Isi Kandungan Al-Qur'an Surat An-Nahl Ayat 125 Wacana Kewajiban Berdakwah
Tuesday, August 11, 2020
Edit
Dakwah merupakan kewajiban bagi umat Muslim, dengan memperhatikan obyek/sasaran dakwah (mad’u), pelaku dakwah (da’i), tujuan dakwah, bahan yang didakwahkan, media dakwahnya dan sarana dakwah.
Al-Qur'an Surat An-Nahl: 125.
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan pesan tersirat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui ihwal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
Memahami Isi Kandungan Qur'an Surat An-Nahl Ayat 125.
Menurut Yunahar Ilyas bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah ialah metode tang tepat. Rasulullah Saw sangat berhasil dalam berdakwah lantaran ia sanggup memberikan pesan yang sempurna kepada orang yang sempurna dengan cara yang sempurna pada waktu yang tepat. Dalam bahasa al-Qur’an metode yang sempurna itu ialah bil-hikmah wal mau’izhah al-hasanah, yang difirmankan oleh Allah Swt dalam QS. An-Nahl: 125 di atas.
Metode Dakwah.
Ada beberapa metode dakwah yang dijelaskan oleh ayat tersebut,
Pertama, yaitu Metode bil pesan tersirat artinya bin-nash wal ‘aqli (menggunakan nash dan akal), Dakwah tetap mengacuh kepada nash (al-Qur’an dan Sunnah) tapi memakai nalar dlaam memilih pemilihan terhadap nash mana yang akan disampaikan lebih dahulu (menyangkut tahapan dan silabi dakwah), bagaimana menyampaikannya (media dan cara yang digunakan) yang sesuai dengan keadaan target dakwah.
Kedua, Metode ma’uidhah hasanah yaitu berdakwah dengan nasehat-nasehat yang baik yang diungkapkan dengan bahasa yang gampang dipahami masyarakat dan menurut realitas kehidupan masyarakat yang dikemas dalam bahasa yang santun dan menyentuh hati masyarakat.
Ketiga, Metode berdebat yaitu berdakwah dengan cara berdebat, ini dilakukan terutama bagi kalangan intelektual atau orangorang terdidik yang berfikiran logis. Maka anutan Islam harus bisa dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi yang logis dan rasional. Islam menuntunkan hendaknyadalam berdebat itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh kesantuan tanpa ada tendensi menyerang lawan dialog. Tujuanya ialah menjelaskan kebenaran dan mencari kebenaran menurut tuntunan Allah Swt.
Ayat ini juga menegaskan ihwal orang yang enggan mendapatkan undangan dakwah, disebut sebagai orang yang tersesat dari jalan kebenaran Allah Swt. Karena itulah, kiprah berdakwah itu memberikan pesan-pesan ilahi, dilakukan sepanjang masa, dihentikan berputus asa kalau ada orang yang tidak mau mengikuti undangan dakwahnya.
Tugas seorang Muslim hanya lah mendakwahkan, sedang yang memperlihatkan hidayah ialah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Semakin sering seseorang itu didakwahi maka kesempatan mendapatkan hidayah Allah Swt semakin dekat. Karena itu dibutuhkan semangat yang tinggi, ilmu yang luas dan pergaulan yang baik supaya dakwah berjalan dengan baik.
Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam memilih tahapan dakwah, contohnya sebagian jago membagi lima tahapan dakwah:
1). Tahapan penyampaian pesan (marhalah tablîgh)
2). Tahapan pengajaran (marhalah ta’lîm)
3). Tahapan training (marhalah takwin)
4). Tahapan pengornasiaan (marhalah tanzhîm)
5) Tahapan pelaksanaan (marhalah tanfizh)
Dalam tahapan-tahapan di atas sanggup dilihat bahwa tabligh merupakan tahap awal dari acara dakwah secara keseluruhan. Untuk sanggup berhasil mengajak mad’u (obyek/sasaran dakwah) memahami dan mengamalkan anutan Islam dalam seluruh aspek kehidupannya masih dibutuhkan lagi beberapa tahap berikut sehabis tabligh.
Sungguh sangat keliru kalau seorang da’i (orang yang berdakwah) menganggap tabligh ialah satu-satunya cara, atau menyebabkan tabligh terlepas sama sekali dari tahapan lainnya. Oleh alasannya ialah itu acara dakwah tidak sanggup dilakukan secara sendirian, tetapi harus bahu-membahu (berjamaah atau berorganisasi) sehingga tahapan-tahapan dakwah tersebut sanggup dijalankan secara bersiklus dan bertahap.
Sedangkan penentuan media yang dipakai sanggup diubahsuaikan dengan kemampuan dan kemudahan yang ada serta keperluhan dan kemampuan penerimaan target dakwah. Apakah akan memakai media tradisional (ceramah dan khutbah) atau multi media baik elektronik maupun audiovisual.
Apapun metode yang diikuti, selain mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, dihentikan dilupakan ialah bahwa semua metode yang dipakai tidakboleh menyimpang atau bertentangan dengan nash al-Qur’an dan Sunnah. Dalam berdakwah sekalipun, tujuan tetap tidak menghalalkan segala cara. Harus tetap mengedepankan cara-cara yang dituntunkan oleh al-Qur’an.
Sedangkan yang terkait dengan pelaku dakwah, yaitu da’i harus mempunyai kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi da’i ialah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan sikap serta ketrampilan tertentu yang harus ada pada diri da’i, supaya dia sanggup melaksanakan fungsinya dengan memadai. Kompetensi itu ada yang bersifat subtantif dan ada yang bersifat metodologis.
Kompetensi substansif seorang da’i adalah:
1. Pemahaman agama Islam secara cukup, sempurna dan benar
2. Memiliki al-akhlaq al-karimah.
3. Memiliki perkembangan pengetahuan umum yang relative luas
4. Pemahaman hakekat dakwah
5. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik, dan
6. Mempunyai rasa ikhlah li wajhillah (mencari ridha Allah)
Adapun kompetensi metodologis da’i adalah:
1. Kemampuan melaksanakan identifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi, baik tingkat indivu maupun tingkat masyarakat.
2. Kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya.
3. Kemampan menyusun langkah perencanaan yang benar-benar sanggup diharapkan menuntaskan problem masyarakat atau menjawab permasalahan dakwah yang ada.
4. Kemampuan untuk merealisasikan perencaan dalam pelaksanaan acara dakwah.
Kedua kompetensi tersebut penting untuk dimiliki bagi bagi seorang da’i supaya tujuan dakwah bisa tercapai dengan baik. Apa tujuan dakwah itu?
Menurut Sukriyanto AR, Tujuan dakwah ialah mempertemukan kembali fitrah insan dengan agama atau menyadarkan insan supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan anutan Islam sehingga menjadi orang baik. Menjadikan orang baik itu berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan.
Oleh lantaran itu, bahwasanya dakwah bukan acara mencari atau menambah pengikut, tetapi acara mempertemukan fitrah insan dengan Islam atau menyadarkan orang yang didakwahi ihwal perlunya bertauhid dan berperilaku baik. Semakin banyak yang sadar (beriman dan berakhlak al-karimah) masyarakat akan semakin baik.
Artinya tujuan dakwah bukan memperbanyak pengikut, tetapi memperbanyak orang yang sadar kepada kebenaran Islam, masyarakat atau dunia akan menjadi semakin baik dan semakin tenteram. Karena itu, dakwah harus dilandasi cinta kasih pada sesama insan untuk menyelematkan insan dari kesesatan dan penderitaan.
Bagi seorang Da’i yang kalau melihat orang belum beriman, berislam dan berihsan, dihentikan benci dan marah, tetapi harus prihatin. Karena kalau orang itu selalu berbuat dosa atau kafir, maka dia akan rugi, alasannya ialah hidupnya sesat dan kelak di alam abadi selalu menderita. Yang oleh ayat tersebut diisyaratkan dengan kalimat biman zhalla ‘an sabîlihi. Jadi, yang harus dibenci oleh dai bukan orangnya, tetapi sifatnya dan perilakunya yang buruk, yang tidak imani, islami dan ihsani.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal isi kandungan Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125 Tentang kewajiban berdakwah. Kesimpulannya bahwa setiap muslim itu wajib berdakwah, sedang yang memperlihatkan hidayah ialah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Al-Qur'an Surat An-Nahl: 125.
ادْعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِالْØِÙƒْÙ…َØ©ِ ÙˆَالْÙ…َÙˆْعِظَØ©ِ الْØَسَÙ†َØ©ِ ۖ ÙˆَجَادِÙ„ْÙ‡ُÙ…ْ بِالَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØْسَÙ†ُ ۚ Ø¥ِÙ†َّ رَبَّÙƒَ Ù‡ُÙˆَ Ø£َعْÙ„َÙ…ُ بِÙ…َÙ†ْ ضَÙ„َّ عَÙ†ْ سَبِيلِÙ‡ِ ۖ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø£َعْÙ„َÙ…ُ بِالْÙ…ُÙ‡ْتَدِينَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan pesan tersirat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui ihwal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
Memahami Isi Kandungan Qur'an Surat An-Nahl Ayat 125.
Menurut Yunahar Ilyas bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah ialah metode tang tepat. Rasulullah Saw sangat berhasil dalam berdakwah lantaran ia sanggup memberikan pesan yang sempurna kepada orang yang sempurna dengan cara yang sempurna pada waktu yang tepat. Dalam bahasa al-Qur’an metode yang sempurna itu ialah bil-hikmah wal mau’izhah al-hasanah, yang difirmankan oleh Allah Swt dalam QS. An-Nahl: 125 di atas.
Metode Dakwah.
Ada beberapa metode dakwah yang dijelaskan oleh ayat tersebut,
Pertama, yaitu Metode bil pesan tersirat artinya bin-nash wal ‘aqli (menggunakan nash dan akal), Dakwah tetap mengacuh kepada nash (al-Qur’an dan Sunnah) tapi memakai nalar dlaam memilih pemilihan terhadap nash mana yang akan disampaikan lebih dahulu (menyangkut tahapan dan silabi dakwah), bagaimana menyampaikannya (media dan cara yang digunakan) yang sesuai dengan keadaan target dakwah.
Kedua, Metode ma’uidhah hasanah yaitu berdakwah dengan nasehat-nasehat yang baik yang diungkapkan dengan bahasa yang gampang dipahami masyarakat dan menurut realitas kehidupan masyarakat yang dikemas dalam bahasa yang santun dan menyentuh hati masyarakat.
Ketiga, Metode berdebat yaitu berdakwah dengan cara berdebat, ini dilakukan terutama bagi kalangan intelektual atau orangorang terdidik yang berfikiran logis. Maka anutan Islam harus bisa dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi yang logis dan rasional. Islam menuntunkan hendaknyadalam berdebat itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh kesantuan tanpa ada tendensi menyerang lawan dialog. Tujuanya ialah menjelaskan kebenaran dan mencari kebenaran menurut tuntunan Allah Swt.
Ayat ini juga menegaskan ihwal orang yang enggan mendapatkan undangan dakwah, disebut sebagai orang yang tersesat dari jalan kebenaran Allah Swt. Karena itulah, kiprah berdakwah itu memberikan pesan-pesan ilahi, dilakukan sepanjang masa, dihentikan berputus asa kalau ada orang yang tidak mau mengikuti undangan dakwahnya.
Tugas seorang Muslim hanya lah mendakwahkan, sedang yang memperlihatkan hidayah ialah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Semakin sering seseorang itu didakwahi maka kesempatan mendapatkan hidayah Allah Swt semakin dekat. Karena itu dibutuhkan semangat yang tinggi, ilmu yang luas dan pergaulan yang baik supaya dakwah berjalan dengan baik.
Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam memilih tahapan dakwah, contohnya sebagian jago membagi lima tahapan dakwah:
1). Tahapan penyampaian pesan (marhalah tablîgh)
2). Tahapan pengajaran (marhalah ta’lîm)
3). Tahapan training (marhalah takwin)
4). Tahapan pengornasiaan (marhalah tanzhîm)
5) Tahapan pelaksanaan (marhalah tanfizh)
Dalam tahapan-tahapan di atas sanggup dilihat bahwa tabligh merupakan tahap awal dari acara dakwah secara keseluruhan. Untuk sanggup berhasil mengajak mad’u (obyek/sasaran dakwah) memahami dan mengamalkan anutan Islam dalam seluruh aspek kehidupannya masih dibutuhkan lagi beberapa tahap berikut sehabis tabligh.
Sungguh sangat keliru kalau seorang da’i (orang yang berdakwah) menganggap tabligh ialah satu-satunya cara, atau menyebabkan tabligh terlepas sama sekali dari tahapan lainnya. Oleh alasannya ialah itu acara dakwah tidak sanggup dilakukan secara sendirian, tetapi harus bahu-membahu (berjamaah atau berorganisasi) sehingga tahapan-tahapan dakwah tersebut sanggup dijalankan secara bersiklus dan bertahap.
Sedangkan penentuan media yang dipakai sanggup diubahsuaikan dengan kemampuan dan kemudahan yang ada serta keperluhan dan kemampuan penerimaan target dakwah. Apakah akan memakai media tradisional (ceramah dan khutbah) atau multi media baik elektronik maupun audiovisual.
Apapun metode yang diikuti, selain mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, dihentikan dilupakan ialah bahwa semua metode yang dipakai tidakboleh menyimpang atau bertentangan dengan nash al-Qur’an dan Sunnah. Dalam berdakwah sekalipun, tujuan tetap tidak menghalalkan segala cara. Harus tetap mengedepankan cara-cara yang dituntunkan oleh al-Qur’an.
Sedangkan yang terkait dengan pelaku dakwah, yaitu da’i harus mempunyai kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi da’i ialah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan sikap serta ketrampilan tertentu yang harus ada pada diri da’i, supaya dia sanggup melaksanakan fungsinya dengan memadai. Kompetensi itu ada yang bersifat subtantif dan ada yang bersifat metodologis.
Kompetensi substansif seorang da’i adalah:
1. Pemahaman agama Islam secara cukup, sempurna dan benar
2. Memiliki al-akhlaq al-karimah.
3. Memiliki perkembangan pengetahuan umum yang relative luas
4. Pemahaman hakekat dakwah
5. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik, dan
6. Mempunyai rasa ikhlah li wajhillah (mencari ridha Allah)
Adapun kompetensi metodologis da’i adalah:
1. Kemampuan melaksanakan identifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi, baik tingkat indivu maupun tingkat masyarakat.
2. Kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya.
3. Kemampan menyusun langkah perencanaan yang benar-benar sanggup diharapkan menuntaskan problem masyarakat atau menjawab permasalahan dakwah yang ada.
4. Kemampuan untuk merealisasikan perencaan dalam pelaksanaan acara dakwah.
Kedua kompetensi tersebut penting untuk dimiliki bagi bagi seorang da’i supaya tujuan dakwah bisa tercapai dengan baik. Apa tujuan dakwah itu?
Menurut Sukriyanto AR, Tujuan dakwah ialah mempertemukan kembali fitrah insan dengan agama atau menyadarkan insan supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan anutan Islam sehingga menjadi orang baik. Menjadikan orang baik itu berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan.
Oleh lantaran itu, bahwasanya dakwah bukan acara mencari atau menambah pengikut, tetapi acara mempertemukan fitrah insan dengan Islam atau menyadarkan orang yang didakwahi ihwal perlunya bertauhid dan berperilaku baik. Semakin banyak yang sadar (beriman dan berakhlak al-karimah) masyarakat akan semakin baik.
Artinya tujuan dakwah bukan memperbanyak pengikut, tetapi memperbanyak orang yang sadar kepada kebenaran Islam, masyarakat atau dunia akan menjadi semakin baik dan semakin tenteram. Karena itu, dakwah harus dilandasi cinta kasih pada sesama insan untuk menyelematkan insan dari kesesatan dan penderitaan.
Bagi seorang Da’i yang kalau melihat orang belum beriman, berislam dan berihsan, dihentikan benci dan marah, tetapi harus prihatin. Karena kalau orang itu selalu berbuat dosa atau kafir, maka dia akan rugi, alasannya ialah hidupnya sesat dan kelak di alam abadi selalu menderita. Yang oleh ayat tersebut diisyaratkan dengan kalimat biman zhalla ‘an sabîlihi. Jadi, yang harus dibenci oleh dai bukan orangnya, tetapi sifatnya dan perilakunya yang buruk, yang tidak imani, islami dan ihsani.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal isi kandungan Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125 Tentang kewajiban berdakwah. Kesimpulannya bahwa setiap muslim itu wajib berdakwah, sedang yang memperlihatkan hidayah ialah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.