Kisah Ibnu Hubairoh Sang Penguasa Iraq Minta Nasehat Hasan Al Bashri
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, mendapatkan khabar bahwa mantan "maula" (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seorang putera mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar isu tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di rumahnya.
Ibu muda yang gres melahirkan tersebut berjulukan Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada bekas maulanya itu, menciptakan ia begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi mungil itu sangat menawan. "Sudahkah kamu beri nama bayi ini, ya Khairoh?" tanya Ummu Salamah.
"Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainya" jawab Khairoh. Mendengar balasan ini, ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar "Dengan berkah Allah, kita beri nama Al-Hasan." Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu selesai program dukungan nama.
Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah SAW: Hind binti Suhail yang lebih populer sebagai Ummu Salamah. Beliau yakni seorang puteri Arab yang paling tepat akhlaqnya dan paling berpengaruh pendiriannya, ia juga dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para hebat sejarah mencatat ia sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah SAW.
Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya kekerabatan antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi SAW, semakin terbentang luas kesempatan baginya untuk ber"uswah" (berteladan) pada keluarga Rasulullah SAW. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul mu’minin serta menerima kesempatan menimba ilmu bersama sobat yang berada di masjid Nabawiy.
Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan bisa meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya.
Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, alasannya yakni keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, menciptakan Al-Hasan begitu terpesona.
Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu populer sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan manis dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sobat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini.
Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak berguru ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menyebabkan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam banyak sekali ilmu. Ia populer sebagai seorang faqih yang terpercaya.
Keluasan dan kedalaman ilmunya menciptakan Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin berguru eksklusif kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri bisa menggugah hati seseorang, bahkan menciptakan para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan hingga pula ke pendengaran penguasa.
Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia populer akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tidak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menentangnya. Hasan Al-Basri yakni salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.
Saat itu tengah diadakan pelantikan istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj:
"Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’aun membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … alasannya yakni kedurhakaan dan kesombongannya …"
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, "Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!"
Namun ia menjawab, "Sungguh Allah telah mengambil kesepakatan dari orang-orang yang berilmu, supaya menandakan kebenaran kepada insan dan tidak menyembunyikannya."
Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, "Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seorangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!" .
Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati bergetar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan damai menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenangan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, ia hadapi sang tiran.
Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia eksklusif menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, "Kemarilah ya Abu Sa’id …" Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.
Mulailah Al-Hajaj menanyakan banyak sekali problem agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaannya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, "Wahai Abu Sa’id, sungguh saya melihat anda mengucapkan sesuatu saat hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah bersama-sama kalimat yang anda baca itu?"
Hasan Al-Basri menjawab, "Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah eksekusi Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim."
Nasihatnya yang populer diucapkannya saat ia diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh yakni seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu resah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata,
"Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia kini menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang kala perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah saya …"
Berkata Hasan Al-Basri, "Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah saat engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid saat engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak bisa membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, bila engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi bila engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya." Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.
Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan mayit Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, alasannya yakni kota itu kosong tak berpenghuni.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana cerita Hasan Al Bashri menasehati Ibnu Hubairoh sang enguasa Iraq. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Ibu muda yang gres melahirkan tersebut berjulukan Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada bekas maulanya itu, menciptakan ia begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi mungil itu sangat menawan. "Sudahkah kamu beri nama bayi ini, ya Khairoh?" tanya Ummu Salamah.
"Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainya" jawab Khairoh. Mendengar balasan ini, ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar "Dengan berkah Allah, kita beri nama Al-Hasan." Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu selesai program dukungan nama.
Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah SAW: Hind binti Suhail yang lebih populer sebagai Ummu Salamah. Beliau yakni seorang puteri Arab yang paling tepat akhlaqnya dan paling berpengaruh pendiriannya, ia juga dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para hebat sejarah mencatat ia sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah SAW.
Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya kekerabatan antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi SAW, semakin terbentang luas kesempatan baginya untuk ber"uswah" (berteladan) pada keluarga Rasulullah SAW. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul mu’minin serta menerima kesempatan menimba ilmu bersama sobat yang berada di masjid Nabawiy.
Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan bisa meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya.
Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, alasannya yakni keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, menciptakan Al-Hasan begitu terpesona.
Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu populer sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan manis dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sobat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini.
Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak berguru ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menyebabkan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam banyak sekali ilmu. Ia populer sebagai seorang faqih yang terpercaya.
Keluasan dan kedalaman ilmunya menciptakan Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin berguru eksklusif kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri bisa menggugah hati seseorang, bahkan menciptakan para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan hingga pula ke pendengaran penguasa.
Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia populer akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tidak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menentangnya. Hasan Al-Basri yakni salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.
Saat itu tengah diadakan pelantikan istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj:
"Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’aun membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … alasannya yakni kedurhakaan dan kesombongannya …"
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, "Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!"
Namun ia menjawab, "Sungguh Allah telah mengambil kesepakatan dari orang-orang yang berilmu, supaya menandakan kebenaran kepada insan dan tidak menyembunyikannya."
Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, "Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seorangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!" .
Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati bergetar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan damai menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenangan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, ia hadapi sang tiran.
Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia eksklusif menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, "Kemarilah ya Abu Sa’id …" Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.
Mulailah Al-Hajaj menanyakan banyak sekali problem agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaannya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, "Wahai Abu Sa’id, sungguh saya melihat anda mengucapkan sesuatu saat hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah bersama-sama kalimat yang anda baca itu?"
Hasan Al-Basri menjawab, "Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah eksekusi Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim."
Nasihatnya yang populer diucapkannya saat ia diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh yakni seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu resah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata,
"Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia kini menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang kala perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah saya …"
Berkata Hasan Al-Basri, "Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah saat engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid saat engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak bisa membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, bila engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi bila engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya." Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.
Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan mayit Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, alasannya yakni kota itu kosong tak berpenghuni.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana cerita Hasan Al Bashri menasehati Ibnu Hubairoh sang enguasa Iraq. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.