Pengertian Baiat Adalah?
Bai'at adalah memiliki makna artinya sumpah setia yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan kepercayaannya. Bai'at dilakukan oleh kaum muslimin di dalam suatu majlis. Setelah terpilih menjadi khalifah, bai'at harus dijalankan.
Artinya, khalifah harus diambil sumpahnya dengan menyebut nama Allah Swt dan rasul-Nya sebagai saksi. Selanjutnya, khalifah terpilih harus memberikan pidato perdananya menyerupai yang dilakukan khalifah Abu Bakar Shidiq sesudah dia dibai'at. Di dalam pidatonya Abu Bakar mengatakan:
"Wahai saudara-saudara, saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal saya bukanlah yang terbaik di antara kamu. Jika saya menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku, tetapi jikalau saya berbuat salah hendaklah saudara-saudara betulkan. Orang yang saudara-saudara pandang kuat, saya pandang lemah, sehingga saya sanggup mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang saudara-saudara anggap lemah, saya pandang kuat, sehingga saya sanggup menawarkan hak kepadanya. Hendaklah saudara-saudara taat kepadaku selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bila saya tidak menaati Allah dan Rasul-Nya saudara-saudara tidak perlu taat kepadaku".
Setelah pidato perdananya, barulah khalifah mulai menjalankan tugasnya sebagai pemimpin agama dan pemimpin bangsa dan negara, serta menjadi kewajiban umat Islam menaati segala perintah khalifah, selama khalifah itu menjalankan perintah-perintah Allah Swt dan Rasul-Nya.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, setiap orang yang masuk islam, membaiat beliau. Mereka berjanji setia untuk mendengar dan taat kepada semua aturan beliau dan juga berbaiat untuk melindungi beliau.
Dalam sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita mengenal baiat aqabah pertama, baiat aqabah kedua, kemudian ada juga baiat ridhwan, untuk menuntut darah Utsman.
Salah satu isi baiat sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinyatakan dalam hadis dari Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada beberapa orang Madinah yang membaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bertanya,
“Apa yang harus kami Baiatkan?”
Lalu beliau bersabda,
تبايعوني على السمع والطاعة في النشاط والكسل وعلى النفقة في العسر واليسر وعلى الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وعلى أن تقولوا في الله لا يأخذكم في الله لومة لائم وعلى أن تنصروني إذا قدمت عليكم وتمنعوني ما تمنعون منه أنفسكم وأزواجكم وأبناءكم فلكم الجنة
Kalian baiat aku untuk mendengar dan taat, baik ketika sedang semangat maupun lagi malas. Untuk memberi nafkah baik ketika sedang sulit maupun sedang longgar, untuk selalu amar makruf nahi munkar, menyatakan kebenaran syariat Allah, tanpa takut dengan celaan apapun.
Demikianlah para khalifah, semuanya dibaiat oleh ahlul halli wal aqdi, sebagai wakil dari umat.
Wajib Baiat Kepada Pemerintah yang Sah
Islam sangat antuasias untuk mewujudkan persatuan umatnya. Sementara persatuan tidak mungkin terwujud, kecuali jika di sana ada satu imam yang memimpin semuanya. Karena itulah, ketika di tengah kaum muslimin ada pemimpin dan pemerintah yang sah, maka kaum muslimin diwajibkan membaiatnya.
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada ikatan bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Muslim 4899).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya mati dalam kondisi jahiliyah karena manusia yang hidup di zaman jahiliyah, mereka tidak punya pemimin satu negara. Adanya pemimpin kabilah-kabilah kecil. Sehingga peluang terjadinya peperangan antar-suku sangat besar.
An-Nawawi mengatakan,
(ميتة جاهلية) أي على صفة موتهم من حيث هم فوضى لا إمام لهم
Mati dalam keadaan jahiliyah artinya mati seperti orang jahiliyah, dimana mereka suka perang, kacau, tidak punya pemimpin tunggal. (Syarh Shahih Muslim, 12/238).
Sehingga makna hadis, orang yang tidak membaiat pemerintah yang sah, seperti orang jahiliyah. Ini sejalan dengan keteragan di hadis lain, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ، وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa yang tidak mau taat, memisahkan diri dari jamaah (di bawah imam), hingga dia mati maka dia mati jahiliyah.” (HR. Muslim 1848).
Demikian pula ketika dalam satu wilayah negara ada lebih dari satu pemimpin, maka salah satunya harus dibunuh.
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
“Jika ada dua khalifah dibaiat, maka bunuhlah yang dibaiat terakhir”. (HR. Muslim 4905)
Dalam hadis lain, dari Abdullah bin Amar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَايَعَ إِمَاماً فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ َإِنْ جِاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الآخَرِ
“Barangsiapa berbai’at kepada seorang imam (penguasa), ia memberikan telapak tangannya dan buah hatinya, maka hendaklan ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, jika kemudian ada orang lain yang menentangnya, maka penggallah leher orang itu.” (HR. Ahmad 6657, Abu Daud 4250 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dengan demikian, baiat sifatnya mengikat dan menutup. Mengikat masyarakat setelah mereka membaiat agar tidak melepaskan baiatnya dan menutup terjadinya baiat yang baru. Dengan batasan ini, tidak ada lagi peluang terjadinya pemberontakan atau kekacauan di tengah kaum muslimin.
Baiat Menyatukan Umat
Sekali lagi, inilah tujuan besar baiat. Baiat menyatukan umat. Sehingga baiat yang dilakukan kelompok-kelompok kecil, mencintai jika mereka satu kelompok, dan membenci jika beda kelompok, ini jelas baiat yang merusak persatuan umat.
Anda bisa lihat seperti yang dilakukan LDII. Loyallitas dibangun karena kelompok. Siapa yang sepakat menunjuk Madigol Abu Ubaidah sebagai imam, mengiuti semua pendapatnya dan taat pada khuthut LDII maka dia kawan. Di luar itu, sesat dan musuh.
Atau yang dilakukan NII, mereka membuat baiat yang mengikat lingkup kelompoknya. Selain NII, mereka adalah thaghut.
Syaikhul Islam mengatakan,
“Tidak ada seorang pun diantara mereka yang berhak meminta seseorang supaya berjanji untuk menyepakati semua keinginannya, mencintai orang yang dicintainya dan membenci orang yang dibencinya. Siapapun yang melakukan perbuatan ini, maka ia sama dengan Jengis Khan dan sebangsanya, yang menganggap orang yang menyepakati mereka sebagai teman, dan menganggap orang yang berbeda dengan mereka sebagai musuh.” (Majmu’ Fatawa (28/16)
Baiat-baiat yang dilakukan oleh pengikut kelompok-kelompok ini justru memecah-belah kaum muslimin. Jelas masyarakat tidak akan bersedia ketika mereka dipaksa untuk mengikuti semua pendapat imam LDII atau NII. Inilah yang disebut baiat bid’ah. Allah mencelanya dalam al-Quran
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. ar-Rum: 32).
Dr. Sholeh al-Fauzan mengatakan,
البيعة لا تكون إلا لولي أمر المسلمين ، وهذه البيعات المتعددة مبتدعة ، وهي من إفرازات الاختلاف ، والواجب على المسلمين الذين هم في بلد واحد وفي مملكة واحدة أن تكون بيعتهم واحدة لإمام واحد ، ولا يجوز المبايعات المتعددة
Baiat hanya diberikan kepada satu pemimpin kaum muslimin. Sementara baiat yang banyak, statusnya bid’ah. Dan ini sumber ikhtilaf. Kewajiban kaum muslimin yang tinggal di negeri tertentu, di wilayah kekuasaan tertentu, agar baiat mereka hanya ditujukan untuk satu orang, satu pemimpin. Dan tidak boleh ada banyak baiat. (Muntaqa Fatawa al-Fauzan, 1/367)
Allahu a’lam.