The Power Of Zakat In Indonesia Economy
Thursday, April 16, 2020
Edit
Oleh : Miqdad Syaifurrahman.M (STEI SEBI,DEPOK)<miqdadidat@gmail.com>
Zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat sebab Allah dan bukan sebab ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya.Zakat ialah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat.
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
Penanganan fakir miskin masih menjadi fokus utama permasalahan sosial di Indonesia. Di sisi lain, zakat, sebagai instrumen ekonomi dalam Islam, sekarang telah menjadi alternatif solusi penanganan fakir miskin di Indonesia. Dengan kondisi yang senantiasa berkembang, pengelolaan zakat terus mengalami perkembangan dalam rangka mengiringi dan menuntaskan aneka macam permasalahan sosial yang ada, tentunya dengan tetap menjaga nilai-nilai pedoman Islam yang mendasarinya.
Berbagai penelitian telah dilakukan terkait potensi penghimpunan zakat di Indonesia. Di antara penelitian tersebut dilakukan oleh Firdaus, Beik, Irawan, dan Juanda (2012) yang menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia ialah sekitar 217 triliun rupiah yang dihitung dari aneka macam sumber, di antaranya dari penghasilan dan perusahaan. Besar potensi ini setara dengan 3,4% PDB Indonesia pada tahun 2010.Disamping itu, potensi penghimpunan zakat sanggup mencapai 3,4% dari total PDB apabila zakat ditetapkan sebagai pengurang pajak (Sudibyo, 2018). Adapun besaran potensi dimaksud pada tahun 2017 yaitu sebesar 462 triliun Rupiah. Nilai potensi ini lebih tinggi dibandingkan dengan potensi zakat ketika ini dimana regulasi yang berlaku ialah zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Lebih lanjut perbedaan tingkat potensi zakat ini sanggup dilihat pada insentif pajak regulasi ketika ini ialah zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan pontensi zakatnya sebesar 1,57% tingkat PDB,kemudian intensif pajak yang idealnya ialah zakat sebagai pengurang pajak sebesar 3,4% tingkat PDB(BAZNAS)
Besarnya potensi tersebut pada kenyataannya belum sanggup terlaksana secara optimal. Pada tahun 2017, jumlah zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) yang terhimpun ialah sebesar 6,2 triliun (BAZNAS, 2018). Meskipun mengalami peningkatan sekitar 24% dari penghimpunan ZIS pada tahun 2016 yang berjumlah 5 triliun (Puskas BAZNAS, 2017), tetapi penghimpunan tersebut bahkan masih terbilang kecil jikalau dibandingkan dengan potensi penghimpunan zakat.
Dari jumlah penghimpunan tahun 2017, lebih banyak didominasi zakat yang dihimpun merupakan zakat maal-penghasilan individu, yakni mencapai 44,75% dari total penghimpunan ZIS (BAZNAS, 2018). Padahal, proporsi terbesar dari potensi penghimpunan zakat ialah zakat perusahaan sebagaimana disebutkan oleh Firdaus, et.al (2012). Dengan demikian, apabila potensi ini sanggup dioptimalkan, tentu hal ini akan berdampak besar padi pencapaian penghimpunan zakat nasional.
Dari perspektif zakat penghasilan individu,meskipun kategori ini sebagaimana dijelaskan berhasil mendominasi hampir setengah dari total penghimpunan ZIS nasional tahun ini, namun masih banyak ruang yang belum termaksimalkan. Tercatat potensi zakat penghasilan individu pada tahun 2010 sudah mencapai angka 82,7 triliun rupiah. Angka ini diperoleh menurut data SUSENAS tahun 2009 dari 33 provinsi di Indonesia dengan pendekatan nisab beras. Angka tersebut setara dengan 1,3% dari PDB pada tahun 2010 (Firdaus, et al., 2012).
Jika perhitungan di atas diproyeksikan dengan PDB tahun 2017, maka potensi zakat penghasilan tahun 2017 ialah 176,65 triliun Rupiah. Sedangkan realisasi penghimpunan zakat penghasilan individu yaitu 2,79 Triliun Rupiah, jumlah ini hanya mencapai 1,58% dari potensi yang ada. Dalam perspektif zakat korporasi/badan usaha, Firdaus, et.al (2012) membagi potensi zakat perusahaan menjadi dua kelompok, yakni (1) potensi zakat industri manufaktur dan industri lain serta (2) potensi zakat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan data sensus ekonomi 2006, total potensi zakat perusahaan ialah 117,29 triliun rupiah, atau setara dengan 1,84% dari PDB tahun 2010.
Maka dari pontesi zakat Indonesia betapa penting tugas dan manfaat zakat khususnya dalam hal ekonomi. Sehinnga pada masa Rasulullah SAW dan pemimpin islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan orang orang semata tetapi menjadi penanggung jawab pemerintah (lembaga yang di tunjuk oleh Negara), baik dalam urusan pemungutan dan pendistribusian, oleh risikonya yang bertanggng jawab dalam hal penarikan dan pendistribusian zakat ialah orang yang telah di tunjuk oleh pemerintah, dalam peranya mereka di beri kewenangan untuk memakai “paksaan” menyerupai yang pernah di lakukan oleh Kholifah Abu Bakar r.a dengan memerangi orang yang enggan membayar zakat.
Dan pada akhirna Peran zakat sangat penting dalam perjuangan pemberdayaan potensi ekonomi umat. Agar pelaksanaannya sanggup efektif sehingga apabila zakat benar benar efektif, dibutuhkan tercapai social safety nest (kepastian terpenuhinnya hak minimal kaum fakir miskin) serta berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfaatan dana ‘diam’(idle), mendoong pemanfaatan pengguna IPTEK seta harmonisasi si kaya dan si fakir miskin. Sehinnga kehidupan yang ideal akan terwujud dengan sendirinya.