Lelaki Anshar Dengan Tiga Anak Panah
Thursday, September 20, 2018
Edit
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, dia berkata, “Dalam suatu peperangan kami keluar bersama Rasulullah SAW menuju salah satu tempat orang musyrik. Kami berhasil menawan istri salah seorang di antara mereka, kemudian Rasulullah SAW kembali.
Tak usang kemudian, suami wanita tersebut datang, kemudian diceritakan kepadanya wacana keadaan yang terjadi. Suaminya bersumpah, bahwa ia tidak akan pulang ke rumah sehingga sanggup melukai para sahabat Nabi.
Ketika Rasulullah sedang dalam sebuah perjalanan, dia berhenti di suatu perkampungan kemudian bertanya, "Siapakah dua orang di antara kalian yang bersedia semoga nanti malam menjaga kami dari serangan musuh?" Seorang lelaki dari kaum Muhajirin dan seorang lelaki dari Anshar menjawab, "Kami berdua akan menjaga engkau, wahai Rasulullah."
Dua orang lelaki tersebut berangkat menuju ekspresi gang perkampungan tanpa disertai seorang pengawal pun. Lelaki Anshar bertanya kepada lelaki Muhajirin, "Kamu dulu yang akan berjaga kemudian saya ataukah saya dulu kemudian kamu?". Lelaki Muhajirin menjawab, "Kamu dulu saja. Aku belakangan." Lalu lelaki Muhajirin tidur, sedangkan lelaki Anshar mulai berdiri untuk qiyamullail, ia membaca ayat-ayat Al-Quran.
Di tengah-tengah membaca ayat Al-Quran di dalam qiyamullail itu, suami wanita musyrik tersebut datang. Ketika ia melihat ada seorang lelaki yang sedang berdiri (tidak tidur), ia menyangka niscaya dia pemimpin mereka. Lalu, dengan cepat ia mengambil panah dan melepaskan ke arah lelaki yang sedang shalat sampai mengenainya. Lelaki Anshar itu mencabutnya dan dia tidak bergeser sedikit pun, alasannya tidak ingin memutus bacaan Al-Qurannya.
Lalu suami wanita musyrik itu mengambil satu panah lagi dan dibidikkannya ke arah lelaki Anhsar, tetapi ia kembali mencabutnya tanpa tetapkan shalatnya dan bacaan al-Qurannya. Suami wanita musyrik itu mengulangi, untuk ketiga kalinya, melepas panah ke arah lelaki yang sedang berdiri melakukan qiyamullail. Ia kembali mencabut anak panah, meletakkannya dan melanjutkannya dengan rukuk dan sujud. Seusai shalat, lelaki Anshar itu membangunkan lelaki Muhajirin yang sedang tidur sambil berkata, "Bangun!, kini tiba giliranmu." Kemudian lelaki Muhajirin bangkit dan duduk.
Ketika suami wanita musyrik melihat ada dua orang berjaga, yang satu menolong kawannya, ia mengetahui bahwa nazarnya telah terpenuhi. Ternyata, dari badan lelaki Anshar itu mengalir darah alasannya terkena panah suami wanita musyrik tadi.
Lelaki Muhajirin berkata kepada kawannya, "Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni dosamu, mengapa kau tidak memberi tahu saya pada ketika panah pertama mengenai tubuhmu?"
Lelaki Anshar menjawab, "Ketika itu, saya tengah membaca salah satu surat Al-Quran dalam qiyamullail-ku. Aku enggan menghentikan bacaanku. Dan demi Allah, sekiranya saya bergeser, berusaha meninggalkan benteng pertahanan yang Rasulullah memerintahkan semoga dijaga, pastilah saya binasa sebelum saya menghentikan bacaan Al-Quranku tadi." (Shifatush Shofwah, 1/773)
Tak usang kemudian, suami wanita tersebut datang, kemudian diceritakan kepadanya wacana keadaan yang terjadi. Suaminya bersumpah, bahwa ia tidak akan pulang ke rumah sehingga sanggup melukai para sahabat Nabi.
Ketika Rasulullah sedang dalam sebuah perjalanan, dia berhenti di suatu perkampungan kemudian bertanya, "Siapakah dua orang di antara kalian yang bersedia semoga nanti malam menjaga kami dari serangan musuh?" Seorang lelaki dari kaum Muhajirin dan seorang lelaki dari Anshar menjawab, "Kami berdua akan menjaga engkau, wahai Rasulullah."
Dua orang lelaki tersebut berangkat menuju ekspresi gang perkampungan tanpa disertai seorang pengawal pun. Lelaki Anshar bertanya kepada lelaki Muhajirin, "Kamu dulu yang akan berjaga kemudian saya ataukah saya dulu kemudian kamu?". Lelaki Muhajirin menjawab, "Kamu dulu saja. Aku belakangan." Lalu lelaki Muhajirin tidur, sedangkan lelaki Anshar mulai berdiri untuk qiyamullail, ia membaca ayat-ayat Al-Quran.
Di tengah-tengah membaca ayat Al-Quran di dalam qiyamullail itu, suami wanita musyrik tersebut datang. Ketika ia melihat ada seorang lelaki yang sedang berdiri (tidak tidur), ia menyangka niscaya dia pemimpin mereka. Lalu, dengan cepat ia mengambil panah dan melepaskan ke arah lelaki yang sedang shalat sampai mengenainya. Lelaki Anshar itu mencabutnya dan dia tidak bergeser sedikit pun, alasannya tidak ingin memutus bacaan Al-Qurannya.
Lalu suami wanita musyrik itu mengambil satu panah lagi dan dibidikkannya ke arah lelaki Anhsar, tetapi ia kembali mencabutnya tanpa tetapkan shalatnya dan bacaan al-Qurannya. Suami wanita musyrik itu mengulangi, untuk ketiga kalinya, melepas panah ke arah lelaki yang sedang berdiri melakukan qiyamullail. Ia kembali mencabut anak panah, meletakkannya dan melanjutkannya dengan rukuk dan sujud. Seusai shalat, lelaki Anshar itu membangunkan lelaki Muhajirin yang sedang tidur sambil berkata, "Bangun!, kini tiba giliranmu." Kemudian lelaki Muhajirin bangkit dan duduk.
Ketika suami wanita musyrik melihat ada dua orang berjaga, yang satu menolong kawannya, ia mengetahui bahwa nazarnya telah terpenuhi. Ternyata, dari badan lelaki Anshar itu mengalir darah alasannya terkena panah suami wanita musyrik tadi.
Lelaki Muhajirin berkata kepada kawannya, "Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni dosamu, mengapa kau tidak memberi tahu saya pada ketika panah pertama mengenai tubuhmu?"
Lelaki Anshar menjawab, "Ketika itu, saya tengah membaca salah satu surat Al-Quran dalam qiyamullail-ku. Aku enggan menghentikan bacaanku. Dan demi Allah, sekiranya saya bergeser, berusaha meninggalkan benteng pertahanan yang Rasulullah memerintahkan semoga dijaga, pastilah saya binasa sebelum saya menghentikan bacaan Al-Quranku tadi." (Shifatush Shofwah, 1/773)