Kemajuan Bidang Pendidikan Dan Perpustakaan Era Dinasty Abbasiyah

1. Pendidikan.
Pada masa Abbasiyah, yang disebut forum pendidikan dasar (kuttab) umumnya merupakan belahan terpadu dengan masjid, bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah dasar. Kurang lebih 30.000 masjid yang dipakai sebagai forum pendidikan dasar.

Selain itu, terdapat aktivitas pendidikan di rumah-rumah pendudukan dan di tempat-tempat lain, menyerupai maktab, zawiyah dan halaqah. Kurikulum utamanya dipusatkan pada Al-Quran sebagai bacaan utama para siswa, selain berguru membaca dan menulis. Anak-anak wanita menerima kesempatan yang sama dengan anak pria untuk mempelajari ajaran-ajaran agama pada tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kemampuannya.
Baca Juga :


Untuk pendidikan lanjutan, dilakukan di Bait al-Hikmah, sebagai  lembaga pendidikan menengah pertama dalam Islam, didirikan oleh Khalifah Al-Makmun (830 M). Kurikulumnya mencakup pelajaran tafsir, Hadis, ushul fiqh, ilmu kalam, ilmu matiq dan kesusasteraan. Bait al-Hikmah, selain berfungsi sebagai sentra penerjemahan, dikenal sebagai sentra kajian akademis, dan perpustakaan umum, serta mempunyai sebuah observatorium. Bahkan, pada ketika itu observatorium-observatorium bermunculan sebagai sentra pembelajaran astronomi.

Adapun untuk pendidikan sejenis perguruan tinggi didirikan Madarasah Nizhamiyah oleh Nizham al-Mulk (1065-1067). Madarasah ini dibangun sebagai sentra studi teologi (mdrasah), khususnya untuk mempelajari ajaran-ajaran Mazhab Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Alquran dan puisi-puisi Arab kuno menjadi sumber utama pengembangan dan penngkajiann ilmu-ilmu humaniora dan sastra (‘ilm al-adab), hal yang sama dilakukan oleh orang Eropa klasik beberapa kurun kemudian. Sebagian sejarawan menyampaikan bahwa banyak sekali aktivitas Madarasah Nizhamiyah ini ditiru oleh orang Eropa untuk membangun universitas-universitas Eropa yang pertama.

2. Perpustakaan.
Masjid, selain sebagai sentra pendidikan, juga berfungsi sebagai daerah penyimpanan buku. Buku-buku  didapat dari hadiah-hadiah atau hasil pencarian dari banyak sekali sumber. Karenanya, masjid pada saaat itu mempunyai khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya. Salah seorang donatur buku-buku itu yaitu seorang sejarawan populer yaitu al-Khatib al-Baghdadi (1002-1017) yang menyerahkan buku-bukunya sebgai wakaf untuk umat Islam.

Perpustakaan-perpustakaan (khizanat al-kutub) lain dibangun oleh kalangan aristokrat atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian untuk umum, menyimpan koleksi sejumlah buku logika, filsafat, astronomi dan bidang ilmu lainnya. Salah satu diantaranya yang dibangun oleh penguasa Buwaihi, Abdud Ad-Dawlah, di Syirazi, yang  semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan diatur dengan baik oleh staf direktur yang berjaga secara bergiliran.

Selain perpustakaan, citra wacana kemajuan budaya baca pada masa Abbasiyah  bisa dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko ini besar lengan berkuasa besar bagi pengembangan dunia  pendidikan, Al-Ya’qubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 819 M) ibukota negara diramaikan oleh lebih dara seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama.

Hinga awal kurun ke-3 Hijriah, materi yang umum digunaka untuk menulis yaitu kain perca dan papirus. Baru kemudian setelah, kertas Cina mulai masuk ke Irak.  industri kertas tumbuh menjamur. Industri itu pertama kali muncul di Samarkand, yang diperkenalkan oleh beberapa tawanan Cina pada 751.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana kemajuan atau perkembangan Bidang Pendidikan dan Perpustakaan zaman keemasan Dinasty Abbasiyah. Sumber Buku SKI MTS Kelas VIII. Kementerian Agama Republik Indonesia. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel