Pengertian Syaja’Ah (Keberanian), Pembagian Syaja’Ah, Pesan Yang Tersirat Syaja’Ah Dan Penerapan Syaja’Ah

Pengertian Syaja’ah (Keberanian).
Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya yaitu al-jubn yang berarti pengecut. Kata ini dipakai untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi nyata dari perilaku berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melaksanakan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi perilaku ini bila tidak dipakai sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.

Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang sanggup bersabar terhadap sesuatu jikalau dalam jiwanya ada keberanian mendapatkan peristiwa alam atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan perilaku sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani tubruk di medan laga, melainkan suatu perilaku mental seseorang, sanggup menguasai jiwanya dan berbuat berdasarkan semestinya.

Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan.
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu:

1) Rasa takut kepada Allah Swt.
2) Lebih mengasihi alam abadi daripada dunia.
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak menomori satukan kekuatan materi.
5) Tawakal dan yakin akan dukungan Allah Swt.

Makara berani adalah: “Sikap remaja dalam menghadapi kesulitan atau ancaman ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syuja’). Al-syaja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”

Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.

Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada hero yangberjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila bisa menjalankan kiprah dan kewajibannya secara bertanggung jawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila bisa menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila bisa menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.

Keberanian terbagi kepada terpuji (al-maḥmudah) dan tercela (al-mazmumah). Keberanian yang terpuji yaitu yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat hero sejati. Sedangkan berani yang tercela yaitu apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak sempurna penggunaannya.

Macam-Macam Syaja'ah.
Syaja’ah sanggup dibagi menjadi dua macam:

1) Syaja’ah harbiyyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, contohnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.

2) Syaja’ah nafsiyyah, yaitu keberanian menghadapi ancaman atau penderitaan dan menegakkan kebenaran.

Munculnya perilaku syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.

Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah sanggup dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:

a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja ancaman dan penyiksaan lantaran ia berada di jalan Allah Swt.

b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.

c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur taktik termasuk di dalamnya bisa menyimpan diam-diam yaitu merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.

d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang mempunyai sifat pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar watu sembunyi tangan” Orang yang mempunyai sifat syajā’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.

e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over confidence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak mempunyai kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak bisa berbuat apaapa dan tidak mempunyai kelebihan apapun. Kedua perilaku tersebut terperinci tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang mempunyai sisi baik dan buruk.

f) Menahan nafsu di ketika marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap bisa bermujahadah li an-nafs, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap sanggup mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.

Hikmah Syaja’ah.

Dalam pemikiran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, lantaran selain merupakan sifat terpuji juga sanggup mendatangkan banyak sekali kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

Syaja’ah (perwira) akan menjadikan pesan yang tersirat dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu mayoritas keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan sanggup memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jikalau seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan sanggup memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pengertian syaja’ah (keberanian), pembagian syaja’ah, pesan yang tersirat syaja’ah dan penerapan syaja’ah dalam kehidupan. Buku Akhlak kementerian Agama republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com biar bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel