Makna Dan Konsep Tafsir Kontekstual
Tuesday, April 14, 2020
Edit
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua arti:
1) cuilan sesuatu uraian atau kalimat yang sanggup mendukung atau menambah kejelasan makna;
2) situasi yang ada korelasi dengan suatu kejadian.
Kedua arti ini sanggup dipakai alasannya tidak terlepas istilah dalam kajian pemahaman tafsir kontekstual.
Dari sini pemahaman kontekstual atas Al-Quran yaitu memahami makna ayat-ayat Al-Quran dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan insiden atau situasi yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut, atau dengan kata lain, dengan memperhatikan dan mengkaji konteksnya. Dengan demikian asbab an-nuzul dalam kajian kontekstual dimaksud merupakan cuilan yang paling penting. Tetapi kajian yang lebih luas perihal pemahaman kontekstual tidak hanya terbatas pada asbab an-nuzul dalam arti khusus menyerupai yang biasa dipahami, tetapi lebih luas dari itu meliputi: konteks sosio-historis di mana asbab an-nuzul merupakan cuilan darinya. Dengan demikian, pemahaman kontekstual atas ayatayat Al-Quran berarti memahami Al-Quran menurut kaitannya dengan peristiwa-peristiwa dan situasi saat ayatayat diturunkan, dan kepada siapa serta tujuannya apa ayat tersebut diturunkan.
Untuk itulah Al-Quran berusaha didialogkan dengan realita zaman sekarang, melalui studi kontekstualitas Al-Quran. Sedangkan makna yang lebih luas lagi, studi perihal kontekstual Al-Quran yaitu studi perihal peradaban yang didasarkan pada pendekatan sosio-historis. Adapun pemahaman sosio-historis dalam pendekatan kontekstual yaitu pendekatan yang menekankan pentingnya memahamikondisi-kondisi kasatmata saat Al-Quran dalam rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial ekonominya. Atau dengan kata lain, memahami Al-Quran dalam konteks kesejarahan dan harfiyah, kemudian memproyeksikannya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-fenomena sosial ke dalam naungan-naungan tujuan Al-Quran.
Aplikasi pendekatan kesejarahan ini menekankan pentingnya perbedaan antar tujuan atau “ideal moral” Al-Quran dengan ketentuan legal spesifiknya. Ideal moral yang dituju Al Alquran lebih pantas diterapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya. Kaprikornus dalam perkara menyerupai perbudakan yang dituju Al-Quran yaitu emansipasi budak. Sementara penerimaan Al Alquran terhadap pranata tersebut secara legal, dikarenakan kemustahilan untuk menghapuskan seketika.
Pendekatan sejarah tersebut tidak sanggup lepas dari asbab an-nuzulayat Al-Quran yang biasanya -walau tidak seluruhnya bersumber dari Sunnah, atsar ataupun dari tabi’in. Jadi, secara metodologis teknik ini termasuk kedalam metode tafsir bi alma’tsur. Hubungan teks dan konteks bersifat dialektis; teks membuat konteks, persis sebagaimana konteks membuat teks; sedangkan makna timbul dari keduanya. Upaya ke arah penafsiran kontekstual terhadap teks-teks Al-Quran pertama tama harus dimulai dengan menempatkan prinsip ketuhanan Tauhid. Di sinilah, maka ayat-ayat Al-Quran yang bermakna pesan-pesan yang bersifat universal ini harus menjadi dasar bagi seluruh cara pandang penafsiran kita terhadap teks-teks atau ayat-ayat Al-Quran.
Tafsir kontekstual secara sederhana yaitu acara untuk mengeksplansi firman Allah SWT dengan memperhatikan indikasi-indikasi dari susunan bahasa dan keterkaitan kata demi kata yang tersusun dalam kalimat serta memperhatikan pula penggunaan susunan bahasa itu oleh masyarakat, sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Sehingga tafsir jenis ini mempunyai aneka ragam konteks, baik konteks bahasa, konteks waktu, konteks tempat, maupun konteks sosial budaya.
Dengan demikian, paling tidak terdapat dua hal yang perlu ditekankandalam proses tafsir kontekstual, yaitu: aspek kebahasaan, dan aspek ruang dan waktu; baik masa terciptanya teks pada suatu masyarakat atau lingkungan tertentu, maupun masa kini yang menjadi ruang dan waktu dari penafsir suatu teks.