Hukum Onanisme Dalam Islam


Bagaimana aturan onanisme dalam agama Islam ? mari kita simak balasan dari Ustadz Sigit Pranowo yang dikutip dari eramuslim.com.

Assalamu’alaikum, wr. wb.

Mohon balasan ustad wacana beberapa pertanyaan saya ini lantaran saya sangat sulit mencari literatur yang membahas hal ini dari sudut pandang syariat Islam. Jarang sekali kitab fiqih yang membahasnya dan kalaupun ada itu sangat singkat sekali dan tidak mendalam


  1. Apakah onani termasuk dosa besar dan sama dengan zina?
  2. Adakah eksekusi had untuk pelakunya?
  3. Apakah seseorang yang mengeluarkan mani lantaran sesuatu yang bukan sentuhan contohnya melihat film atau sejenisnya secara syar’i dimasukkan kedalam kategori onani?
  4. Adakah solusi secara syar’i untuk menolong orang-orang yang sudah addict akan hal ini?
  5. Bagaimanakah kedudukan dan maksud dari zina tangan, zina mata, bahkan ada seorang ustad yang menghukumi orang yang berfikiran atau membayangkan mesum juga sebagai zina. Samakah kedudukan zina ini dengan zina menyerupai yang digambarkan rosul dalam hadist?

Terima kasih.

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Apakah Onani Sama Dengan Zina ?
 Bagaimana aturan onanisme dalam agama Islam  Hukum Onanisme Dalam Islam

Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam permasalahan onani :

1. Para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Zaidiyah beropini bahwa onani ialah haram. Argumentasi mereka akan pengharaman onani ini ialah bahwa Allah swt telah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi kecuali terhadap istri dan budak perempuannya. Apabila seseorang tidak melakukannya terhadap kedua orang itu kemudian melaksanakan onani maka ia termasuk kedalam golongan orang-orang yang melampaui batas-batas dari apa yang telah dihalalkan Allah bagi mereka dan beralih kepada apa-apa yang diharamkan-Nya atas mereka. Firman Allah swt


وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾
Artinya : “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7)


2. Para ulama madzhab Hanafi beropini bahwa onani hanya diharamkan dalam keadaan-keadaan tertentu dan wajib pada keadaan yang lainnya. Mereka menyampaikan bahwa onani menjadi wajib apabila ia takut jatuh kepada perzinahan kalau tidak melakukannya. Hal ini juga didasarkan pada kaidah mengambil kemudharatan yang lebih ringan. Namun mereka mengharamkan apabila hanya sebatas untuk bersenang-senang dan membangkitkan syahwatnya. Mereka juga menyampaikan bahwa onani tidak problem kalau orang itu sudah dikuasai oleh syahwatnya sementara ia tidak mempunyai istri atau budak perempuan demi menenangkan syahwatnya.

3. Para ulama madzhab Hambali beropini bahwa onani itu diharamkan kecuali apabila dilakukan lantaran takut dirinya jatuh kedalam perzinahan atau mengancam kesehatannya sementara ia tidak mempunyai istri atau budak serta tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, jadi onani tidaklah masalah.

4. Ibnu Hazm beropini bahwa onani itu makruh dan tidak ada dosa didalamnya lantaran seseorang yang menyentuh kemaluannya dengan tangan kirinya ialah boleh berdasarkan ijma seluruh ulama… sehingga onani itu bukanlah suatu perbuatan yang diharamkan. Firman Allah swt
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Artinya : “Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kau apa yang diharamkan-Nya atasmu.” (QS. Al An’am : 119)

Dan onani tidaklah diterangkan kepada kita wacana keharamannya maka ia ialah halal sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqoroh : 29)

5. Diantara ulama yang beropini bahwa onani itu makruh ialah Ibnu Umar dan Atho’. Hal itu dikarenakan bahwa onani bukanlah termasuk dari perbuatan yang terpuji dan bukanlah prilaku yang mulia. Ada dongeng bahwa insan pada ketika itu pernah berbincang-bincang wacana onani maka ada sebagian mereka yang memakruhkannya dan sebagian lainnya membolehkannya.

6. Diantara yang membolehkannya ialah Ibnu Abbas, al Hasan dan sebagian ulama tabi’in yang masyhur. Al Hasan menyampaikan bahwa dahulu mereka melakukannya ketika dalam peperangan. Mujahid menyampaikan bahwa orang-orang terdahulu memerintahkan para pemudanya untuk melaksanakan onani untuk menjaga kesuciannya. Begitu pula aturan onani seorang perempuan sama dengan aturan onani seorang laki-laki. (Fiqhus Sunnah juz III hal 424 – 426)

Dari pendapat-pendapat para ulama diatas tidak ada dari mereka yang secara tegas menyatakan bahwa onani sama dengan zina yang sesungguhnya. Namun para ulama menyampaikan bahwa perbuatan tersebut termasuk kedalam muqoddimah zina (pendahuluan zina), firman Allah swt
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya : “dan janganlah kau mendekati zina. Sesungguhnya zina itu ialah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Adapun apakah perbuatan tersebut termasuk kedalam dosa besar ?

Imam Nawawi menyebutkan beberapa pendapat ulama wacana batasan dosa besar kalau dibedakan dengan dosa kecil :

Dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa dosa besar ialah segala dosa yang Allah akhiri dengan neraka, kemurkaan, laknat atau adzab, demikian pula pendapat Imam al Hasan Bashri.

Para ulama yang lainnya menyampaikan bahwa dosa besar ialah dosa yang diancam Allah swt dengan neraka atau hadd di dunia.

Abu Hamid al Ghozali didalam “al Basiith” menyampaikan bahwa batasan menyeluruh dalam hal dosa besar ialah segala kemaksiatan yang dilakukan seseorang tanpa ada perasaan takut dan penyesalan, menyerupai orang yang menyepelekan suatu dosa sehingga menjadi kebiasaan. Setiap penyepelean dan peremehan suatu dosa maka ia termasuk kedalam dosa besar.

Asy Syeikhul Imam Abu ‘Amr bin Sholah didalam “al Fatawa al Kabiroh” menyebutkan bahwa setiap dosa yang besar atau berat maka bisa dikatakan bahwa itu ialah dosa besar.

Adapun diantara gejala dosa besar ialah wajib atasnya hadd, diancam dengan siksa neraka dan sejensnya sebagaimana disebutkan didalam Al Qur’an maupun Sunnah. Para pelakunya pun disifatkan dengan fasiq berdasarkan nash, dilaknat sebagaimana Allah swt melaknat orang yang merubah batas-batas tanah. (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz II hal 113)

Dari beberapa definisi dan gejala dosa besar maka perbuatan onani tidaklah termasuk kedalam dosa besar selama tidak dilakukan secara terus menerus atau menjadi suatu kebiasaan.

Hendaknya seorang muslim tidak berfikir kecilnya dosa suatu kemasiatan yang dilakukannya akan tetapi terhadap siapa beliau bermaksiat, tentunya terhadap Allah swt yang Maha Besar lagi Maha Mulia.

Apakah Onani Mesti Dengan Menggunakan Tangan

Pada asalnya istimna’ (masturbasi) ialah mengeluarkan mani bukan melalui persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang lainnya. (Mu’jam Lughotil Fuqoha juz I hal 65)

Masturbasi ialah menyentuh, menggosok dan meraba serpihan badan sendiri yang peka sehingga menjadikan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa memakai alat maupun memakai alat.

Sedangkan onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang beropini bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah masturbasi sanggup berlaku pada perempuan maupun laki-laki. (sumber : situs.kesrepro.info)

Namun didalam buku-buku fiqih kata istimna’ (onani) ini ialah mengeluarkan mani dengan memakai tangan baik tangannya, tangan istri atau tangan budak perempuannya.

Adapun mengeluarkan air mani dengan alat (sarana) tertentu selain tangan pada asalnya tidaklah berbeda dengan istmina’ dikarenakan subsatansi perbuatan itu ialah sama, yaitu sama-sama mengeluarkan mani untuk mendapat satu kenikmatan apakah dikarenakan kondisi terpaksa atau tidak, sehingga hukumnya bisa disamakan dengan aturan onani yang memakai tangan.

Ibnu ‘Abidin menyebutkan bahwa “Perkataan onani itu makruh” ialah secara zhahir ia ialah makruh yang tidak hingga haram. Hal itu dikarenakan bahwa kedudukan onani menyerupai orang yang mengeluarkan mani baik dengan merapatkan kedua paha atau menekan perutnya. (Roddul Mukhtar juz XV hal 75)

Adapun mengeluarkan mani dengan menonton film-film porno maka ini lebih berat dari sekedar onani dikarenakan ia telah menyaksikan aurat orang lain yang tidak halal baginya. Pada hakekatnya melihat aurat orang lain melalui menonton film porno sama dengan melihat auratnya secara pribadi dan ini ialah haram.

Solusi Bagi Orang Yang Sudah Terbiasa Onani

DR. Muhammad Shaleh al Munjid, seorang ulama di Saudi Arabia, menyebutkan beberapa solusi bagi orang-orang yang terbiasa melaksanakan perbuatan ini, yaitu :


  • Hendaklah faktor yang mendorongnya untuk melepaskan diri dari kebiasaan onani ialah untuk menjalankan perintah Allah swt dan menghindari murka-Nya.
  • Mendorong dirinya untuk mengambil solusi fundamental dengan menikah sebagai pelaksanaan dari wasiat Rasulullah saw kepada para cowok dalam permasalahan ini.
  • Mengarahkan fikiran, bisikan dan menyibukan dirinya dengan perkara-perkara yang didalamnya terdapat kemaslahatan bagi dunia maupun akheratnya. Karena terus menerus menghayal akan mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan itu dan pada karenanya menjadikannya kebiasaan sehingga sulit untuk dilepaskan.
  • Menjaga pandangan dari melihat orang-orang atau foto-foto yang membawa fitnah apakah itu foto dari orang yang hidup atau sekedar gambar dengan matanya secara langsung. Karena hal itu akan mendorongnya kepada perbuatan yang diharamkan, sebagaimana firman Allah swt

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
Artinya : “Katakanlah kepada orang pria yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya…” (QS. An Nuur : 30)

Juga sabda Rasulullah saw,”Janganlah engkau ikuti pandanganmu dengan pandangan yang selanjutnya.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan didalam shahihul jami’)

Pandangan pertama ialah pandangan spontanitas yang tidak ada dosa didalamnya sedangkan pandangan kedua ialah haram. Untuk itu sudah seharusnya beliau menjauhkan diri dari tempat-tempat yang didalamnya terdapat perkara-perkara yang bisa menggelorakan dan menggerakkan syahwat.


  • Menyibukkan dirinya dengan banyak sekali ibadah dan menghindari untuk mengisi waktu-waktu kosongnya dengan maksiat.
  • Mengambil palajaran dari beberapa penyakit pada badan yang disebabkan kebiasaan melaksanakan onani menyerupai : melemahkan penglihatan dan syahwat, melemahkan alat reproduksi, sakit punggung dan penyakit-penyakit lainnya yang telah disebutkan oleh para dokter. Demikian pula dengan penyakit kejiwaan menyerupai : stress, kegalauan hati dan yang lebih besar dari itu semua ialah meremehkan waktu-waktu sholat dikarenakan berulang kalinya mandi… dan juga merusak puasanya (apabila dalam keadaan puasa).
  • Menghilangkan banyak sekali cara untuk mencari kepuasan yang salah, dikarenakan sebagian cowok menganggap bahwa perbuatan ini dibolehkan dengan alasan menjaga diri dari zina atau homoseksual padahal kondisinya tidaklah sama sekali mendekati perbuatan yang keji (zina/homoseksual) tersebut.
  • Mempersenjatai diri dengan kekuatan kehendak dan tekad serta tidak gampang meyerah terhadap setan. Hindari berada dalam kesendirian menyerupai bermalam sendirian. Didalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi saw melarang seseorang bermalam sendirian.” (HR. Ahmad didalam shahihul jami’ 6919)
  • Mengambil cara-cara penyembuhan Nabi saw berupa puasa, lantaran ia sanggup menekan gejolak syahwat dan seksualnya. Dia juga perlu menghindari beberapa solusi yang aneh, menyerupai bersumpah untuk tidak melakukannya lagi atau bernazar dikarenakan kalau ia kembali melaksanakan hal itu maka ia termasuk kedalam golongan orang-orang yang tetapkan sumpah yang telah dikokohkan. Jangan pula memakai obat-obat penekan syahwat lantaran didalamnya terkandung banyak sekali ancaman bagi tubuh. Didalam sunnah disebutkan bahwa segala sesuatu yang digunakan untuk menghentikan syahwat secara keseluruhan ialah haram.
  • Berkomitmen dengan adab-adab syari’ah ketika tidur, seperti; berdzikir, tidur diatas sisi kanan tubuhnya, menghindarkan tidur telungkup yang tidak boleh Nabi saw.
  • Berhias dengan kesabaran dan iffah. Hal yang demikian dikarenakan diantara kewajiban kita ialah bersabar terhadap hal-hal yang diharamkan walaupun hal itu disukai oleh jiwa. Telah diketahui bahwa sifat iffah dalam diri pada karenanya akan menghentikannya dari kebiasaan tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang menjaga diri (iffah) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang meminta pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya, barangsiapa yang bersabar maka Allah akan memperlihatkan kesabaran kepadanya dan tidaklah seseorang diberikan suatu derma yang lebih baik atau lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhori, didalam Fath no 1469)
  • Apabila seseorang telah jatuh kedalam perbuatan maksiat ini maka segeralah bertaubat dan beristighfar serta melaksanakan perbuatan-perbuatan taat dengan tidak berputus asa lantaran frustasi ialah termasuk kedalam dosa besar.
  • Akhirnya, diantara kewajiban yang tidak diragukan ialah kembali kepada Allah dan merendahkan dirinya dengan berdoa, meminta pertolongan dari-Nya untuk melepaskan diri dari kebiasaan ini. Ini ialah solusi terbesar lantaran Allah swt senantiasa mengabulkan doa orang yang berdoa apabila beliau berdoa. (sumber: islam-qa.com)


