Pengertian Dan Dasar Aturan Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Fikirkanlah, jikalau seseorang berjalan di muka bumi ini, maka pada umumnya hal itu dilakukan dalam rangka menjalankan kegiatan, contohnya suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam AlQur'an surat Al-Muzzammil, ayat ke-20 yang artinya :
"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bekerjsama kau bangun (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah memutuskan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kau sekali-kali tidak sanggup memilih batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi dispensasi kepadamu, alasannya ialah itu bacalah apa yang gampang (bagimu) dari Al-Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kau orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang gampang (bagimu) dari Al-Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah tunjangan kepada Allah tunjangan yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kau perbuat untuk dirimu pasti kau memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai jawaban yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Mudharabah biasa disebut juga qiraadh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti al-qath’u (sepotong), alasannya ialah pemilik modal menyisihkan sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan pemilik modal tersebut berhak mendapat bab dari keuntungannya.

Pengertian dan Dasar Hukum Mudharabah

Apa pengertian dan dasar aturan mudharabah? Mudharabah merupakan kesepakatan kolaborasi perjuangan antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan modal (Shahibul mal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau pengusaha (mudharrib). Keuntungan perjuangan secara mudharabah dibagi berdasarkan kesepakatan yang dituangkan sebelumnya dalam kontrak, namun apabila mengalami kerugian, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akhir kelalaian mudharrib. Seandainya kerugian itu diakibatkan alasannya ialah kecurangan atau kelalaian mudharrib, ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

 jikalau seseorang berjalan di muka bumi ini Pengertian dan Dasar Hukum MudharabahKontrak bagi hasil disepakati di sebelumnya sehingga bila terjadi keuntungan, pembagiannya akan mengikuti perhanjian yang tercantum dalam kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan, kontrak bagi balasannya ialah 60:40, di mana mudharrib mendapatkan 60% dari keuntungan, sedangkan Shahibul mal mendapat 40% dari keuntungan.

Mudharabah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu (1) mudharabah muthlaqah dan (2) mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah merupakan bentuk kolaborasi antara pemilik modal dan pengelola yang mempunyai cakupan sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan tempat bisnis. Mudharabah muqayyadah ialah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yakni perjuangan yang akan dijalankan dengan dibatasi oleh jenis perjuangan tertentu, waktu, atau tempat usaha.

Islam mensyariatkan kesepakatan kolaborasi Mudharabah untuk memudahkan manusia, alasannya ialah sebagian dari mereka mempunyai harta namun tidak bisa mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak mempunyai harta namun mereka mempunyai kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat Islam memperbolehkan kolaborasi ini biar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. Pemilik modal memanfaatkan keahlian Mudhorib (pengelola) dan Mudhorib memanfaatkan harta dan dengan demikian terjadilah kolaborasi harta dan amal. Allah tidak mensyariatkan satu kesepakatan kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan. (Fiqhus Sunnah, karya Sayyid Sabiq hlm.221).


Mudharabah hukumnya mubah (boleh), dasar  hukum mudharabah berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadist berikut:

a. Al-Qur’an

Firman Allah: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kau orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah..”. (QS. al-Muzzammil: 20)

Firman Allah: “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” (QS. al-Ma’idah: 1)

Firman Allah: “Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”. (QS. Al-Baqarah: 283)

b. Al-Hadits

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Muthallib (paman Nabi) jikalau menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya biar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli binatang ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, dia membenarkannya.” (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra (6/111))

Shuhaib radhiyallahu anhu berkata: Rasulullahbersabda: “Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel