7 Bentuk Susila Berhias Dan Nilai Konkret Berhias Dalam Islam

Berhias merupakan perbuatan yang diperintahkan anutan Islam. Mengenakan pakaian merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam Islam mempunyai fungsi hiasan yaitu, memenuhi kebutuhan insan yang tidak sekadar membutuhkan pakaian epilog aurat, tetapi juga busana yang memperelok pemakainya.

Pada masyarakat yang sudah maju peradabanya, mode pakaian ataupun berdandan memperoleh perhatian lebih besar. Jilbab, dalam konteks ini, menjalankan fungsinya sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya sebagai epilog aurat, namun juga memperlihatkan keelokan dan keindahan bagi pemakainya untuk mempercantik dirinya.

Berhias dalam anutan Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi meliputi keseluruhan piranti (alat) aksesoris yang lazim dipakai untuk mempercantik diri, mulai dari kalung, gelang, arloji, anting-anting, bross dan lainnya. Di samping itu dalam kehidupan modern, berhias juga meliputi penggunaan materi ataupun alat tertentu untuk melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make up, semir rambut, parfum, wewangian dan sejenisnya.

Agama Islam telah memperlihatkan pedoman yang tegas semoga setiap muslim mengindahkan kaidah berhias yang meliputi;

1. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk acara berhias diorientasikan sebagai bentuk faktual bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
2. Dalam berhias tidak dibenarkan memakai bahan-bahan yang dihentikan agama.
3. Dilarang berhias dengan mengguankan simbol-simbol non muslim (salib dll.),
4. Tidak berlebih-lebihan .
5. Dilarang berhias ibarat cara berhiasnya orang-orang jahiliyah .
6. Berhias berdasarkan kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin,
7. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun riya’, .

Agama Islam memberi batasan dalam etika berhias, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Artinya: "dan hendaklah kau tetap di rumahmu dan janganlah kau berhias dan bertingkah laris ibarat orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kau sebersih-bersihnya." (QS. al-Ahzab/33:33)

Larangan Allah dalam ayat tersebut di atas, secara khusus ditujukan kepada wanita- perempuan muslimah, semoga mereka tidak berpenampilan (tabarruj) ibarat orang-orang jahiliyyah zaman Nabi dahulu.

Nilai Positif Akhlak Berhias
Islam yaitu agama yang sempurna, yang mengatur insan dalam segala aspeknya. Ajaran Islam bukannya hanya mengatur korelasi vertikal insan (hablum minallah), tetapi juga korelasi horizontal dengan sesamanya (hablum minannas). Karena itulah antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna, Islam mengajarkan kepada insan mulai dari bagaimana cara makan, minum, tidur, hingga bagaimana cara mengabdi kepada sang Khaliq.

Dalam duduk kasus berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berhias (berdandan). Seorang muslim atau muslimah dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan.

Seorang muslim ataupun muslimah yang berhias (berdandan) sesuai ketentuan Islam, maka bergotong-royong telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun muslim. Mereka telah menampilkan diri sebagai sosok langsung yang bersahaja dan berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syar’i.

Di samping itu seorang yang berhias secara Islami akan merasa nyaman dan percaya diri dengan dandanannya yang telah mendapat jaminan halal secara hukum. Sehingga apa yang sudah dilakukan akan menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesamanya.

Berhias secara Islami akan memperlihatkan imbas positif dalam aneka macam aspek kehidupan, alasannya yaitu berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka segala aktifitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk mendapat barakah dan pahala dari sang Khaliq.

Adapun bentuk perangkap setan dalam hal berhias, sanggup kita telusuri melalui cerita insan pertama sebelum diturunkan di bumi. Ketika Adam dan Hawa masih tinggal di surga, setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Setan membujuk mereka untuk menampakkan auratnya dengan cara merayu mereka untuk memakan buah khuldi.

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَٰذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ

"Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kau tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kau berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang awet (dalam surga)”.(QS. al-A’raf/7: 20)

Dari insiden Adam dan Hawa tersebut, kita sanggup mengambil dua pelajaran, pertama, inspirasi membuka aurat yaitu idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan pikiran manusia. Kedua, Adam dan Hawa dikeluarkan dari nirwana alasannya yaitu terjebak pada perangkap setan.

Demikianlah bacaan madani.com madani ulasan wacana bentuk etika berhias dan nilai positif etika berhias. Dengan demikian berhias secara Islami akan memperlihatkan imbas positif dalam aneka macam aspek kehidupan, alasannya yaitu berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka segala aktifitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk mendapat barakah dan pahala dari sang Khaliq.  Sumber Akhlak Tasawuf Kementerian Agama Republik Indonesia 2016.
Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel