Fungsi Hadis Sebagai Sumber Aliran Islam
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Terjadi perbedaan pendapat ulama perihal fungsi hadis terhadap Alquran, namun jikalau dikompromikan ada 4 fungsi (bayan) yaitu:
1. Bayan taqrir,
Yaitu bayan yang berfungsi menguatkan aturan yang ada dalam Alquran. Dengan demikian, sebuah aturan sanggup mempunyai dua sumber sekaligus, yaitu Quran dan hadis. Misalnya perihal kewajiban shalat, zakat, dan lain sebagainya.
Diantaranya ayat wudu, Allah Swt berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kau hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu hingga dengan siku," (QS. Al-Maidah : 6)
Dalam ayat ini Allah Swt menandakan bahwa orang yang berhadas kecil, kalau mau salat harus wudhu lebih dulu. Keterangan ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh alBukhari sebagai berikut:
2. Bayan tafsir.
Yaitu memerinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam Quran yang masih global, membatasi yang mutlaq, dan mentakhsis keumuman ayat Alquran. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka menjelaskan maksud Alquran, atau menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Alquran. Misalnya, perintah Quran perihal mendirikan shalat, maka hadis menjelaskan secara terperinci perihal teknis pelaksanaan shalat. Contoh lain, Quran memerintahkan untuk menunaikan zakat, maka hadis menjelaskan berapa bab dari harta yang wajib dikeluarkan atau dizakati.
3. Bayan tasyri’ atau ziyadah,
Yaitu menciptakan atau memutuskan aturan yang tidak ditetapkan oleh Alquran. Misalnya, larangan memakan hewan buas yang bertarin atau yang berkuku, larangan menggunakan pakaian sutera dan cincin emas bagi lakilaki, dan lain sebagainya.
4. Bayan nasakh atau bayan tabdil
Yang berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), al-tahwil (memindahkan) atau al-tagyir (mengubah).
Dapat tidaknya hadis me-nasakh Quran diperselisihkan oleh para ulama. Menurut sebagian ulama, antara lain jumhur ulama Kalam ( termasuk ulama Asy’ariyah dan Mu’tazilah) dan jumhur ulama Fiqh (termasuk ulama Hanafiyah, Malik dan Ibn Suraij) hadis sanggup me-nasakh Alquran. Para Ulama’ baik mutaqaddimin maupun muta’akhirin berbeda pendapat dalam mendefinisikan
Menurut sebagian ulama lainnya antara lain al-Syafi’i sebagian ulama Syafi’iyyah dan kebanyakan ahlu zahir, hadis tidak sanggup me-nasakh Alquran. Menurut al-Syafi’i, kekuatan hadis paling tinggi hanya bisa menandakan mana ayat mansukh dan mana yang me-nasakh-kannya.
Contoh ulama Hanafiyah, ayat yang mansukh.Q.S. alBaqarah (2): 180
kutiba 'alaykum idzaa hadhara ahadakumu lmawtu in taraka khayran lwashiyyatu lilwaalidayni wal-aqrabiina bilma'ruufi haqqan 'alaa lmuttaqiin
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kau kedatangan (tanda-tanda) maut, jikalau ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
Menurut ulama Hanafiyah, ayat di atas mansukh. Yang me-nasakh-kan yaitu hadis yang melarang berwasiat kepada hebat waris.18 Hadisnya yang berbunyi
yang artinya: “Tidak ada wasiat bagi hebat waris”.
Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadis-hadis muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadis minggu ia menolaknya
Dengan memperhatikan dalil-dalil kehujjahan hadis serta fungsi hadis terhadap Alquran, maka tidak ada alasan untuk menolak keberadaan hadis sebagai sumber aliran agama Islam, dalam hal lain yaitu sumber sehabis Quran . Beberapa dalil diatas, baik yang bersifat naqli maupun ‘aqli telah cukup merepresentasikan keberadaan hadis sebagai sumber aliran agama Islam.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal fungsi hadis sebagai sumber aliran Islam. Sumber Modul 2 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
1. Bayan taqrir,
Yaitu bayan yang berfungsi menguatkan aturan yang ada dalam Alquran. Dengan demikian, sebuah aturan sanggup mempunyai dua sumber sekaligus, yaitu Quran dan hadis. Misalnya perihal kewajiban shalat, zakat, dan lain sebagainya.
Diantaranya ayat wudu, Allah Swt berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kau hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu hingga dengan siku," (QS. Al-Maidah : 6)
Dalam ayat ini Allah Swt menandakan bahwa orang yang berhadas kecil, kalau mau salat harus wudhu lebih dulu. Keterangan ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh alBukhari sebagai berikut:
صلوا كما رايتموني اصلى
2. Bayan tafsir.
Yaitu memerinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam Quran yang masih global, membatasi yang mutlaq, dan mentakhsis keumuman ayat Alquran. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka menjelaskan maksud Alquran, atau menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Alquran. Misalnya, perintah Quran perihal mendirikan shalat, maka hadis menjelaskan secara terperinci perihal teknis pelaksanaan shalat. Contoh lain, Quran memerintahkan untuk menunaikan zakat, maka hadis menjelaskan berapa bab dari harta yang wajib dikeluarkan atau dizakati.
3. Bayan tasyri’ atau ziyadah,
Yaitu menciptakan atau memutuskan aturan yang tidak ditetapkan oleh Alquran. Misalnya, larangan memakan hewan buas yang bertarin atau yang berkuku, larangan menggunakan pakaian sutera dan cincin emas bagi lakilaki, dan lain sebagainya.
4. Bayan nasakh atau bayan tabdil
Yang berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), al-tahwil (memindahkan) atau al-tagyir (mengubah).
Dapat tidaknya hadis me-nasakh Quran diperselisihkan oleh para ulama. Menurut sebagian ulama, antara lain jumhur ulama Kalam ( termasuk ulama Asy’ariyah dan Mu’tazilah) dan jumhur ulama Fiqh (termasuk ulama Hanafiyah, Malik dan Ibn Suraij) hadis sanggup me-nasakh Alquran. Para Ulama’ baik mutaqaddimin maupun muta’akhirin berbeda pendapat dalam mendefinisikan
Menurut sebagian ulama lainnya antara lain al-Syafi’i sebagian ulama Syafi’iyyah dan kebanyakan ahlu zahir, hadis tidak sanggup me-nasakh Alquran. Menurut al-Syafi’i, kekuatan hadis paling tinggi hanya bisa menandakan mana ayat mansukh dan mana yang me-nasakh-kannya.
Contoh ulama Hanafiyah, ayat yang mansukh.Q.S. alBaqarah (2): 180
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا ٱلْوَصِيَّةُ لِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُتَّقِينَ
kutiba 'alaykum idzaa hadhara ahadakumu lmawtu in taraka khayran lwashiyyatu lilwaalidayni wal-aqrabiina bilma'ruufi haqqan 'alaa lmuttaqiin
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kau kedatangan (tanda-tanda) maut, jikalau ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
Menurut ulama Hanafiyah, ayat di atas mansukh. Yang me-nasakh-kan yaitu hadis yang melarang berwasiat kepada hebat waris.18 Hadisnya yang berbunyi
yang artinya: “Tidak ada wasiat bagi hebat waris”.
Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadis-hadis muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadis minggu ia menolaknya
Dengan memperhatikan dalil-dalil kehujjahan hadis serta fungsi hadis terhadap Alquran, maka tidak ada alasan untuk menolak keberadaan hadis sebagai sumber aliran agama Islam, dalam hal lain yaitu sumber sehabis Quran . Beberapa dalil diatas, baik yang bersifat naqli maupun ‘aqli telah cukup merepresentasikan keberadaan hadis sebagai sumber aliran agama Islam.