Hukum Zina Tangan atau Mata

Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw,”Sesungguhnya Allah telah tetapkan terhadap bawah umur Adam serpihan dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata ialah pandangan, zina verbal ialah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)

Imam Bukhori memasukan hadits ini kedalam Bab Zina Anggota Tubuh Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh kemaluan seseorang saja. Namun zina bisa dilakukan dengan mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan.

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol yaitu,”Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melaksanakan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya ialah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fathul Bari juz XI hal 28)

Meskipun demikian aturan zina tangan, verbal dan mata tidaklah sama dengan zina sebetulnya yang wajib atasnya hadd. Si pelakunya hanya dikenakan ta’zir dan peringatan keras.

DR Wahbah menyebutkan bahwa pelaku onani haruslah diberi ta’zir dan tidak dikenakan atasnya hadd. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz VII hal 5348)

Begitu pula klarifikasi Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan bersandar pada pendapat yang paling benar dari Imam Ahmad bahwa pelaku onani haruslah diberikan ta’zir. (Majmu’ al Fatawa juz XXIV hal 145)

Ibnul Qoyyim mengatakan,”Adapun ta’zir ialah pada setiap kemaksiatan yang tidak ada hadd (hukuman) dan juga tidak ada kafaratnya. Sesungguhnya kemaksiatan itu meliputi tiga macam :


  1. Kemaksiatan yang didalamnya ada hadd dan kafarat.
  2. Kemaksiatan yang didalamnya hanya ada kafarat tidak ada hadd.
  3. Kemaksiatan yang didalamnya tidak ada hadd dan tidak ada kafarat.

Adapun pola dari macam yang pertama ialah mencuri, minum khomr, zina dan menuduh orang berzina.

Adapun pola dari macam kedua ialah berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan, bersetubuh ketika ihram.

Adapun pola dari macam yang ketiga ialah menyetubuhi seorang budak yang dimiliki bersama antara beliau dan orang lain, mencium orang asing dan berdua-duaan dengannya, masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan sarung, memakan daging bangkai, darah, babi dan yang sejenisnya. (I’lamul Muwaqqi’in juz II hal 183)

Adapun terkait dengan permasalahan orang-orang yang melampiaskan kepuasannya dengan menghayalkan orang lain maka ini termasuk zina maknawi. Untuk lebih jelasnya anda bisa baca dalam balasan sebelumnya di rubrik ini wacana “Berfantasi Saat Berhubungan Badan”.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Sumber :
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/apakah-onani-manstrubasi-termasuk-dosa-besar.htm

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel