Pokok Pembahasan Ilmu Tauhid
Monday, June 15, 2020
Edit
Pokok pembahasan ilmu tauhid ialah wujud Allah Swt. dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid ialah keyakinan akan adanya Allah Yang Mahasempurna, Mahakuasa, dan mempunyai sifat-sifat keMaha sempurnaan lainnya.Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, dia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan kiprah dan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt akan muncul sendirinya. Keesaan Allah Swt meliputi 4 macam :
a. Keesaan Dzat.
Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian, lantaran bila Dzat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau bagian. Dzat Allah Swt niscaya tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, lantaran jikalau demikian, Allah Swt tidak lagi menjadi Tuhan. Benak kita tidak sanggup membayangkan jikalau Allah Swt membutuhkan sesuatu padahal al-Qur’an menegaskan:
“Wahai seluruh manusia, kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah Mahakaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha Terpuji” (QS. Faṭir : 15).
b. Keesaan Sifat.
Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah Swt mempunyai sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang dipakai untuk menunjuk sifat tersebut sama.
Sebagai contoh, kata raḥīm merupakan sifat bagi Allah Swt, tetapi juga dipakai untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah Swt berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Swt Esa dalam sifatNya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut. Seperti firman Allah Swt dalam QS. al Fatihah: 3,
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Fatiḥah : 3).
c. Keesaan Perbuatan.
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun lantaran dan wujud- Nya, kesemuanya ialah hasil perbuatan Allah Swt semata. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah Swt.. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah Swt., berlaku sewenang-wenang, atau bekerja tanpa sistem yang ditetapkan-Nya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya. Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya,
“Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata, ‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.” (QS. Yasin : 82).
d. Keesaan dalam Beribadah Kepada-Nya.
Mengesakan Allah Swt dalam beribadah yaitu melakukan segala sesuatu lantaran Allah Swt, baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah maḥḍah (murni), maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah Swt dalam beribadah kepada-Nya ialah dengan melakukan apa yang tergambar dalam firman-Nya.
Apabila seseorang telah menganut kepercayaan tauhid dalam pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya banyak sekali aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada Allah Swt, baik ibadah dalam pengertiannya yang sempit (ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas.
“Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya lantaran Allah, Pemelihara seluruh alam.” (QS. al-An’am : 162).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pokok pembahasan ilmu tauhid. Sumber buku Siswa Kelas X MA Ilmu Kalam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
a. Keesaan Dzat.
Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian, lantaran bila Dzat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau bagian. Dzat Allah Swt niscaya tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, lantaran jikalau demikian, Allah Swt tidak lagi menjadi Tuhan. Benak kita tidak sanggup membayangkan jikalau Allah Swt membutuhkan sesuatu padahal al-Qur’an menegaskan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai seluruh manusia, kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah Mahakaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha Terpuji” (QS. Faṭir : 15).
b. Keesaan Sifat.
Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah Swt mempunyai sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang dipakai untuk menunjuk sifat tersebut sama.
Sebagai contoh, kata raḥīm merupakan sifat bagi Allah Swt, tetapi juga dipakai untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah Swt berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Swt Esa dalam sifatNya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut. Seperti firman Allah Swt dalam QS. al Fatihah: 3,
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Fatiḥah : 3).
c. Keesaan Perbuatan.
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun lantaran dan wujud- Nya, kesemuanya ialah hasil perbuatan Allah Swt semata. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah Swt.. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah Swt., berlaku sewenang-wenang, atau bekerja tanpa sistem yang ditetapkan-Nya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya. Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata, ‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.” (QS. Yasin : 82).
d. Keesaan dalam Beribadah Kepada-Nya.
Mengesakan Allah Swt dalam beribadah yaitu melakukan segala sesuatu lantaran Allah Swt, baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah maḥḍah (murni), maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah Swt dalam beribadah kepada-Nya ialah dengan melakukan apa yang tergambar dalam firman-Nya.
Apabila seseorang telah menganut kepercayaan tauhid dalam pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya banyak sekali aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada Allah Swt, baik ibadah dalam pengertiannya yang sempit (ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya lantaran Allah, Pemelihara seluruh alam.” (QS. al-An’am : 162).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pokok pembahasan ilmu tauhid. Sumber buku Siswa Kelas X MA Ilmu Kalam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.