Adab Mengundang Dan Memenuhi Ajakan Dalam Islam

Mengundang ialah mempersilahkan atau memanggil kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan lain-lain untuk menghadiri suatu acara, kegiatan atau hajatan.

Sedangkan Undangan atau tamu ajakan ialah kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan lain-lain yang menghadiri ajakan di suatu acara, kegiatan atau hajatan orang yang mengundang.

Mengundang dan memenuhi ajakan merupakan sunnah Rasulullah Saw., bahkan baginda rasul menganjurkan para teman untuk mengadakan dan menghadiri kenduri. Amalan inilah yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia, menjemput atau mengundang saudara, kerabat dan mitra untuk menghadiri pertemuan yang diadakan, baik secara formal atau tidak, menyerupai ajakan pernikahan, ajakan pengajian dan lain sebagainya.

Memenuhi ajakan ialah kewajiban yang harus ditunaikan bagi seseorang yang diundang selama tidak ada yang melanggar syari’at. Kehadiran seseorang dalam suatu jamuan merupakan pujian dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang mengundang. Dalam suasana menyerupai itulah orang yang hadir akan merasakan pula kebahagiaan sohibul hajat.

Bagi orang-orang yang akan mengundang dan memenuhi undangan, maka perlu mengetahui dan memperhatikan ajaran dan adab-adabnya, di antaranya:

Adab Bagi yang Mengundang.
1. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, menurut sabda Nabi Saw,

“Sejelek-jelek masakan ialah masakan walimah di mana orang- orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.

3. Disunahkan mengucapkan selamat tiba kepada para tamu sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sebetulnya tatkala utusan Abi Qais tiba kepada Nabi Saw, Beliau bersabda:

“Selamat tiba kepada para utusan yang tiba tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)

4. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu masakan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan masakan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘As bersama tamu-tamunya :

فَرَاغَ إِلَىٰ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

“Dan Ibrahim tiba pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan masakan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (QS. Az- Zariyat : 26-27)

5. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbanggabangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah Saw. dan para Nabi sebelum beliau, menyerupai Nabi Ibrahim As. Beliau diberi gelar “Abu Difan” (Bapak para tamu) lantaran betapa mulianya ia dalam menjamu tamu.

6. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memperlihatkan kegembiraan kepada sesama muslim.

7. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.

8. Mendahulukan tamu yang lebih renta daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih renta dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari).

9. Jangan mengangkat masakan yang dihidangkan sebelum tamu jawaban menikmatinya.

10. Di antara budpekerti orang yang memperlihatkan hidangan ialah mengajak mereka berbincangbincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka elok saat mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.

11. Mendekatkan masakan kepada tamu tatkala menghidangkan masakan tersebut kepadanya sebagaimana Allah Swt ceritakan perihal Ibrahim As:

فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (QS. Az-Zariyat : 27)

12. Mempercepat untuk menghidangkan masakan bagi tamu lantaran hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.

13. Merupakan budpekerti dari orang yang memperlihatkan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.

14. Adapun masa penjamuan tamu ialah sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw,

“Menjamu tamu ialah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada daerah saudaranya sehingga ia menyakitinya.”

Para teman berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?”

Rasulullah Saw. berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak memiliki apa-apa untuk menjamu tamunya.” (Muttafaq ‘alih)

15. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang hingga ke depan rumah.

Adab Bagi yang Diundang.
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, menyerupai takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini menurut sabda Rasulullah Saw ;

“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

“Barang siapa yang tidak memenuhi ajakan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Untuk menghadiri ajakan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut :

a. Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
b. Tidak ada kemungkaran pada daerah ajakan tersebut.
c. Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri ajakan yang pengundangnya berpenghasilan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
d. Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu saat menghadiri ajakan tersebut.
e. Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
f. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
g. Berniatlah bahwa kehadiran kita untuk membahagiakan yang mengundang, menghargai, memuliakan dan silaturrahim serta niat yang baik, sebagaimana hadis yang pertanda bahwa,

“Semua amal tergantung niatnya, lantaran setiap mendapat sesuai yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

h. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang sesudah jawaban memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kau memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kau diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, kalau kau diundang, masuklah! Dan bila kau jawaban makan, keluarlah kau tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kau keluar. Dan Allah tidak malu pertanda yang benar.” (QS. Al-Ahzab : 53)

2. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri ajakan lantaran menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bab ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

"Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)

3. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat- lihat ke arah daerah keluarnya perempuan, tidak menolak daerah duduk yang telah disediakan.

4. Termasuk budpekerti memenuhi ajakan ialah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.

5. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin supaya tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kau jawaban makan, keluarlah!” (Qs. Al-Ahzab : 53)

6. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah lantaran hal ini sanggup mempererat kasih sayang antara sesama muslim. Rasulullah Saw bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

7. Jika seorang tamu tiba bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud ra:

“Ada seorang pria di kalangan Anshar yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia memiliki seorang anak tukang daging.

Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan saya masakan yang dengannya saya bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw. mengundang empat orang yang orang kelimanya ialah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya." 

Maka, Rasulullah Saw. berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, saya akan meninggalkannya.”

Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.” (HR. Bukhari)

8. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya sesudah jawaban merasakan masakan tersebut dengan doa :

“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan masakan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR. Abu Daud)

“Ya Allah berikanlah masakan kepada orang telah yang memperlihatkan masakan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)

“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)

9. Setelah jawaban bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan kebijaksanaan pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal budpekerti mengundang dan memenuhi ajakan dalam Islam. Semoga adan-adab tersebut bisa kita amalkan dalam kehidupan kita. Baik sebagai pengundang maupun sebagai orang yang di undang. Aamiin. Sumber Buku Akhlak Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel