Pluralisme Masyarakat Madinah Sebelum Lahirnya Piagam Madinah
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Keadaan yang sedikit membedakan antara Makkah dengan Madinah yaitu situasi alam dan tabiat penduduknya. Madinah merupakan kota pertanian yang subur. Menurut Husen Haikal, penulis buku Sejarah Hidup Muhammad, Madinah merupakan kota yang makmur dan subur pertaniannya. Yathrib yaitu nama kuno dari Madinah al-Munawarah, daerahnya merupakan oasis (sumber ketenangan), mempunyai tanah yang subur dan yang berlimpah serta dikelilingi dari setiap penjuru oleh batubatu vulkanis hitam. Penduduk Madinah cenderung heterogen. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multietnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas:
1. Orang-orang Muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
3. Orang-orang yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti: Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut Paganisme atau penyembah berhala.
Masyarakat Madinah sebelum kehadiran bangsa Arab diperkuat dan dido-minasi sepenuhnya oleh kaum Yahudi, baik secara politik maupun intelektual. Namun dengan adanya insiden hijrah semakin mewarnai masyarakat Ma-dinah. Pada ketika Yahudi mempengaruhi masyarakat Madinah, pada waktu yang sama mereka juga dipengaruhi oleh bangsa Arab di sekitar mereka. Ciri-ciri solidaritas kesukuan muncul di antara Suku Yahudi begitu besar, termasuk „Asabiyyah, kedermawanan, ketertarikan dalam puisi dan latihan senjata. Perasaan kesukuan mendominasi Yahudi begitu besar sehingga mereka tidak sanggup hidup sebagai salah satu kelompok keagamaan, sebaliknya mereka hidup dalam konflik, bahkan pada zaman Rasulullah SAW ketika mereka menghadapi pembuangan. Jadi, kaum Yahudi yaitu sebagai kelompok lebih banyak didominasi di Madinah harus mendapatkan kenyataan adanya masyarakat pendatang yang mempunyai latar belakang sosial politik dan etnis, akidah berbeda.
Untuk lebih jelasnya, kita sanggup mengutipkan peta sosiologis penduduk Madinah sewaktu Nabi gres pindah, di antaranya terdiri:
1. Kaum muslimin: Muhajirin dan Anshar
2. Anggota suku Aus dan Hazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara belakang layar memusuhi Nabi.
3. Anggota suku Aus dan Hazraj yang masih menganut paganisme, tapi dalam tempo yang singkat telah bermetamorfosis pemeluk Islam.
4. Orang-orang Yahudi terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadir, dan Banu Quraizah.
Heterogenitas masyarakat Madinah tidak hanya pada aspek sosial ekonomi, melainkan juga kesukuan dan agama. Perasaan kesukuan yang berpengaruh dan kesenjangan sosial ekonomi yang tajam, biasanya menjadi pemicu berpengaruh terjadinya sebuah konflik sebaliknya juga memunculkan rasa solidaritas di kalangan masyarakat di manapun di bumi ini. Kesamaan agama biasanya menjadi pengikat dan mendorong sekelompok masyarakat untuk bersatu. Namun yang terjadi di Madinah rupanya lebih kompleks. Karena kaum Yahudi lebih mendominasi dalam tatanan kehidupan di Madinah di masa sebelum insiden hijriyah tersebut. Perundingan saja barangkali belum cukup berpengaruh untuk mengantisipasi munculnya banyak sekali konflik. Sebab tidak menutup kemung-kinan salah satu kelompok akan dengan gampang menghianati suatu kesepatan yang tidak tertulis tersebut.
Faktor demikianlah yang mendorong perlunya dibentuk suatu piagam per-janjian sebagai salah satu upaya paling bijaksana guna meredam konflik sosial yang luas. Apalagi bila disertai hukuman yang berpengaruh bagi pelanggarnya.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana pluralisme masyarakat Madinah sebelum lahirnya Piagam Madinah. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.