Kandungan Surah Al-Maidah Ayat 8 Wacana Kejujuran
Saturday, August 15, 2020
Edit
Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 8.
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kau jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) alasannya Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, alasannya adil itu lebih akrab kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan." (QS. Al-Maidah : 8)
Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin supaya melakukan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur, dan tulus alasannya Allah Swt., baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka dapat sukses dan memperoleh hasil akhir yang mereka harapkan.
Dalam persaksian, mereka harus adil mengambarkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan teman dan kerabatnya sendiri.
Ayat ini seirama dengan Qur'an Surat. an-Nisa’/4:153 yaitu sama-sama mengambarkan perihal seorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri, ibu, bapak, dan kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum dihentikan mendorong seseorang untuk menunjukkan persaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
Menurut Ibnu Kasir, maksud ayat di atas yaitu supaya orang-orang yang beriman menjadi penegak kebenaran alasannya Allah Swt., bukan alasannya insan atau alasannya mencari popularitas, menjadi saksi dengan adil dan tidak curang, jangan pula kebencian kepada suatu kaum mengakibatkan kalian berbuat tidak adil terhadap mereka, tetapi terapkanlah keadilan itu kepada setiap orang, baik teman ataupun musuh alasannya sesungguhnya perbuatan adil menghantarkan pelakunya memperoleh derajat takwa.
Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu’man bin Basyir, “Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu ibuku, ‘Amrah binti Rawahah, berkata, ‘Aku tidak rela sehingga engkau mempersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah saw. Kemudian, ayahku mendatangi dia dan meminta dia menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullad saw. pun bersabda:
“Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah menyerupai itu juga? ‘Tidak’, jawabnya. Maka dia pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah Swt., dan berbuat adillah terhadap belum dewasa kalian!’ lebih lanjut dia bersabda, ‘Sesungguhnya, saya tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali dukungan tersebut.”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kau jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) alasannya Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, alasannya adil itu lebih akrab kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan." (QS. Al-Maidah : 8)
Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin supaya melakukan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur, dan tulus alasannya Allah Swt., baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka dapat sukses dan memperoleh hasil akhir yang mereka harapkan.
Dalam persaksian, mereka harus adil mengambarkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan teman dan kerabatnya sendiri.
Ayat ini seirama dengan Qur'an Surat. an-Nisa’/4:153 yaitu sama-sama mengambarkan perihal seorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri, ibu, bapak, dan kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum dihentikan mendorong seseorang untuk menunjukkan persaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
Menurut Ibnu Kasir, maksud ayat di atas yaitu supaya orang-orang yang beriman menjadi penegak kebenaran alasannya Allah Swt., bukan alasannya insan atau alasannya mencari popularitas, menjadi saksi dengan adil dan tidak curang, jangan pula kebencian kepada suatu kaum mengakibatkan kalian berbuat tidak adil terhadap mereka, tetapi terapkanlah keadilan itu kepada setiap orang, baik teman ataupun musuh alasannya sesungguhnya perbuatan adil menghantarkan pelakunya memperoleh derajat takwa.
Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu’man bin Basyir, “Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu ibuku, ‘Amrah binti Rawahah, berkata, ‘Aku tidak rela sehingga engkau mempersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah saw. Kemudian, ayahku mendatangi dia dan meminta dia menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullad saw. pun bersabda:
“Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah menyerupai itu juga? ‘Tidak’, jawabnya. Maka dia pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah Swt., dan berbuat adillah terhadap belum dewasa kalian!’ lebih lanjut dia bersabda, ‘Sesungguhnya, saya tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali dukungan tersebut.”