Cara Mengapresiasi, Melestarikan Tradisi Dan Upacara Watak Kesukuan Nusantara

1. Cara Mengapresiasi Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara merupakan akulturasi antara anutan Islam dan etika istiadat yang ada di Nusantara. Tradisi Islam di Nusantara juga merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama waktu itu. Mereka tidak menghapus secara total etika istiadat yang ada, melainkan mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam etika istiadat tersebut. Sehingga masyarakat tidak merasa kehilangan etika istiadatnya dan anutan Islam sanggup dengan gampang diterima.

Dengan demikian, tradisi Islam di Nusantara bukanlah anutan Islam yang harus diamalkan tetapi merupakan metode dakwah biar Islam dengan gampang berkembang.

Berkat kearifan tokoh-tokoh penyebar Islam dalam mengelola percampuran antara syariat Islam dengan budaya lokal, maka banyak dihasilkan sebuah karya seni yang indah dan merupakan alat sosialisasi yang jago serta metode dakwah yang paling efektif.

2. Cara melestarikan tradisi dan upacara etika kesukuan Nusantara.
Seseorang akan menerima pahala kebaikan berlipat ganda, berdasar hadits Nabi saw, Dari Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu dari Rasulullah Saw, dia bersabda memberikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Allah Swt. Dia berfirman,

“Sesungguhnya Allah mencatat semua amal kebaikan dan keburukan”.

Kemudian Beliau menjelaskan. “Maka barang siapa telah berniat untuk berbuat suatu kebaikan, tetapi tidak melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu amal kebaikan. Jika ia berniat baik kemudian ia melakukannya, maka Allah mencatatnya berupa sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan masih dilipat gandakan lagi. Dan barang siapa berniat amal keburukan namun tidak melakukannya, Allah akan mencatatnya sebagai amal kebaikan yang utuh, dan bila ia berniat dan melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu amal keburukan.” (HR. Bukhori dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya dengan redaksi tersebut)
Baca Juga : 
Bertekad besar lengan berkuasa dan hukumnya.
Seseorang yang bertekad besar lengan berkuasa untuk mengamalkan sesuatu, tidak akan terlepas dari enam keadaan berikut ini:

a. Bertekad dalam kebaikan dan mengamalkannya. Baginya pahala sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga tak berhingga.

b. Bertekad dalam kebaikan dan batal mengamalkannya. Baginya pahala satu kebaikan.

c. Bertekad dalam kejelekan dan mengamalkannya. Baginya dosa satu kejelekan.

d. Bertekad dalam kejelekan dan gagal mengamalkannya alasannya ialah terhalang sesuatu. Baginya dosa satu kejelekan.

e. Bertekad dalam kejelekan dan membatalkannya alasannya ialah Alloh. Baginya pahala satu kebaikan.

f. Bertekad dalam kejelekan dan batal mengamalkannya alasannya ialah hilang selera, misalnya. Baginya tidak pahala dan tidak juga dosa.

Dengan demikian, melestarikan budaya Islami dalam kehidupan kita sehari-hari merupakan suatu kewajiban bagi kita selaku ummat Islam, alasannya ialah menjadi bab dari syiar Islam. Misalnya; tradisi Islam yang berkaitan kelahiran anak hingga masuk usia dewasa, bahkan dikala meninggal, memperingati hari besar Islam dan sebagainya.

3. Cara merubah tradisi dan upacara etika kesukuan yang negatif di Nusantara.
Suatu kewajiban memberantas kemungkaran, menurut hadits Nabi saw dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jikalau tidak mampu, maka dengan lisannya; jikalau ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu ialah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Kedudukan Hadits.
Hadits ini sangat penting dalam menjelaskan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.

Kemungkaran ialah semua yang dinilai buruk oleh syariat, yaitu yang hukumnya haram. Kemungkaran yang diubah ialah yang terlihat mata atau yang sejajar dengan kedudukan mata, dan mengubahnya dikala melihat kemungkaran tersebut. Kemungkaran yang tidak terlihat mata tapi diketahui masuk dalam pembahasan nasihat. Dan yang diubah ialah kemungkarannya. Adapun pelakunya maka dilema tersendiri.

Mengubah kemungkaran tidak sama dengan menghilangkan kemungkaran. Oleh alasannya ialah itu telah dikatakan mengubah kemungkaran jikalau telah mengingkarinya dengan lisannya atau hatinya, walaupun tidak menghilangkan kemungkaran itu dengan tangannya.

Batasan kewajiban mengubah kemungkaran terikat dengan kemampuan atau dugaan kuat. Artinya, jikalau seorang mempunyai kemampuan untuk menghilangkan kemungkaran dengan tangan maka wajib untuk menghilangkan dengan tangannya.

Demikian juga jikalau diduga besar lengan berkuasa pengingkaran dengan ekspresi akan berfaedah maka wajib mengingkari dengan lisannya. Adapun pengingkaran dengan hati maka wajib bagi semuanya, alasannya ialah setiap muslim niscaya bisa untuk mengingkari dengan hatinya. Mengingkari dengan hatinya yaitu, meyakini keharaman kemungkaran yang dia lihat dan membencinya.

Demikian halnya merubah budaya yang tidak Islami memerlukan metode dakwah sesuai dengan memperhatikan target dan waktu serta media yang tepat. Sebagaimana yang telah dilakukan para walisongo berdakwah melalui media dongeng pewayangan yang bernafaskan Islam, sehingga dakwahnya diterima oleh masyarakat setempat dan kesannya mengalami keburhasilan.

4. Manfaat tradisi dan upacara etika kesukuan di Nusantara.
Adanya tradisi dan upacara etika kesukuan di Nusantara merupakan bab dari khazanah budaya bangsa yang mencerminkan prilaku bangsa. Dari sini menunjukkan, bahwa banyaknya tradisi dan etika istiadat yang kita miliki menuntut kepedulian kita dalam memelihara dan mewarnainya, sehinga penghargaan terhadap budaya akan tumbuh dan berkembang maju untuk membendung gencarnya budaya absurd yang merusak budaya bangsa khususnya etika ketimuran.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal Cara mengapresiasi, melestarikan tradisi dan upacara etika kesukuan Nusantara. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel