Kisah Umar Bin Khattab Menangis Alasannya Rakyatnya Kelaparan

Saat menjabat sebagai Khalifah, Umar bin Khattab pernah menghadapi cobaan yang cukup berat. Saat itu, umat Islam dilanda paceklik alasannya masuk dalam tahun abu. Di tahun itu, semua materi makanan sulit didapat. Hasil pertanian sebagian besar tidak sanggup dikonsumsi, sehingga menjadikan umat Islam menderita kelaparan.

Suatu malam, Khalifah Umar bin Khattab mengajak seorang sahabat berjulukan Aslam menjalankan kebiasaannya menyisir kota. Dia hendak memastikan tidak ada warganya yang tidur dalam keadaan lapar. Sampai pada satu tempat, Umar dan Aslam berhenti. Dia mendengar tangisan seorang anak perempuan yang cukup keras. Umar kemudian memutuskan untuk mendekati sumber bunyi itu, yang berasal dari sebuah tenda kumuh.

Setelah dekat, Umar mendapati seorang perempuan renta terduduk di depan perapian sambil mengaduk panci memakai sendok kayu. Umar kemudian menyapa ibu renta itu dengan mengucap salam. Si ibu renta itu menoleh kepada Umar dan membalas salam tersebut. Tetapi, si ibu kemudian melanjutkan kegiatannya. “Siapakah yang menangis di dalam?” tanya Umar kepada ibu tua.

”Dia anakku,” jawab ibu renta itu.

“Mengapa ia menangis? Apakah ia sakit?” tanya Umar lagi.

”Tidak. Dia kelaparan,” Jawab si ibu. Umar dan Aslam kemudian tertegun.

Setelah beberapa lama, keduanya merasa heran melihat si ibu renta tak juga final memasak. Untuk mengatasi rasa herannya, Umar kemudian bertanya, “Apa yang kamu masak itu? Kenapa tidak matang juga?” 

Si ibu kemudian menoleh, “Silahkan, kamu lihat sendiri.” 

Umar dan Aslam kemudian menengok isi panci itu. Mereka seketika terkaget menjumpai isi panci yang tidak lain berupa air dan batu. “Apakah kamu memasak batu?” tanya Umar dengan sangat kaget.

Si ibu menjawab dengan menganggukkan kepala. “Untuk apa kamu masak kerikil itu?” tanya Umar lagi.

“Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku yang sedang kelaparan. Semua ini yakni dosa Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sejak pagi saya dan anakku belum makan semenjak pagi. Makanya kusuruh anakku berpuasa dan berharap ada rezeki ketika berbuka. Tapi, hingga dikala ini pun rezeki yang kuharap belum juga datang. Kumasak kerikil ini untuk membohongi anakku hingga ia tertidur,” kata ibu renta itu.

“Sungguh tak pantas jikalau Umar menjadi pemimpin. Dia telah menelantarkan kami,” sambung si ibu.

Mendengar perkataan itu, Aslam berniat menegur si ibu dengan mengingatkan bahwa yang ada di hadapannya yakni sang Khalifah. Namun, Umar kemudian menahan Aslam, dan segera mengajaknya kembali ke Madinah sambil meneteskan air mata. Sesampai di Madinah, tanpa beristirahat, Umar pribadi mengambil sekarung gandum. Dipikulnya karung gandum itu untuk diserahkan kepada sang ibu. Melihat Umar dalam kondisi letih, Aslam segera meminta semoga gandum itu diangkatnya. “Sebaiknya saya saja yang membawa gandum itu, ya Amirul Mukminin,” kata dia.

Dengan nada keras, Umar menjawab, “Aslam, jangan kamu jerumuskan saya ke dalam neraka. Kau sanggup menggantikanku mengangkat karung gandum ini, tetapi apakah kamu mau memikul beban di pundakku ini kelak di Hari Pembalasan?”

Aslam pun tertegun mendengar jawaban itu. Dia tetap mendampingi Khalifah mengantarkan sekarung gandum itu kepada si ibu tua.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal dongeng Umar bin Khattab menangis alasannya rakyatnya kelaparan. Semoga kita sanggup mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Akidah Akhlak Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel