslim namun dalam pandangan politiknya beraneka ragam. Realitas lain yang harus dipahami bagi siapa pun semoga terhindar dari perilaku ekstrim yaitu bahwa insan yaitu makhluk yang beraneka ragam jenisnya. Ini yaitu sebuah fakta yang tidak sanggup dielakkan dan merupakan ketentuan Allah. Isyarat ini sanggup ditemukan di antaranya dalam surah Al-Hujurat ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan menjadikan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Suku bangsa yang berbeda-beda dan pengalaman sejarah masing-masing bangsa yang juga berbeda-beda sedikit banyak besar lengan berkuasa dalam hal mengekspresikan perilaku beragama. Sebagai teladan realitas kaum Muslim Indonesia mendapatkan pemikiran Islam untuk pertama kalinya diajarkan oleh para pendakwah yang dikenal dengan walisongo yang memakai pendekatan kultural untuk memberikan ajaran-ajaran Islam. Dengan pendekatan ini yaitu pendekatan yang moderat lantaran sesuai dengan realitas masyarakat dikala itu.
b. Memahami Fikih Prioritas
Ciri lain dari pemikiran Islam yang moderat yaitu pentingnya memutuskan prioritas dalam beramal. Dengan mengetahui tingkatan prioritas amal maka seorang Muslim akan sanggup menentukan mana amal yang paling penting di antara yang penting, yang lebih utama di antara yang biasa dan mana yang wajib di antara yang sunnah.
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa prioritas dalam melaksanakan amalan agama haruslah diketahui dan diamalkan bagi setiap Muslim. Sebagai teladan dalam hal ini antara lain adanya khilafah dalam amalan-amalan pemikiran agama, khususnya yang berkaitan dengan persoalan fikih. Seringkali seseorang bersikap ekstrim dalam berpegang kepada salah satu madzhab fikih untuk amalan yang hukumnya sunnah, dan menyalahkan pihak lain yang berbeda, sehingga memunculkan kontradiksi dan permusuhan. Kalau orang tersebut memahami fikih prioritas dengan baik, maka hal itu tidak terjadi. Karena menjaga persaudaraan dengan sesama Muslim yaitu wajib hukumnya, sedangkan amalan yang dipersilihkan hukumnya sunnah. Sikap moderat pemikiran Islam tidak akan muncul apabila seseorang tidak memahami fikih prioritas.
c. Menghindari Fanatisme Berlebihan
Tidak jarang orang mencela perilaku fanatis atau yang kemudian dikenal dengan istilah fanatisme. Celaan itu bisa pada tempatnya dan bisa juga tidak lantaran fantisme dalam pengertian bahasa sebagaimana oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya). Sifat ini bila menghiasi diri seseorang dalam agama dan keyakinan sanggup dibenarkan bahkan terpuji. Untuk menghindari fanatisme yang berlebihan maka kerukunan hidup antar pemeluk agama yang berbeda dalam masyarakat yang plural harus diperjuangkan dengan catatan tidak mengorbankan akidah. Maka jelaslah bahwa fanatik yaitu sesuatu yang buruk. Al-Quran hadir salah satu misinya yaitu untuk menghilangkan perilaku fanatik tersebut.
d. Mengedepankan Prinsip Kemudahan dalam Beragama
Semua setuju bahwa Islam yaitu merupakan agama yang gampang serta mengasihi dan menganjurkan kemudahan. Banyak argumen yang sanggup dituliskan menyangkut hal tersebut. Secara umum para ulama membagi akomodasi pemikiran Islam menjadi dua kategori yaitu:
Pertama, kemudahan yang asli; akomodasi yang memang merupakan ciri khas dari pemikiran Islam yang memang moderat dan sesuai dengan naluri manusia.
Kedua, akomodasi yang dikarenakan ada alasannya yaitu yang memudahkan lagi.
Sebagai teladan yaitu seseorang yang sedang dalam perjalanan/musafir maka menerima akomodasi untuk melaksanakan salat secara jamak dan qasar. Demikian juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan bagi yang safar atau sakit dan masih banyak teladan lainnya.
Yang perlu dicatat bahwa akomodasi tersebut hendaklah mengikuti kaidah-kaidah dalam agama yang telah ditetapkan oleh para ulama, di antaranya adalah;
1) Benar-benar ada udzur yang membolehkannya mengambil keringanan
2) Ada dadil syar’i yang membolehkan untuk mengambil keringanan
3) Mencukupkan pada kebutuhan saja dan tidak melampaui batas dari garis yang telah ditetapkan oleh dalil.
Prinsip akomodasi yang diajarkan Islam ini semestinya menjadikan pemeluknya untuk sanggup selalu bersikap moderat dalam mengekspresikan perilaku beragamanya.
e. Memahami Teks-teks Keagamaan Secara Komprehensif
Salah satu metode tafsir yang sanggup membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qu’an secara komprehensif yaitu metode tematik. Metode ini yaitu salah satu metode yang dinilai paling objektif, dikatakan objektif lantaran seolah Al-Quran dipersilahkan untuk menjawab secara langsung setiap persoalan yang disodorkan oleh seorang mufasir.
Dengam memahami ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif maka akan menghasilkan pengertian yang lengkap dan utuh yang pada gilirannya sanggup menunjukkan pemikiran Islam yang moderat.
f. Keterbukaan dalam Menyikapi Perbedaan
Ciri lain pemikiran Islam yang moderat yaitu sangat terbuka dalam menyikapi perbedaan baik dalam intern umat beragama maupun antar umat beragama yang berbeda. Prinsip ini didasari pada realitas bahwa perbedaan pandangan dalam kehidupan insan yaitu suatu keniscayaan.
Dalam realitasnya seringkali perbedaan yang terjadi di antara insan sanggup menimbulkan permusuhan dan ini pada gilirannya akan menimbulkan kelemahan serta ketegangan antar mereka. Di sisi lain insan dianugerahi Allah Swt kemampuan untuk sanggup mengola aneka perbedaan tersebut menjadi kekuatan manakala sanggup disinergikan. Untuk sanggup bersinergi maka dibutuhkan perilaku terbuka, disinilah tugas pemikiran Islam yang mendorong umatnya untuk terus melaksanakan upayaupaya perbaikan guna menjadikan.
Perbedaan tersebut bukan sebagai titik awal perpecahan melainkan menjadi berkah untuk mendinamisir kehidupan insan memang ditakdirkan sebagai makhluk sosial.
Dari analisa kebahasaan bahwa insan yaitu makhluk yang diciptakan Allah Swt dengan mempunyai sifat ketergantungan kepada pihak lain hingga final perjalanan hidupnya, bahkan melampaui hidupnya di dunia ini.
g. Komitmen Terhadap Kebenaran dan Keadilan
Ciri lain pemikiran Islam yang moderat yaitu adanya komitmen untuk mengakkan kebenaran dan keadilan. Kebenaran dan keadilan yang dimaksud bukan saja langsung bagi umat Islam, melainkan juga bagi seluruh insan secara universal.
Perintah menegakkan keadilan dan larangan mengikuti hawa nafsu (semata), pada hakikatnya yaitu upaya pemeliharaan martabat kemanusiaan sehingga tidak terjatu ke tingkat nabati atau hewani. Pengkhususan larangan tersebut kepada seorang pemimpin masyarakat sanggup dipahami kalau dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pemegang kekuasaan dalam masyarakat. Seorang pemimpin masyarakat yang hanya mengikuti dorongan hawa nafsunya tidak saja merugikan dirinya (menjatuhkan martabatnya), tetapi juga dengan kepandaian dan kekuasaan yang dimilikinya akan menjadikan anggota masyarakat yang dipimpinnya sebagai korban hawa nafsunya.
Perintah untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat khususnya bagi yang memegang kekuasaan juga diisyaratkan secara eksplisit dalam surah al-Baqarah ayat 124:
وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), kemudian Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya saya akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (Q.S Al-Baqarah: 124)
Frase yang menunjukkan persoalan ini yaitu "JanjiKu (ini) tidak berlaku bagi orang yang zalim". Frase ini mengisyaratkan bahwa kepemimpinan bukanlah sekedar hasil akad semata apalagi berdasarkan keturunan, tetapi lebih dari itu yaitu sebuah komitmen untuk menegakkan keadilan. Setiap orang mempunyai tugas yang bermacam-macam dalam kehidupannya, dan pelaksanaan tugas itu harus selalu didasari prinsip keadilan dan itu sama halnya berbuat baik terhadap diri sendiri.
Rincian wacana ciri dan karakteristik pemikiran Islam yang moderat bukan hanya dibatasi pada poin-poin di atas, namun secara garis besar apa yang telah dipaparkan sanggup menjelaskan ciri utama pemikiran Islam yang moderat.