Musa Bin Nushair, Sang Pembebas Andalusia

MUNGKIN namanya masih abnormal di pendengaran sebagian kaum muslimin. Ia tidak setenar Shalahuddin al-Ayyubi pembebas al-Quds. Tidak pula sepopuler Sultan Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Akan tetapi jasanya bagi kaum muslimin menghasilkan namanya patut disejajarkan dengan dua pemimpin Islam tersebut dan juga pemimpin Islam lainnya.
Namanya barulah kita peroleh saat membaca sejarah pembebasan Andalusia, negeri Islam yang hilang. Musa bin Nushair. Dialah yang memutuskan panglima dari suku Barbar, Thariq bin Ziyad dan mengirimnya pada tahun 711 M untuk menyeberang ke Andalusia beserta 7000 pasukan.
Setibanya di negeri Andalus, pasukan Islam di bawah komando Thariq bin Ziyad mendarat di suatu gunung yang sampai hari ini dimengerti dengan Jabal Thariq (Gibraltar). Dari sinilah dimulai penaklukkan. Puncaknya, saat Thariq beserta pasukannya berjumpa dengan 100.000 pasukan Katolik yang dipimpin Raja Roderick di tepi Sungai Guadalete. Dengan semangat jihad yang berapi-api umat Islam berperang sampai berhasil mengalahkan musuhnya. Roderick, Raja Kerajaan Goth yang congkak, menemui ajalnya dalam pertempuran tersebut.
Setelah mengalahkan pasukan Roderick, Thariq memasuki kota-kota penting di Andalusia. Jaen sanggup didudukinya, Cordoba sanggup dibebaskan, kota antik Granada juga sanggup diatasi, Malaga bernasib serupa. Bahkan Toledo, ibukota kerajaan Goth sanggup dikuasai Thariq tanpa peperangan.
Pada tahun 712, Musa bin Nushair menyusul bawahannya yang setahun sblumnya datang di Andalusia. Ia bareng pasukannya yang berisikan orang-orang Arab dan Barbar melaksanakan penaklukan terhadap kota-kota penting lain di Andalusia yang belum ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad seumpama Ecija, Sevilla dan Merida.
Pada kesannya Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad berjumpa pada tahun 713. Keduanya bantu-membantu menyempurnakan pembebasan sehingga cuma dalam waktu tiga tahun mereka sanggup menguasai seluruh kota di Semenanjung Iberia tersebut, kecuali satu kawasan kecil di bab utara yang kelak menjadi basis kekuatan Katolik dalam melakukan reconquista.
Musa bin Nushair memiliki impian yang besar. Ia tidak puas dengan kesuksesannya membebaskan Andalusia. Di usianya yang sudah menginjak 75 tahun, ia ingin masuk lebih jauh lagi yakni menaklukkan Eropa. Tujuannya yakni Konstantinopel. Kota metropolitan yang menjadi sentra kekaisaran Byzantium. Kota yang menjadi impian setiap pemimpin muslim mudah-mudahan menjadi pemimpin sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai sebaik-baik pemimpin.
Sungguh kota Konstantinopel niscaya akan ditaklukkan. Pemimpin yang menaklukkannya yakni sebaik-baik pemimpin. Pasukannya yakni sebaik-baik pasukan.
Musa ingin membebaskan kota yang dibangun oleh Kaisar Constantine itu lewat jalur Andalusia. Mula-mula ia ingin menaklukkan negeri terdekat Andalusia: Prancis, kemudian negeri-negeri di sekeliling Prancis, dan selsai di Konstantinopel.
Namun, impian besar nan mulia tersebut tinggal angan dan tak sanggup ia wujudkan. Segera setelah mendengar rencana Musa bin Nushair, Khalifah al-Walid bin Abdul Malik memanggilnya kembali ke Damaskus. Khalifah merasa kalut akan keamanan gubernurnya beserta pasukan jika bersikeras untuk masuk ke negeri yang belum mereka kenal betul kondisinya.
Meski merasa berat hati, Musa bin Nushair tetap menaati Khalifah. Ia beserta bawahannya, panglima gagah perkasa, Thariq bin Ziyad pulang ke Damaskus dengan menenteng kemenangan dan pastinya ghanimah yang melimpah. Urusan Andalusia berikutnya ia serahkan terhadap putranya, Abdul Aziz.

Musa bin Nushair, panglima pembebas Afrika Utara dan Andalusia. Semangat juang dan pengorbanannya bagi kejayaan Islam patut dicatat dengan tinta emas. Ia meninggal dalam perjalanan haji ke Baitullah pada tahun 718 M.

Oleh: Mahardy Purnama, Pemerhati Sejarah

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel