Pengertian Khauf (Resah,Takut), Ayat Dan Hadisnya
Tuesday, April 14, 2020
Edit
Di antara sopan santun mulia yang menghiasai seorang mukmin yakni khauf. Secara bahasa, khauf berasal dari bahasa Arab yang berarti takut; resah; khawatir; cemas. Jika didefinisikan secara lebih panjang, khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Menurut istilah dalam Islam, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf, khauf yakni suatu perilaku mental merasa takut kepada Allah Swt lantaran kurang tepat pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah Swt tidak bahagia padanya dan akan menghukumnya lantaran apa yang telah ia lakukan. Orang tidak dikatakan takut hanya lantaran menangis dan mengusap air matanya, tetapi lantaran takut melaksanakan sesuatu yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah Swt dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya yakni Allah Swt yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, lantaran mengenal Allah Swt dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah Swt maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis dia yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh saya yakni orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari paparan di atas, maka sanggup kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu sopan santun mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’ berarti harapan/cita-cita; sedangkan berdasarkan istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang meliputi kerendahan dan ketundukan, dihentikan ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah Swt yakni kesyirikan, sanggup berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali bila dibarengi dengan amalan. Oleh lantaran itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud yakni bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya bila kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ menyerupai dua mata uang yang tidak sanggup dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh kegiatan kehidupannya. Bagaimana tidak, alasannya dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi kasus yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya.
Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin bila kita boleh katakan dengan bahasa kita kini ini, khauf dan raja’ yakni “harapharap cemas”. Keterkaitan dua sopan santun mulia ini sebagaimana di¿rmankan oleh Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati lantaran takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang menunjukkan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) bahu-membahu mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk menerima kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Qs. al-Mukminun : 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) yakni orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka yakni orang-orang yang melaksanakan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian khauf (resah,takaut), ayat dan hadisnya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah Swt dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya yakni Allah Swt yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, lantaran mengenal Allah Swt dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah Swt maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis dia yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh saya yakni orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari paparan di atas, maka sanggup kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu sopan santun mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’ berarti harapan/cita-cita; sedangkan berdasarkan istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang meliputi kerendahan dan ketundukan, dihentikan ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah Swt yakni kesyirikan, sanggup berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali bila dibarengi dengan amalan. Oleh lantaran itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud yakni bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya bila kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ menyerupai dua mata uang yang tidak sanggup dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh kegiatan kehidupannya. Bagaimana tidak, alasannya dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi kasus yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya.
Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin bila kita boleh katakan dengan bahasa kita kini ini, khauf dan raja’ yakni “harapharap cemas”. Keterkaitan dua sopan santun mulia ini sebagaimana di¿rmankan oleh Allah:
إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ . وَٱلَّذِينَ هُم بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ . وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ . وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ . أُو۟لَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَهُمْ لَهَا سَٰبِقُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati lantaran takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang menunjukkan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) bahu-membahu mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk menerima kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Qs. al-Mukminun : 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) yakni orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka yakni orang-orang yang melaksanakan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].