Pengertian Sunnah Hammiyah Dan Pola Sunnah Hammiyah
Monday, June 15, 2020
Edit
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan. Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah hammiyah. Karena dalam diri Nabi Saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat untuk melaksanakan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki ia seperti, “bahwa Nabi Saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat jasmaniah ia yang dilukiskan oleh sobat Anas ra. sebagai berikut:
Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, saya mendengar Anas bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; “Beliau yakni seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terperinci tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut ia tidak terlalu keriting dan tidak lurus.” (HR. Bukhari).
Termasuk juga dalam hal ini yakni silsilah dan nama-nama serta tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) ia contohnya ketika ia hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
“Saya mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sobat berkata, “Wahai Rasulullah, itu yakni hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, sampai Rasulullah saw. wafat..” (HR Muslim)
Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah. Sementara berdasarkan Asy Syaukani tidak demikian, alasannya yakni hamm ini hanya kehendak hati yang tidak termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian sunnah hammiyah dan teladan sunnah hammiyah. Terima kasih atas kunjungannya. Kunjungilah Selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat.
عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَصِفُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ رَبْعَةً مِنْ الْقَوْمِ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ أَزْهَرَ اللَّوْنِ لَيْسَ بِأَبْيَضَ أَمْهَقَ وَلَا آدَمَ لَيْسَ بِجَعْدٍ قَطَطٍ وَلَا سَبْطٍ رَجِلٍ
Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, saya mendengar Anas bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; “Beliau yakni seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terperinci tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut ia tidak terlalu keriting dan tidak lurus.” (HR. Bukhari).
Termasuk juga dalam hal ini yakni silsilah dan nama-nama serta tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) ia contohnya ketika ia hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Saya mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sobat berkata, “Wahai Rasulullah, itu yakni hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, sampai Rasulullah saw. wafat..” (HR Muslim)
Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah. Sementara berdasarkan Asy Syaukani tidak demikian, alasannya yakni hamm ini hanya kehendak hati yang tidak termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.
Dari sifat-sifat, keadaan-keadaan serta himmah tersebut yang paling sanggup dijadikan sandaran aturan sebagai sunnah yakni hamm. Sehingga kemudian sebagian ulama fiqh mengambilnya menjadi sunnah hammiyah.