Metode Tafsir Kontekstual
Tuesday, April 14, 2020
Edit
M. Subhan Zamzami dalam artikelnnya yang berjudul Tafsir Kontekstual, menyatakan bahwa sebagaimana teori-teori fikih dan tafsir yang diformulasikan dengan cara menelaah karya-karya fikih dan tafsir yang ada, metode dan aplikasi tafsir kontekstual juga sanggup disimpulkan atau dirinci satu persatu sesuai dengan urutannya sebagai berikut:
Pertama, menguasai dengan baik sejarah insan terutama sejarah orang-orang Arab pra-Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkan dalam ruang hampa, di dalamnya juga terdapat banyak gosip wacana mereka.
Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orangorang Arab dan sekitarnya sebagai target utama turunnya Al Alquran dari awal turunnya ayat pertama sampai ayat terakhir, bahkan sampai Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran mempunyai asbabun nuzul sehingga jikalau hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sangat mendesak yang sangat dibutuhkan sanggup membantu proses penafsiran kontekstual.
Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan relasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks secara komprehensif.
Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi jikalau diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada dalam spirit Al-Quran.
Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan insan di mana Al-Quran hendak ditafsirkan secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya, terutama pada masa awal Islam.
Dan yang terakhir, mengkombinasikan semua enam poin di atas dalam satu kesatuan utuh pada ketika proses penafsirandan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar Al Quran.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana metode tafsir kontekstual. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Alquran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pertama, menguasai dengan baik sejarah insan terutama sejarah orang-orang Arab pra-Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkan dalam ruang hampa, di dalamnya juga terdapat banyak gosip wacana mereka.
Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orangorang Arab dan sekitarnya sebagai target utama turunnya Al Alquran dari awal turunnya ayat pertama sampai ayat terakhir, bahkan sampai Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran mempunyai asbabun nuzul sehingga jikalau hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sangat mendesak yang sangat dibutuhkan sanggup membantu proses penafsiran kontekstual.
Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan relasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks secara komprehensif.
Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi jikalau diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada dalam spirit Al-Quran.
Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan insan di mana Al-Quran hendak ditafsirkan secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya, terutama pada masa awal Islam.
Dan yang terakhir, mengkombinasikan semua enam poin di atas dalam satu kesatuan utuh pada ketika proses penafsirandan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar Al Quran.