Perjanjian Aqabah 1 Dan 2

Kerasnya penolakan dan perlawanan Quraisy, mendorong Nabi Muhammad saw. melancarkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy. Dalam melaksanakan dakwah ini, Nabi Muhammad saw. tidak saja menemui mereka di Ka’bah pada ketika ekspresi dominan haji, ia juga mendatangi perkampungan dan daerah tinggal para kepala suku. Tanpa diketahui oleh seorang pun, Nabi Muhammad saw. pergi ke Taif. Di sana ia menemui Saqif dengan impian supaya ia dan masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. Saqif dan masyarakatnya menolak Nabi dengan kejam. Meski demikian Nabi berlapang dada dan meminta Saqif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke Taif supaya ia tidak mendapat aib dari orang Quraisy. Permintaan itu tidak dihiraukan oleh Saqif, bahkan ia menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir, dan melempari Nabi. Selain itu Nabi mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, dan Bani Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorang pun dari mereka yang mau menyambut dan mendengar dakwah Nabi. Bahkan, Bani Hanifah menolak dengan cara yang sangat buruk. Amir memberikan ambisinya, ia mau mendapatkan seruan Nabi dengan syarat kalau Nabi memperoleh kemenangan, kekuasaan harus berada di tangannya.

Pengalaman tersebut mendorong Nabi Muhammad saw. berkesimpulan bahwa mustahil lagi mendapat santunan dari Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Karena itu, Nabi Muhammad saw. mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar Mekah yang tiba berziarah setiap tahun ke Mekah. Jika ekspresi dominan ziarah tiba, Nabi Muhammad saw. pun mendatangi kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Tak berapa usang kemudian, gejala kemenangan tiba dari Yasrib (Madinah). Nabi Muhammad saw. bekerjsama punya kekerabatan emosional dengan Yasrib. Di sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari Bani  Najjar yang merupakan keluarga kakeknya, Abdul Muttalib dari pihak ibu. Karena itu, tidak mengherankan apabila di daerah ini kelak Nabi Muhammad saw. mendapat kemenangan dan Islam berkembang dengan amat pesat.

Yasrib merupakan kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berperang merebut kekuasaan. Hubungan Aus dan Khazraj dengan Yahudi menciptakan mereka mempunyai pengetahuan ihwal agama samawi. Inilah salah satu faktor yang menimbulkan kedua suku Arab tersebut lebih gampang mendapatkan kehadiran Nabi Muhammad saw. Ketika Yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Yasrib. Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj yang jadinya menjadikan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. Sejak ketika itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya terusir sanggup kembali tinggal di Yasrib. Aus dan Khazraj menyadari derita dan kerugian yang mereka alami akhir permusuhan mereka. Oleh lantaran itu, mereka setuju mengangkat Abdullah bin Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin. Namun, hal itu tidak terealisasi disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah pada ekspresi dominan ziarah (haji).

Kedatangan orang-orang Khazraj ke Mekah diketahui oleh Nabi Muhammad saw., dan ia pun segera menemui mereka. Setelah Nabi berbicara dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, mereka pun saling berpandangan dan salah seorang dari mereka berkata,“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan hingga mereka (Yahudi) mendahului kita.” Setelah itu, mereka kembali ke Yasrib dan memberikan informasi kenabian Muhammad saw.. Mereka menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka telah menganut Islam. Berita dan pernyataan yang mereka sampaikan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Pada ekspresi dominan ziarah tahun berikutnya, datanglah 12 orang penduduk Yasrib menemui Nabi Muhammad saw. di Aqabah. Di daerah ini mereka berikrar kepada Nabi yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Aqabah I. Pada Perjanjian Aqabah I ini, orang-orang Yasrib berjanji kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan atau di belakang, jangan menolak berbuat kebaikan. Siapa mematuhi semua itu akan mendapat pahala nirwana dan kalau ada yang melanggar, persoalannya kembali kepada Allah Swt.

Selanjutnya, Nabi menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al-Qurān, mengajarkan Islam serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk Yasrib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di Yasrib. Jika ekspresi dominan ziarah tiba, ia berangkat ke Mekah dan menemui Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuan itu, Mus’ab menceritakan perkembangan masyarakat muslim Yasrib yang tangguh dan kuat. Berita ini sungguh menggembirakan Nabi dan menjadikan keinginan dalam hati Nabi untuk hijrah ke sana.

Pada tahun 622 M, peziarah Yasrib yang tiba ke Mekah berjumlah 75 orang, dua orang di antaranya perempuan. Kesempatan ini dipakai Nabi melaksanakan pertemuan belakang layar dengan para pemimpin mereka. Pertemuan Nabi dengan para pemimpin Yasrib yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah
malam pada hari-hari Tasyriq (tidak sama dengan hari Tasyriq yang sekarang). Malam itu, Nabi Muhammad saw. ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul Mu¯alib (yang masih memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang Yasrib. Pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian Aqabah II. Pada malam itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu senang dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah Swt. ini kami tidak gentar terhadap ajukan dan celaan siapapun.”

Setelah masyarakat Yasrib menyatakan ikrar mereka, Nabi berkata kepada mereka, “Pilihkan buat aku dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang menjadi penanggung jawab masyarakatnya”. Mereka menentukan sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kepada dua orang itu, Nabi mengatakan, “Kalian ialah penanggung jawab masyarakat kalian ibarat pertangungjawaban pengikut-pengikut Isa bin Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertangung jawab.” Setelah ikrar selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang ditujukan kepada kaum Quraisy, “Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah berkumpul akan memerangi kamu!”. Semua kaget dan terdiam. Tiba-tiba Abbas bin Ubadah, salah seorang penerima ikrar, berkata kepada Nabi, “Demi Allah Swt. yang mengutus Anda menurut kebenaran, kalau Nabi mengizinkan, besok penduduk Mina akan kami ‘habisi’ dengan pedang kami.” Lalu, Nabi Muhammad saw. menjawab, “Kita tidak diperintahkan untuk itu, kembalilah ke kemah kalian!” Keesokan harinya, mereka berdiri pagi-pagi sekali dan segera bergegas pulang ke Yasrib.

Sumber : https://ceritateladanmuslim.blogspot.com/search?q=al-asmau-al-husna-al-akhir

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel