Pengertian Ilmu Hadis Dirayah Dan Manfaat Mempelajari Ilmu Hadis Dirayah

A. Pengertian Ilmu Hadis Dirayah.
Dalam mendefinisikan ilmu hadis dirayah, ada beberapa pendapat di kalangan ulama, di antaranya pendapat Ibn Akfani yang menawarkan pengertian bahwa ilmu hadis dirayah adalah:

"Ilmu yang mempelajari hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, sifat-sifat para perawi dan syarat-syaratnya,serta macam-macamsesuatu yang diriwayatkan serta hal-hal yang terkait dengannya."

Menurut pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), ilmu hadis dirayah yaitu pengetahuan perihal kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkan. Pengertian ini diikuti oleh sebagian besar jago hadis.

Dari pengertian di atas sanggup dijelaskan bahwa ilmu hadis dirayah yaitu kumpulan kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan sesuatu yang diriwayatkan (matan) dari sisi diterima (maqbul) dan tidak--keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkannya—(mardud). Jadi, objek kajian atau pokok pembahasan ilmu hadis dirayahi, menurut definisi di atas, yaitu penelitian terhadap keadaan para perawi hadis (sanad) dan matannya (teks hadis/matan)

Pembahasan perihal sanad meliputi;
1) Sanadnya bersambung (ittis al as-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat hingga pada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus (tidak pernah bertemu, tidak semasa), tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar.

2) Segi doktrin sanad (Siqat as-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis harus mempunyai sifat adil dan dabit (kuat dan cermat daya hapalan hadisnya)

3) Bebas dari kejanggalan (syaz).

4) Bebas dari cacat (‘illat).

Sedangkan pembahasan mengenai matan (teks hadis) yaitu mencakup segi kesahihan atau ke-daif-an matan tersebut. Hal tersebut sanggup dilihat dari:

1) Apakah matan hadis tersebut sesuai atau tidak dengan kandungan/ajaran al-Qur’an.
2) Bebas dari kejanggalan redaksi (rakiku al-alfaz)
3) Bebas dari cacat atau kejanggalan makna (fasad al- ma’na), alasannya bertentangan dengan nalar dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan
4) Bebas dari kata-kata abnormal (garib), yaitu kata-kata yang tidak sanggup dipahami menurut maknanya yang umum dikenal.
Baca Juga : 

B. Manfaat Mempelajari Ilmu Hadis Dirayah.
Ketika umat Islam menyakini bahwa hadis Nabi Muhammad Saw. merupakan sumber dan pedoman hidup yang utama sesudah al-Qur’an, maka kajian terhadap ilmu hadis menjadi sangat penting. Berikut ini yaitu beberapa manfaat mempelajari ilmu hadis, antara lain:

1. Dengan mengkaji ilmu hadis, kita sanggup menyeleksi hadis-hadis secara akademis untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.

2. Dengan mempelajari ilmu hadis kita sanggup mengetahui hadis-hadis yang sahih, da’if, hasan, mauquf, marfu’, maqbul (dapat diterima), mardud (ditolak), ma’mul bih (dapat diamalkan) dan gairu ma’mul bih (tidak sanggup diamalkan).

C. Penyusun kitab-kitab Ilmu Hadis Dirayah.
Ilmu hadis bahwasanya sudah ada semenjak zaman Rasulullah Saw masih hidup, akan tetapi ilmu ini terasa diharapkan sesudah Rasulullah Saw wafat, terutama sekali dikala umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawatan, sudah barang tentu secara eksklusif atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah guna menyeleksi periwayatan hadis. Di sinilah Ilmu Hadis Dirayah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada kurun ke-2 dan ke-3 Hijriyah, baik mereka yang secara khusus menspesialisasikan dirinya dalam mempelajari satu disiplin ilmu maupun bidang-bidang lainnya, sehingga menjadi satu disiplin ilmu yang bangun sendiri. Sekalipun demikian, dalam perkembangannya tercatat bahwa ulama yang pertama kali menyusun ilmu hadis sebagai salah satu disiplin ilmu yang bangun sendiri secara lengkap adalah:

1. Al-Qazi Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi ( w. 360 H/975 M ), seorang ulama hadis non-Arab, asal Iran dengan kitab al-Muhaddis al-Fasil baina ar-Rawi wa al-Wa’i.

2. Imam Al-Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi (321-405 H/948-1038 M) dengan kitab Ma’rifah Ulum Al-Hadis dan al-Madkhal ila Kitab al-Iklil.

3. Abu Na’im Al-Asfihani ( w. 460 H) dengan kitab al-Mustakhraj

4. Al-Khatib Al-Bagdadi (w. 463 H) dengan kitab al-Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwayah.

5. Al-Qazi ‘Iyaz (w. 544 H) dengan kitab al-Ilma’ fi Usul ar-Riwayah wa as-Sima’.

6. Abu Hafs ‘Umar bin Abdul Majid al-Mayanaji ( w. 580 H. ) dengan kitab Ma la Yasa’ al-Muhaddis Jahluh.

7. Abu ‘Amar ‘Usman bin Salah asy-Syahrazuri dengan kitab Ma’rifah Ulum al-Hadis atau yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn Salah fi Ulum al-Hadis. Kitab yang terakhir ini telah di-syarah-i oleh para ulama berikutnya dan terdapat 27 mukhtasar (ringkasannya) sehingga sanggup dijadikan pegangan oleh generasi berikutnya.

8. Demikianlah kemudian muncullah banyak sekali kitab mustalah al-Hadis dengan banyak sekali jenisnya baik berupa nazam maupun nasar atau prosa dan syarah-syarahnya, misal Nazham al-Fiyyah karya As-Suyuti yang disyarahi oleh Syekh Mahfuz at-Tirmasi dengan judul Manhaj Zaw al-Nadar dan at-Taqrib karya Imam Nawawi yang disyarahi oleh As-Suyuthi dengan judul Tadrib al- Rawi.

9. Kitab karya ulama kontemporer contohnya Qawa’id At-Tahdis karya Jamaluddin Al Qasimi w. 1332 H), Taisir Mustalah al-hadis karya Mahmud At-Tahhan dan Usul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu karya ‘Ajjaj al-Khatib, dan lain-lain.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian ilmu hadis dirayah dan manfaat mempelajari ilmu hadis dirayah. Semoga kita sanggup mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Hadis Ilmu Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel