Biografi Ali Bin Abi Thalib, Proses Pengangkatan Dan Gaya Kepemimpinan Ali Bin Bubuk Thalib

Ali bin Abu Thalib lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Rajab di Kota Mekkah sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin Abdull Muthalib dan Fatimah binti Asad. Ketika lahir ibunya memberi nama haidar yang artinya singah. Namun sang ayah lebih suka menamainya Ali artinya tinggi dan luhur. Abu Thalib yaitu abang Abdullah ayah Nabi Muhammad Saw. Makara Ali dan Muhammad Saw yaitu saudara sepupu.

Sejak kecil Ali hidup serumah dengan Muhammad Saw., berada di bawah asuhannya. Nabi Saw tentu saja ingat bahwa beliau pernah diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan sepupunya inilah, Ali menerima cahaya kebenaran yakni Islam. Tanpa ragu sedikit pun ia menetapkan untuk menyatakan beriman kepada Allah Swt dan RasulNya. Keputusan ini dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya gres 10 tahun. Secara keseluruhan, ia yaitu orang ketiga yang memeluk Islam dan yang pertama dari golongan anak-anak.

Di bawah asuhan Rasulullah Saw., Ali tumbuh berkembang. Segala kebaikan sikap diajarkan oleh Nabi kepada sepupunya. Ali tumbuh menjadi cowok cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan sangat pemurah. Kecerdasannya sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi Saw yang paling faham wacana Al-Qur’an dan Sunnah, alasannya yaitu merupakan salah satu sahabat terdekat Nabi Saw. Ia mendapatkan eksklusif pengajaran Al-Qur’an dan Sunnah dari Rasulullah Saw.. Setelah hijrah ke Madinah, Ali bekerja sebagai petani, ibarat Abu Bakar dan Umar. Dua tahun setelah hijrah, Ali menikah dengan Fatimah az Zahra, putri kesayangan Rasulullah Saw.. Dari pasangan inilah lahir dua cucu Rasulullah Saw. yang berjulukan Hasan dan Husain.

Dari Madinah, bersama Nabi Saw dan kaum muslimin lainnya berjuang bersama– sama. Ali hampir tidak pernah mangkir di dalam mengikuti peperangan bersama rasulullah, ibarat perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar dan pembebasan kota Mekkah.

Pada ekspedisi ke Tabuk, Ali tidak ikut dalam barisan perang kaum muslimin atas perintah Nabi Saw. Ali diperintahkan tingal di Madinah menggantikannya mengurus keperluan warga kota. Kaum munafik menebarkan fitnah dengan menyampaikan bahwa Nabi Saw memberi kiprah itu untuk membebaskan Ali dari kewajiban perang. Mendengar hal tersebut, Ali merasa sedih, dengan pakaian perang lengkap, ia menyusul Rasulullah Saw. dan meminta izin bergabung dengan pasukan. Namun Nabi Saw. bersabda : “Mereka berdusta. Aku memintamu tinggal untuk menjaga yang kutinggalkan. Maka kembalilah dan lindungilah keluarga dan harta benrdaku. Tidakkah engkau bahagia, wahai Ali, bahwa engkau di sisiku ibarat Harun di sisi Musa. Ingatlah bahwa sesudahku tidak ada Nabi.” Dengan patuh Ali kembali ke Madinah.

Sepeninggal Nabi Saw., Ali menjadi kawasan para sahabat meminta pendapat. Begitu terhormat posisi Ali di mata umat Islam. Bahkan Abu Bakar, Umar dan Usman ketika menjabat sebagai khalifah tidak pernah mengabaikan nasehat-nasehat Ali. Meskipun tegas dankeras dalam setiap pertempuran, namun Ali mempunyai sifat penyayang yang luar biasa. Ali tak pernah membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Bahkan ia pernah tak jadi membunuh musuhnya dikarenakan sang musuh meludahinya, sehingga membuatnya marah.

Dalam hidup keseharian, Ali hidup dengan bersahaja. Meskipun miskin, Ali tetap gemar bersedekah. Ali tak segan-segan menyedekahkan masakan yang yang semestinya untuk keluarganya. Bahkan, Ali dan keluarganya tidak makan berhari-hari alasannya yaitu masakan milik mereka diberikan kepada peminta-minta.

Melihat aneka macam keutamaannya, tidaklah mengherankan jikalau Khalifah Abu Bakar sering kali meminta pendapat Ali sebelum mengambil tindakan. Sebenarnya ia bahkan sempat berfikir untuk menunjuk Ali sebagai khalifah penggantinya. Namun alasannya yaitu aneka macam pertimbangan, maka Abu Bakar membantalkan niatnya menunjuk Ali sebagai khalifah. Ketika Umar menjabat khalifah, ia juga tak pernah mengabaikan saran-saran Ali. Umar bahkan memasukkan Ali sebagai salah satu calon khalifah sesudahnya. Ketika khalifah Usman memerintah, nasehat-nasehat Ali juga nenjadi materi pertimbangan sebelum keputusan ditetapkan.

Proses Pengangkatan dan Gaya Kepemimpinan Ali bin Abu Thalib.
Pada ketika kaum pemberontak mengepung rumah Khalifah Usman, Ali mengutus dua putra lelakinya yang berjulukan Hasan dan Husain untuk ikut melindungi Khalifah Usman. Namun hal itu tak bisa mencegah peristiwa yang menimpa Khalifah Usman dan juga kaum muslimin. Khalifah Usman terbunuh secara keji pada tanggal 17 Juni 656 M.

Beberapa sahabat terkemuka ibarat Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka memandang bahwa dialah yang pantas dan berhak menjadi seorang khalifah. Namun Ali belum mengambil tindakan apa pun. Keadaan begitu kacau dan mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk menciptakan suatu keputusan dan tindakan.

Setelah terus menerus didesak, Ali hasilnya bersedia dibaiat menjadi khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M, bertempat di Masjid Nabawi. Hal ini mengakibatkan semakin banyak pemberian yang mengalir, sehingga semakin mantap saja ia mengemban jabatan khalifah. Namun sayangnya, ternyata tidak seluruh kaum muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah. Selama masa kepemimpinannya, khalifah Ali sibuk mengurusi mereka yang tidak mau membaiat dirinya tersebut. Sama ibarat pendahulunya yaitu Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar, Usman, khalifah Ali juga hidup sederhana dan zuhud. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan menentang mereka yang hidup bermewahmewahan.

Ali bin Abu Thalib yaitu seorang perwira yang tangkas, cerdas, tegas teguh pendirian dan pemberani. Tak ada yang mencurigai keperwiraannya. Berkat keperwiraannya tersebut Ali mendapatkan julukan Asadullah, yang artinya singa Allah. Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan menggati pejabat gubernur yang tidak becus mengurusi kepentingan umat Islam. Ia juga tidak segan-segan memerangi mereka yang melaksanakan pemberontakan. Di antara peperangan itu yaitu Perang Jamal dan Perang Siffin. Berkat ketegasan dan keteangkasannya, perang Jamal sanggup dimenanginya. Namun dalam perang Siffin, Khalifah Ali tertipu oleh tipu muslihat pihak Mu’awiyah. Ali hampir memenangi, namun pihak Muawiyah meminta kepada Ali semoga diadakan perjanjian tenang yang disebut perjanjian di Daumatul Jandal.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana biografi Ali bin Abi Thalib dan proses pengangkatan dan gaya kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Sumber buku Siswa SKI Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel