Hubungan Qawa’Id Fiqhiyah Dengan Fiqih, Ushul Fiqih Dan Qawa’Id Ushuliyyah

Qawaid Fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh dan qawa'id fiqhiyah tidak sanggup dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih, sebab intinya yang menjadi pokok pembicaraan yaitu fiqih.

Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah yaitu ilmu-ilmu yang berbicara ihwal fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid usuliyah tersebut yaitu fiqih.

Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafi'iyyah, ushul fiqih yaitu :

معرفة دلا ئل الفقه اجمالا وكيفية الستفادة منها وحال المستفيد

“Pengetahuan secara global ihwal dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan (syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”

Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
1. Dalil (sumber hukum)
2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian aturan dari sumbernya.
3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) aturan dan sumbernya.

Dengan demikian, ushul fiqih yaitu sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber aturan dan metode penggalian (istinbath) aturan dari dalil atau sumbernya. Metode penggalian aturan dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber aturan itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Makara fiqih yaitu produk operasional ushul fiqih. Sebuah aturan fiqih tidak sanggup dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dab sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih.

Misalnya aturan wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi

واقيموا الصلاة وءاتواالزكوة  .......

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat ...”

Firman Allah diatas berbentuk perintah yang berdasarkan ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya menerangkan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( الاصل فى الامر للوجوب).

Disamping itu qawaid fiqhiyah sanggup dijadikan sebagai kerangka contoh dalam mengetahui aturan perbuatan seorang mukalaf. Ini sebab dalam menjalanklan aturan fiqih adakala mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan sempurna pada waktunya.

Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya menerima halangan, contohnya ia diancam bunuh kalau mengerjakan shalat sempurna pada waktunya. Dalam kasus ibarat ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya sebab jiwanya terancam. Hukum  boleh ini sanggup ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan memakai qaidah :”الضرار يزال“ ancaman wajid dihilangkan. Ini yaitu salah satu perbedaan antara qawaid ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil aturan (nash al-Qur’an dan sunah) dan aturan syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji perbuatan mukalaf dan aturan syarak.

Demikianlah hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah. Hukum syarak (fiqih) yaitu aturan yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya memakai qawaid ushuliyah. Hukum syarak (fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih gampang difahami dan identfikasi. (Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), h. 32-35.)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal hubungan qawa’id fiqhiyah dengan fiqih, ushul fiqih dan qawa’id ushuliyyah. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel