Mempertahankan Kejujuran Sebagai Cermin Kepribadian
Monday, September 17, 2018
Edit
Cermati gambar dan wacana berikut!
Kisah berikut ini mungkin sanggup menginspirasi dan memotivasi kita biar selalu mempertahankan kejujuran dalam segala kondisi. Suatu ketika, Wasilah ibn Iqsa, salah seorang sobat Rasulullah saw. sedang berada di pasar ternak. Saat itu ia sedang menyaksikan seseorang akan membeli seekor unta dan sedang melaksanakan tawar-menawar. Akhirnya unta itu dibeli dengan harga 300 dirham, dan si pembeli menuntun unta yang telah dibelinya.
Wasilah bergegas menghampiri si pembeli tersebut seraya bertanya, “Apakah unta yang engkau beli itu untuk disembelih atau sebagai tunggangan?” Si pembeli menjawab, “Unta ini untuk dikendarai.” Lalu Wasilah menunjukkan nasihat bahwa unta itu tidak akan tahan usang jikalau ditunggangi alasannya yaitu di kakinya ada lubang alasannya yaitu cacat. Pembeli itu pun bergegas kembali menemui si penjual dan menggugatnya sampai kesannya terjadi pengurangan harga 100 dirham.
Si penjual merasa jengkel kepada Wasilah seraya mengatakan, “Semoga engkau dikasihi Allah Swt., dan jual-beliku telah engkau rusak.” Mendengar ucapan tersebut, Wasilah berkata, “Kami sudah berbai’at kepada Rasulullah saw. untuk berlaku jujur kepada setiap muslim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, ‘Tiada halal bagi siapa pun yang menjual barangnya kecuali dengan menjelaskan cacatnya, dan tiada halal bagi yang mengetahui itu kecuali menjelaskannya.’ (H.R. Hakim, Baihaki, dan Muslim dari Wasilah).” Itulah nilai-nilai dari kejujuran, walaupun berisiko, namun tetap harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran sangat gampang diucapkan oleh setiap orang, tetapi sedikit sekali yang sanggup menerapkannya.
Berbagai cara dilakukan orang untuk memenuhi harapan dan kebutuhan hidupnya. Ada yang melaksanakan cara-cara yang memang seharusnya ditempuh dengan memotivasi diri dengan bekerja keras dan menaati aturan yang ada. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menempuh cara-cara yang bertentangan dengan aturan dan aturan yang berlaku, baik itu aturan agama maupun peraturan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah. Mereka jauh dari nilai-nilai kejujuran. Bagi mereka, cara apa pun boleh dilakukan, yang penting tujuannya tercapai.
Berani jujur itu hebat! yaitu sebuah slogan yang ketika ini marak disuarakan oleh para pencetus penggiat antikorupsi untuk mendukung kerja Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya “menangkap” para koruptor. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, semenjak dibentuknya KPK, sudah banyak penjahat “kerah putih” yang menggerogoti uang rakyat tertangkap oleh KPK. Mereka sudah memperoleh jabatan yang tinggi dengan segenap akomodasi yang diberikan oleh negara, tetapi masih saja melaksanakan praktik-praktik kotor dengan cara memanipulasi, menggelembungkan harga belanja barang, laporan keuangan fiktif dan sebagainya. Namun demikian, memang tidak semua pejabat berperilaku menyerupai itu. Banyak juga di antara pejabat di negeri ini yang masih mempunyai hati nurani dengan berperilaku jujur dan amanah. Mereka hidup bersahaja dengan penghasilan yang cukup dan sah diberikan oleh negara.
Korupsi dimulai dari sikap yang tidak jujur yang mungkin sudah sering dilakukan semenjak kecil, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Analisislah apa saja perbuatan yang sering dilakukan sebagai perbuatan tidak jujur, baik di lingkungan keluarga, kerja, sekolah, maupun masyarakat! Apa saja upaya yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut?
Mulai ketika ini marilah kita coba untuk mempertahankan kejujuran sebagai cermin kepribadian kita.
Kisah berikut ini mungkin sanggup menginspirasi dan memotivasi kita biar selalu mempertahankan kejujuran dalam segala kondisi. Suatu ketika, Wasilah ibn Iqsa, salah seorang sobat Rasulullah saw. sedang berada di pasar ternak. Saat itu ia sedang menyaksikan seseorang akan membeli seekor unta dan sedang melaksanakan tawar-menawar. Akhirnya unta itu dibeli dengan harga 300 dirham, dan si pembeli menuntun unta yang telah dibelinya.
Wasilah bergegas menghampiri si pembeli tersebut seraya bertanya, “Apakah unta yang engkau beli itu untuk disembelih atau sebagai tunggangan?” Si pembeli menjawab, “Unta ini untuk dikendarai.” Lalu Wasilah menunjukkan nasihat bahwa unta itu tidak akan tahan usang jikalau ditunggangi alasannya yaitu di kakinya ada lubang alasannya yaitu cacat. Pembeli itu pun bergegas kembali menemui si penjual dan menggugatnya sampai kesannya terjadi pengurangan harga 100 dirham.
Si penjual merasa jengkel kepada Wasilah seraya mengatakan, “Semoga engkau dikasihi Allah Swt., dan jual-beliku telah engkau rusak.” Mendengar ucapan tersebut, Wasilah berkata, “Kami sudah berbai’at kepada Rasulullah saw. untuk berlaku jujur kepada setiap muslim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, ‘Tiada halal bagi siapa pun yang menjual barangnya kecuali dengan menjelaskan cacatnya, dan tiada halal bagi yang mengetahui itu kecuali menjelaskannya.’ (H.R. Hakim, Baihaki, dan Muslim dari Wasilah).” Itulah nilai-nilai dari kejujuran, walaupun berisiko, namun tetap harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran sangat gampang diucapkan oleh setiap orang, tetapi sedikit sekali yang sanggup menerapkannya.
Mempertahankan Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian
Berbagai cara dilakukan orang untuk memenuhi harapan dan kebutuhan hidupnya. Ada yang melaksanakan cara-cara yang memang seharusnya ditempuh dengan memotivasi diri dengan bekerja keras dan menaati aturan yang ada. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menempuh cara-cara yang bertentangan dengan aturan dan aturan yang berlaku, baik itu aturan agama maupun peraturan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah. Mereka jauh dari nilai-nilai kejujuran. Bagi mereka, cara apa pun boleh dilakukan, yang penting tujuannya tercapai.
Berani jujur itu hebat! yaitu sebuah slogan yang ketika ini marak disuarakan oleh para pencetus penggiat antikorupsi untuk mendukung kerja Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya “menangkap” para koruptor. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, semenjak dibentuknya KPK, sudah banyak penjahat “kerah putih” yang menggerogoti uang rakyat tertangkap oleh KPK. Mereka sudah memperoleh jabatan yang tinggi dengan segenap akomodasi yang diberikan oleh negara, tetapi masih saja melaksanakan praktik-praktik kotor dengan cara memanipulasi, menggelembungkan harga belanja barang, laporan keuangan fiktif dan sebagainya. Namun demikian, memang tidak semua pejabat berperilaku menyerupai itu. Banyak juga di antara pejabat di negeri ini yang masih mempunyai hati nurani dengan berperilaku jujur dan amanah. Mereka hidup bersahaja dengan penghasilan yang cukup dan sah diberikan oleh negara.
Korupsi dimulai dari sikap yang tidak jujur yang mungkin sudah sering dilakukan semenjak kecil, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Analisislah apa saja perbuatan yang sering dilakukan sebagai perbuatan tidak jujur, baik di lingkungan keluarga, kerja, sekolah, maupun masyarakat! Apa saja upaya yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut?
Mulai ketika ini marilah kita coba untuk mempertahankan kejujuran sebagai cermin kepribadian kita.