Kondisi Kota Mekah Sebelum Kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Wednesday, September 26, 2018
Edit
Mekah, sebuah kota yang terletak di lembah kering dan dikelilingi bukit- bukit karang yang tandus. Kota ini terletak kira-kira 330 meter di atas permukaan laut. Mekah ketika ini terletak di bab barat Kerajaan Saudi Arabia di tanah Hijaz yang dikelilingi oleh gunung-gunung, terutama di sekitar Kakbah. Di kota inilah Muhammad saw. lahir. Nabi Muhammad ialah warga Ma’la, dia lahir dan menetap di sana sampai datang saatnya hijrah ke Madinah.
Kota Mekah dikenal semenjak zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, putranya. Penduduk Mekah ialah keturunan Nabi Ismail, demikian berdasarkan para mufasir. Seperti kita ketahui bersama bahwa Nabi Ismail menikah dengan perempuan dari suku Jurhum dan dikaruniai keturunan. Dari keturunan Nabi Ismail itulah suku Quraisy berasal. Suku Quraisy dikenal sebagai pengurus Baitullah secara turun-temurun.
Mata pencaharian penduduk Mekah ialah berdagang alasannya ialah kondisi tanah yang kering tidak memungkinkan mereka untuk bercocok tanam. Perdagangan dilakukan dengan perjalanan yang jauh menuju negara-negara sekitar Mekah. Mereka memakai unta sebagai kendaraan. Mereka bekerja sebagai biro (pemasar) barang-barang yang diharapkan oleh penduduk sekitar. Mata pencaharian sebagai pedagang menyebabkan kehidupan ekonomi mereka relatif maju. Dengan berdagang dan bepergian ke aneka macam daerah, mereka sanggup mengenal kebudayaan bangsa-bangsa lain.
Sebelum kehadiran Islam, di Mekah tidak ada kerajaan atau negara. Meskipun demikian, telah ada semacam peraturan yang mengatur dalam problem ibadah dan sosial kemasyarakatan. Keimanan yang diwarisi dari Nabi Ibrahim telah mengalami penyimpangan. Masyarakat jahiliah memercayai bahwa Allah ialah Tuhan. Akan tetapi, mereka juga meyakini bahwa berhala-berhala itu juga tuhan. Allah ialah Tuhan yang sangat jauh sedangkan yang kuasa yang akrab ialah Manat, Hubal, Lata, dan Uzza. Mereka memercayai bahwa berhala atau batu-batu itu sanggup mengabulkan keinginan. Jika batu-batu itu tidak bisa mengabulkan keinginan, kerikil itu akan memberi tahu Allah. Selanjutnya, Allah yang akan turun tangan. Demikianlah kepercayaan yang dianut oleh kaum Jahiliah.
Dalam bidang hukum, masyarakat Mekah ketika itu tidak mempunyai aturan hukum. Pada ketika itu yang berlaku ialah aturan rimba, siapa yang kuat dialah yang menang. Pada masa itu, peperangan dan perselisihan antarsuku sering terjadi. Peperangan dianggap sebagai hal yang biasa. Selain itu, perbudakan, penindasan, dan aneka macam tindakan yang melanggar hak asasi insan juga sering terjadi.
Pada masa itu kehidupan sosial politik sangat memprihatinkan. Semangat golongan atau suku sangat berlebih-lebihan. Kepentingan kabilah dan suku di atas segalanya. Seseorang tak akan diganggu kalau berasal dari suku atau kabilah yang berpengaruh. Jika ada anggota kabilah yang diganggu oleh kabilah lain, bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah antarkabilah itu. Selain itu, setidaknya ada tiga kelas dalam masyarakat, yaitu kelas bangsawan, orang biasa, dan budak.
Para aristokrat pada biasanya kaya raya alasannya ialah perdagangan atau perekonomian dikuasai oleh kelompok ini. Dua kelas lainnya ialah orang-orang miskin. Para budak tidak mempunyai hak. Mereka telah dibeli oleh majikanya. Mereka bekerja sesuai dengan keinginan majikan dan tidak mendapat upah sedikit pun. Jika sang majikan telah bosan dengan seorang budak, ia sanggup menjualnya kepada majikan lain kapan pun ia mau. Sungguh memprihatinkan nasib para budak. Mereka bekerja tanpa upah sedikit pun. Oleh alasannya ialah itu, jarang sekali ada budak yang sanggup membebaskan diri.
Kedudukan kaum perempuan pada masa itu sangat memprihatinkan. Mereka menganggap kaum perempuan sebagai barang yang tidak berharga. Para laki-laki sering bertukar pasangan, beristri sebatas kemampuan, mencampakkan istri sesudah bosan, dan aneka macam tindakan merendahkan lainnya. Bahkan, ketika mempunyai bayi perempuan mereka tidak segan-segan menguburnya hidup-hidup. Sungguh kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Oleh alasannya ialah itu, masa atau zaman ini disebut sebagai zaman Jahiliah.
Kota Mekah dikenal semenjak zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, putranya. Penduduk Mekah ialah keturunan Nabi Ismail, demikian berdasarkan para mufasir. Seperti kita ketahui bersama bahwa Nabi Ismail menikah dengan perempuan dari suku Jurhum dan dikaruniai keturunan. Dari keturunan Nabi Ismail itulah suku Quraisy berasal. Suku Quraisy dikenal sebagai pengurus Baitullah secara turun-temurun.
Bayi perempuan dikubur hidup-hidup pada masa Jahiliah. |
Mata pencaharian penduduk Mekah ialah berdagang alasannya ialah kondisi tanah yang kering tidak memungkinkan mereka untuk bercocok tanam. Perdagangan dilakukan dengan perjalanan yang jauh menuju negara-negara sekitar Mekah. Mereka memakai unta sebagai kendaraan. Mereka bekerja sebagai biro (pemasar) barang-barang yang diharapkan oleh penduduk sekitar. Mata pencaharian sebagai pedagang menyebabkan kehidupan ekonomi mereka relatif maju. Dengan berdagang dan bepergian ke aneka macam daerah, mereka sanggup mengenal kebudayaan bangsa-bangsa lain.
Sebelum kehadiran Islam, di Mekah tidak ada kerajaan atau negara. Meskipun demikian, telah ada semacam peraturan yang mengatur dalam problem ibadah dan sosial kemasyarakatan. Keimanan yang diwarisi dari Nabi Ibrahim telah mengalami penyimpangan. Masyarakat jahiliah memercayai bahwa Allah ialah Tuhan. Akan tetapi, mereka juga meyakini bahwa berhala-berhala itu juga tuhan. Allah ialah Tuhan yang sangat jauh sedangkan yang kuasa yang akrab ialah Manat, Hubal, Lata, dan Uzza. Mereka memercayai bahwa berhala atau batu-batu itu sanggup mengabulkan keinginan. Jika batu-batu itu tidak bisa mengabulkan keinginan, kerikil itu akan memberi tahu Allah. Selanjutnya, Allah yang akan turun tangan. Demikianlah kepercayaan yang dianut oleh kaum Jahiliah.
Dalam bidang hukum, masyarakat Mekah ketika itu tidak mempunyai aturan hukum. Pada ketika itu yang berlaku ialah aturan rimba, siapa yang kuat dialah yang menang. Pada masa itu, peperangan dan perselisihan antarsuku sering terjadi. Peperangan dianggap sebagai hal yang biasa. Selain itu, perbudakan, penindasan, dan aneka macam tindakan yang melanggar hak asasi insan juga sering terjadi.
Pada masa itu kehidupan sosial politik sangat memprihatinkan. Semangat golongan atau suku sangat berlebih-lebihan. Kepentingan kabilah dan suku di atas segalanya. Seseorang tak akan diganggu kalau berasal dari suku atau kabilah yang berpengaruh. Jika ada anggota kabilah yang diganggu oleh kabilah lain, bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah antarkabilah itu. Selain itu, setidaknya ada tiga kelas dalam masyarakat, yaitu kelas bangsawan, orang biasa, dan budak.
Para aristokrat pada biasanya kaya raya alasannya ialah perdagangan atau perekonomian dikuasai oleh kelompok ini. Dua kelas lainnya ialah orang-orang miskin. Para budak tidak mempunyai hak. Mereka telah dibeli oleh majikanya. Mereka bekerja sesuai dengan keinginan majikan dan tidak mendapat upah sedikit pun. Jika sang majikan telah bosan dengan seorang budak, ia sanggup menjualnya kepada majikan lain kapan pun ia mau. Sungguh memprihatinkan nasib para budak. Mereka bekerja tanpa upah sedikit pun. Oleh alasannya ialah itu, jarang sekali ada budak yang sanggup membebaskan diri.
Kedudukan kaum perempuan pada masa itu sangat memprihatinkan. Mereka menganggap kaum perempuan sebagai barang yang tidak berharga. Para laki-laki sering bertukar pasangan, beristri sebatas kemampuan, mencampakkan istri sesudah bosan, dan aneka macam tindakan merendahkan lainnya. Bahkan, ketika mempunyai bayi perempuan mereka tidak segan-segan menguburnya hidup-hidup. Sungguh kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Oleh alasannya ialah itu, masa atau zaman ini disebut sebagai zaman Jahiliah.