Prinsip-Prinsip Tawasuth (Moderasi) Dalam Islam
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Islam bahu-membahu mempunyai prinsip-prinsip moderasi (tawasuth) yang sangat mumpuni, antara lain keadilan, keseimbangan, dan toleransi.
a. Keadilan (‘Adalah)
Kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”. Persamaaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan:
(1) tidak berat sebelah/tidak memihak,
(2) berpihak kepada kebenaran, dan
(3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
‘Persamaan” yang merupakan makna asal kata “adil” itulah yang mengakibatkan pelakunya “tidak berpihak”, dan intinya pula seorang yang adil “berpihak kepada yang benar” lantaran baik yang benar ataupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melaksanakan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang.” Makna al-‘adl dalam beberapa tafsir, antan lain: Menurut At-Tabari, al-‘adl adalah: Sesungguhnya Allah Swt memerintahkan wacana hal ini dan telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan adil, yaitu al-insaf.
Allah SWT mengambarkan bahwa Dia menyuruh hamba-hamba Nya berlaku adil, yaitu bersifat tengahtengah dan seimbang dalam semua aspek kehidupan serta melaksanakan perintah Al-Quran dan berbuat ihsan(keutamaan). Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan di antara hak dan kewajiban. Hak asasi dihentikan dikurangi disebabkan adanya kewajiban.
Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur’an yang memperlihatkan pedoman luhur ini. Tanpa mengusung keadilan, nilai-nilai agama berasa kering tiada makna, lantaran keadilan inilah pedoman agama yang pribadi menyentuh hajat hidup orang banyak. Tanpanya, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi angan.
b. Keseimbangan (Tawazun)
Tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari nalar pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Quran dan Hadits). Menyerasikan perilaku khidmat kepada Allah Swt dan khidmat kepada sesama manusia.
Prinsip moderasi di sini diwujudkan dalam bentuk keseimbangan faktual dalam semua segi baik segi keyakinan maupun praktik, baik bahan ataupun maknawi, keseimbangan duniwai ataupun ukhrawi, dan sebagainya. Islam menyeimbangkan peranan wahyu Ilahi dengan nalar insan dan memperlihatkan ruang sendirisendiri bagi wahyu dan akal. Dalam kehidupan pribadi, Islam mendorong terciptanya kesimbangan antara ruh dengan akal, antara nalar dengan hati, antara hak dengan kewajiban, dan lain sebagainya.
Keseimbangan atau tawazun menyiratkan perilaku dan gerakan moderasi (tawasuth). Sikap tengah ini mempunyai janji kepada duduk kasus keadilan, kemanusiaan dan persamaan dan bukan berarti tidak mempunyai pendapat. Kesimbangan merupakan suatu bentuk pandangan ynag melaksanakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak ekstrim dan tidak liberal. Keseimbangan juga merupakan perilaku seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian relasi antara sesama ummat insan dan antara insan dengan Allah Swt.
c. Toleransi (Tasamuh)
Toleransi harus dideskripsikan secara tepat, lantaran toleransi beragama yang diamal secara awur justru malah akan merusak agama itu sendiri. Islam sebagai pedoman yang total, tentu telah mengatur dengan tepat batasbatas antara Muslim dan non Muslim, sebagaimana Islam mengatur batas antara pria dan perempuan, dan lain sebagainya. Seorang yang mengerti bahwa agama bukanlah semata pedoman tetapi juga hukum itu (jika ia pemeluk agama tersebut), atau menghormati hukum itu (jika ia bukan pemeluk agama tersebut).
Dalam kebahasan, tentunya bahasa Arab bahwa tasamuh adalah yang paling umum dipakai remaja ini untuk arti toleran. Tasamuh berakar dari kata samhan yang mempunyai arti mudah. fasilitas atau memudahkan, Mu’jam Maqayis Al-Lughat menyebut bahwa kata tasamuh secara harfiah berasal dari kata samhan yang mempunyai arti fasilitas dan memudahkan.
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai kata toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Kaprikornus toleransi secara bahasa ialah perilaku menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti.
Dalam Islam, toleransi tidak dibenarkan kalau diterapkan pada ranah teologis. Peribadatan harus dilakukan dengan tata ritual dan di daerah ibadah masing-masing. Agama ialah keyakinan, sehingga beribadah dengan cara agama lain akan merusak esensi keyakinan tersebut. Tolerasi hanya sanggup diterapakan pada ranah sosialis, upaya-upaya membangun toleransi melalui aspek teologis, menyerupai doa dan ibadah bersama, ialah gagasan yang sudah muncul semenjak abad jahiliah dan semenjak itu pula telah ditolak oleh Al-Quran melalui surat Al Kafirun.
Toleransi pun merupakan sebuah keniscayaan bagi masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama, suku, maupun bahasa. Toleransi baik paham maupun perilaku hidup, harus memperlihatkan nilai faktual untuk kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai perbedaan dan keragaman tersebut. Menurut UNESCO bidang pendidikan PBB, toleransi ialah perilaku saling menghormati, Saling menerima, dan saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan aksara manusia.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana prinsip-prinsip tawasuth (moderasi) dalam Islam. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Alquran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
a. Keadilan (‘Adalah)
Kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”. Persamaaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan:
(1) tidak berat sebelah/tidak memihak,
(2) berpihak kepada kebenaran, dan
(3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
‘Persamaan” yang merupakan makna asal kata “adil” itulah yang mengakibatkan pelakunya “tidak berpihak”, dan intinya pula seorang yang adil “berpihak kepada yang benar” lantaran baik yang benar ataupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melaksanakan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang.” Makna al-‘adl dalam beberapa tafsir, antan lain: Menurut At-Tabari, al-‘adl adalah: Sesungguhnya Allah Swt memerintahkan wacana hal ini dan telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan adil, yaitu al-insaf.
Allah SWT mengambarkan bahwa Dia menyuruh hamba-hamba Nya berlaku adil, yaitu bersifat tengahtengah dan seimbang dalam semua aspek kehidupan serta melaksanakan perintah Al-Quran dan berbuat ihsan(keutamaan). Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan di antara hak dan kewajiban. Hak asasi dihentikan dikurangi disebabkan adanya kewajiban.
Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur’an yang memperlihatkan pedoman luhur ini. Tanpa mengusung keadilan, nilai-nilai agama berasa kering tiada makna, lantaran keadilan inilah pedoman agama yang pribadi menyentuh hajat hidup orang banyak. Tanpanya, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi angan.
b. Keseimbangan (Tawazun)
Tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari nalar pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Quran dan Hadits). Menyerasikan perilaku khidmat kepada Allah Swt dan khidmat kepada sesama manusia.
Prinsip moderasi di sini diwujudkan dalam bentuk keseimbangan faktual dalam semua segi baik segi keyakinan maupun praktik, baik bahan ataupun maknawi, keseimbangan duniwai ataupun ukhrawi, dan sebagainya. Islam menyeimbangkan peranan wahyu Ilahi dengan nalar insan dan memperlihatkan ruang sendirisendiri bagi wahyu dan akal. Dalam kehidupan pribadi, Islam mendorong terciptanya kesimbangan antara ruh dengan akal, antara nalar dengan hati, antara hak dengan kewajiban, dan lain sebagainya.
Keseimbangan atau tawazun menyiratkan perilaku dan gerakan moderasi (tawasuth). Sikap tengah ini mempunyai janji kepada duduk kasus keadilan, kemanusiaan dan persamaan dan bukan berarti tidak mempunyai pendapat. Kesimbangan merupakan suatu bentuk pandangan ynag melaksanakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak ekstrim dan tidak liberal. Keseimbangan juga merupakan perilaku seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian relasi antara sesama ummat insan dan antara insan dengan Allah Swt.
c. Toleransi (Tasamuh)
Toleransi harus dideskripsikan secara tepat, lantaran toleransi beragama yang diamal secara awur justru malah akan merusak agama itu sendiri. Islam sebagai pedoman yang total, tentu telah mengatur dengan tepat batasbatas antara Muslim dan non Muslim, sebagaimana Islam mengatur batas antara pria dan perempuan, dan lain sebagainya. Seorang yang mengerti bahwa agama bukanlah semata pedoman tetapi juga hukum itu (jika ia pemeluk agama tersebut), atau menghormati hukum itu (jika ia bukan pemeluk agama tersebut).
Dalam kebahasan, tentunya bahasa Arab bahwa tasamuh adalah yang paling umum dipakai remaja ini untuk arti toleran. Tasamuh berakar dari kata samhan yang mempunyai arti mudah. fasilitas atau memudahkan, Mu’jam Maqayis Al-Lughat menyebut bahwa kata tasamuh secara harfiah berasal dari kata samhan yang mempunyai arti fasilitas dan memudahkan.
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai kata toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Kaprikornus toleransi secara bahasa ialah perilaku menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti.
Dalam Islam, toleransi tidak dibenarkan kalau diterapkan pada ranah teologis. Peribadatan harus dilakukan dengan tata ritual dan di daerah ibadah masing-masing. Agama ialah keyakinan, sehingga beribadah dengan cara agama lain akan merusak esensi keyakinan tersebut. Tolerasi hanya sanggup diterapakan pada ranah sosialis, upaya-upaya membangun toleransi melalui aspek teologis, menyerupai doa dan ibadah bersama, ialah gagasan yang sudah muncul semenjak abad jahiliah dan semenjak itu pula telah ditolak oleh Al-Quran melalui surat Al Kafirun.
Toleransi pun merupakan sebuah keniscayaan bagi masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama, suku, maupun bahasa. Toleransi baik paham maupun perilaku hidup, harus memperlihatkan nilai faktual untuk kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai perbedaan dan keragaman tersebut. Menurut UNESCO bidang pendidikan PBB, toleransi ialah perilaku saling menghormati, Saling menerima, dan saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan aksara manusia.