Biografi Singkat Al-Hallaj (Husein Bin Mansur Al-Hallaj)
Tuesday, July 21, 2020
Edit
Al-Hallaj ini mempunyai nama lengkap Husein bin Mansur al-Hallaj. Lahir pada tahun 244 H atau 858 M di salah satu kota kecil Persia, yakni kota Baidha. Masa kecilnya ia habiskan di kota Wasiṭ bersahabat dengan Bagdadsampai usia 16 tahun. Diusia 16 ini ia mulai meninggalkan kota Wasith untuk menuntut ilmu kepada seorang Sufi besar dan terkenal, yakni Sahl bin Abdullah al-Tustur di negri Ahwaz.
Kemudian sesudah berguru di negri Ahwaz ia pergi ke Bashrah dan berguru kepada Amr al-Makki. pada tahun 264 H. ia melanjutkan belajarnya kepada al-Junaid di kota Baghdad yang merupakan seorang sufi besar pula. Selain besar keinginannya mempelajari ilmu kepada tokoh-tokoh sufi besar dan terkenal, ia juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga kali. Dari sini terang tidak diragukan bahwa pengetahuan wacana ajaran-ajaran tasawuf tidak diragukan.
Ketika datang di makkah pada tahun 897 M, ia tetapkan mencari jalan sendiri untuk bersatu dengan Tuhan, pada tahun ini sanggup dikatakan al-Hallaj tealah memulai pemikiran-pemikirannya wacana bagaiman menyatu dengan Tuhan. Namun sesudah ia menemukan cara bersatu dengan Tuhan dan memberikan ajaranya kepada orang lain, ia justru dianggap sebagai orang gila, bahkan diancam oleh pengusa Mekah untuk dibunuh, yang kesannya bahaya tersebut membawanya untuk kembali ke Baghdad.
Dalam perjalanan hidupnya yang dihiasi buah hasil pemikiranpemikirannya di bidang tasawuf, ia sering keluar masuk penjaran tanggapan konflik dengan ulama fikih, konflik tersebut dipicu oleh pikiran-pikiran al Hallaj yang dianggap ganjil. Ulama fikih yang sangat besar pengaruhnya alasannya ialah fatwanya untuk memberantas dan membantah ajaran-ajaran al Hallaj. sehingga ia ditangkap dan dipenjara ialah Ibn Daud al-Isfahani. Tetapi sesudah satu tahun dalam pejara, ia sanggup meloloskan diri atas pemberian seorang sipir penjara.
Untuk mencari pengamanan atas dirinya, dari bagdad ia melarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Kurang lebih empat tahun bersembunyi di kota tersebut, dan tetap tidak mengubah pendiriannya wacana ajaran-ajarannya, kesannya ia ditangkap kembali dan dipenjarakan selama delapan tahun.
Meskipun telah usang hidup dalam penjara, tidak sedikitpun terkurangi pendiriannya atas ajaran-ajarannya tersebut. Sehingga pada tahun 309 H/921 M mengharuskan para ulama di bawah pengawasan kerajaan Bani Abbas, masa Khalifah Mu’tashim Billah, untuk mengadakan persidangan yang menghasilkan hukumam mati pada al-Hallaj pada tanggal 18 Ẓulhijjah di tahun yang sama.
Ajaran al-Hallaj.
Pokok dari pemikiran al-ḥulul ialah pertama, diri insan tidak hancur, kedua ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Helbert W. Mason beropini al-hulul ialah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Akan tetapi, dalam kesimpulannya, konsep hulul al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sebanarnya. Menurutt Nashiruddin at-Thusiy, al-hulul ialah paham yang menyampaikan bahwa Tuhan menentukan badan insan tertentu untuk mengambil kawasan di dalamnya sesudah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam badan itu dilenyapkan.
Sesungguhnya Allah Swt, menentukan jasad-jasad (tertentu) dan menempatkannya dengan makna ketuhanan sesudah menghilangkan sifat sifat kemanusiaan. Menurut filsafat al-Hallaj, Allah Swt., mempunyai dua alam atau sifat dasar, yaitu al-lahut (ketuhanan) dan an-nasut (kemanusiaan). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat kemanusiaan, ia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.
Selanjutnya, dalam menguraikan kesatuan al-lahut dan an-nasut atau antara roh ilahiyah dan roh insaniyah, al-Hallaj memakai istilah alhulul dalam pengertian Islam.
Dalam menafsirkan ayat wacana penciptaan Adam, berdasarkan al Hallaj, insan juga mempunyai sifat ketuhanan. Pendapat al-Hallaj ini juga dipertegas dengan ayat al-Qur’an :
Artinya: “Dan (ingatlah) saat Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kau kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ialah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Baqarah :34)
Menurutnya, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, alasannya ialah pada diri Adam Allah telah bersemayam. Keyakinan bahwa Allah telah bersemayam dalam diri Adam ini juga didasari dari sebuah hadis yang sangat kuat di kaangan Sufi, yakni : “Tuhan membuat Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.
Dari ayat dan hadist tersebut, al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri insan mempunyai sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusian (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada pada diri insan sanggup bersatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan, maka terjadilah Hulul, numun untuk mencapai pada tingkatan tersebut, insan harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui proses al-fana.
Kemudian sesudah berguru di negri Ahwaz ia pergi ke Bashrah dan berguru kepada Amr al-Makki. pada tahun 264 H. ia melanjutkan belajarnya kepada al-Junaid di kota Baghdad yang merupakan seorang sufi besar pula. Selain besar keinginannya mempelajari ilmu kepada tokoh-tokoh sufi besar dan terkenal, ia juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga kali. Dari sini terang tidak diragukan bahwa pengetahuan wacana ajaran-ajaran tasawuf tidak diragukan.
Ketika datang di makkah pada tahun 897 M, ia tetapkan mencari jalan sendiri untuk bersatu dengan Tuhan, pada tahun ini sanggup dikatakan al-Hallaj tealah memulai pemikiran-pemikirannya wacana bagaiman menyatu dengan Tuhan. Namun sesudah ia menemukan cara bersatu dengan Tuhan dan memberikan ajaranya kepada orang lain, ia justru dianggap sebagai orang gila, bahkan diancam oleh pengusa Mekah untuk dibunuh, yang kesannya bahaya tersebut membawanya untuk kembali ke Baghdad.
Dalam perjalanan hidupnya yang dihiasi buah hasil pemikiranpemikirannya di bidang tasawuf, ia sering keluar masuk penjaran tanggapan konflik dengan ulama fikih, konflik tersebut dipicu oleh pikiran-pikiran al Hallaj yang dianggap ganjil. Ulama fikih yang sangat besar pengaruhnya alasannya ialah fatwanya untuk memberantas dan membantah ajaran-ajaran al Hallaj. sehingga ia ditangkap dan dipenjara ialah Ibn Daud al-Isfahani. Tetapi sesudah satu tahun dalam pejara, ia sanggup meloloskan diri atas pemberian seorang sipir penjara.
Untuk mencari pengamanan atas dirinya, dari bagdad ia melarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Kurang lebih empat tahun bersembunyi di kota tersebut, dan tetap tidak mengubah pendiriannya wacana ajaran-ajarannya, kesannya ia ditangkap kembali dan dipenjarakan selama delapan tahun.
Meskipun telah usang hidup dalam penjara, tidak sedikitpun terkurangi pendiriannya atas ajaran-ajarannya tersebut. Sehingga pada tahun 309 H/921 M mengharuskan para ulama di bawah pengawasan kerajaan Bani Abbas, masa Khalifah Mu’tashim Billah, untuk mengadakan persidangan yang menghasilkan hukumam mati pada al-Hallaj pada tanggal 18 Ẓulhijjah di tahun yang sama.
Ajaran al-Hallaj.
Pokok dari pemikiran al-ḥulul ialah pertama, diri insan tidak hancur, kedua ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Helbert W. Mason beropini al-hulul ialah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Akan tetapi, dalam kesimpulannya, konsep hulul al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sebanarnya. Menurutt Nashiruddin at-Thusiy, al-hulul ialah paham yang menyampaikan bahwa Tuhan menentukan badan insan tertentu untuk mengambil kawasan di dalamnya sesudah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam badan itu dilenyapkan.
Sesungguhnya Allah Swt, menentukan jasad-jasad (tertentu) dan menempatkannya dengan makna ketuhanan sesudah menghilangkan sifat sifat kemanusiaan. Menurut filsafat al-Hallaj, Allah Swt., mempunyai dua alam atau sifat dasar, yaitu al-lahut (ketuhanan) dan an-nasut (kemanusiaan). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat kemanusiaan, ia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.
Selanjutnya, dalam menguraikan kesatuan al-lahut dan an-nasut atau antara roh ilahiyah dan roh insaniyah, al-Hallaj memakai istilah alhulul dalam pengertian Islam.
Dalam menafsirkan ayat wacana penciptaan Adam, berdasarkan al Hallaj, insan juga mempunyai sifat ketuhanan. Pendapat al-Hallaj ini juga dipertegas dengan ayat al-Qur’an :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah) saat Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kau kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ialah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Baqarah :34)
Menurutnya, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, alasannya ialah pada diri Adam Allah telah bersemayam. Keyakinan bahwa Allah telah bersemayam dalam diri Adam ini juga didasari dari sebuah hadis yang sangat kuat di kaangan Sufi, yakni : “Tuhan membuat Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.
Dari ayat dan hadist tersebut, al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri insan mempunyai sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusian (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada pada diri insan sanggup bersatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan, maka terjadilah Hulul, numun untuk mencapai pada tingkatan tersebut, insan harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui proses al-fana.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana biografi singkat Al-Hallaj (Husein bin Mansur al-Hallaj). Sumber Buku Akhlak Kelas XI MA Hal 143-146 Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.