Aku Selalu Akrab Dengan Allah Swt.
Wednesday, September 19, 2018
Edit
Bermacam-macam cara ditempuh oleh umat insan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yaitu Allah Swt. Ada yang melalui jalan merenung, bertafakkur atau berDzikir. Ada pula seseorang menjadi bersahabat dengan Allah Swt. akhir petaka yang menimpanya. Demikianlah Allah Swt. membuka cara atau jalan bagi insan yang ingin bersahabat dengan-Nya. Sebagai orang yang beriman, tentu saja kita harus bisa menempuh cara apa pun semoga sanggup bersahabat dengan Allah Swt. Tanamkanlah dalam hatimu "Aku Selalu Dekat dengan ALLAH Swt."
Kedekatan seorang hamba dengan khaliqnya tentu saja akan mengantarkannya mendapat banyak sekali kemudahan hidup, yaitu kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara. Perhatikanlah seorang anak yang bersahabat dengan orang tuanya atau seorang pegawai dengan bosnya, hal itu akan menawarkan peluang atas segala kemudahan yang akan dicapainya.
Jalan lain untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. ialah melalui Dzikir. Dzikir artinya mengingat Allah Swt. dengan menyebut dan memuji nama-Nya. Ada syarat yang sangat mendasar yang dibutuhkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui Dzikir, yaitu kemampuan dalam menguasai nafsu. Selanjutnya menyebut nama Allah Swt. berulang-ulang di dalam hati dengan menghadirkan rasa rendah hati (tawaddhu’) yang disertai rasa takut lantaran mencicipi keagunganNya. Dzikir sanggup dilakukan kapan dan di mana saja. BerDzikir dilakukan dengan penuh kekhusyuan dan harus benar-benar menghujam di dalam kalbu.
Selain melalui Dzikir, mendekatkan diri kepada Allah Swt. sanggup juga dilakukan melalui perbuatan atau amaliah sehari-hari, yaitu dengan selalu berniat bahwa yang kita lakukan ialah semata-mata hanya lantaran Allah Swt. Misalnya, kita berbuat baik kepada tetangga bukan disebabkan ia baik kepada kita, tetapi semata-mata lantaran Allah Swt. menyuruh kita untuk berbuat demikian. Kita berinfak bukan lantaran kasihan, tetapi semata-mata lantaran Allah Swt. memerintahkan kita untuk berinfak membantu meringankan beban orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Hal ini mestinya sanggup kita lakukan lantaran bukankah pada waktu kecil dulu kita bisa patuh melaksanakan perintah dan pesan tersirat orang tua? Mengapa kini kita tidak sanggup patuh pada perintah-perintah Allah Swt? Jika shalat sanggup kita kerjakan lantaran semata-mata taat mematuhi perintah dari Allah Swt., rasanya tidak mungkin bila kita tidak sanggup bersikap demikian pada perbuatan-perbuatan kita yang lainnya!
Manusia ialah makhluk yang secara alami sering lupa dan sering berbuat kesalahan. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “manusia itu tempatnya salah dan lupa.” Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, "Setiap keturunan Adam as. niscaya melaksanakan kesalahan, dan orang yang baik ialah yang kembali dari kesalahan/dosa)".
Berdasarkan kedua hadis di atas, insan mempunyai sifat dan huruf yang sering berbuat kesalahan dan lupa. Artinya, tak seorang pun yang terbebas dari kesalahan dan lupa. Namun demikian, tidaklah benar kalau dikatakan bahwa tidak apa-apa kalau seseorang melaksanakan kesalahan dengan dalih bahwa hal tersebut merupakan sifat manusia.
Sebagai seorang mukmin, kita dituntut untuk selalu melaksanakan refleksi dan perenungan terhadap apa yang pernah kita perbuat. Ketika kita terlanjur melaksanakan kesalahan, bersegeralah untuk kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Demikian pula sifat lupa, ia kadang menjadi sebuah nikmat dan juga bencana. Lupa bisa menjadi nikmat manakala seseorang terlupa dengan insiden murung yang telah menimpanya. Dapat dibayangkan, betapa sengsaranya kalau seseorang tidak bisa melupakan cerita murung yang pernah dialaminya! Lupa juga sanggup menjadi bencana, contohnya dengan lupa tersebut menimbulkan kecerobohan dan kerusakan. Banyak di antara manusia melakukan sesuatu kesalahan yang sanggup merugikan dirinya dan orang lain karena lupa.
Sekali lagi, tanamkanlah dalam hatimu dalam-dalam "Aku selalu bersahabat dengan ALLAH Swt."
Kedekatan seorang hamba dengan khaliqnya tentu saja akan mengantarkannya mendapat banyak sekali kemudahan hidup, yaitu kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara. Perhatikanlah seorang anak yang bersahabat dengan orang tuanya atau seorang pegawai dengan bosnya, hal itu akan menawarkan peluang atas segala kemudahan yang akan dicapainya.
Jalan lain untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. ialah melalui Dzikir. Dzikir artinya mengingat Allah Swt. dengan menyebut dan memuji nama-Nya. Ada syarat yang sangat mendasar yang dibutuhkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui Dzikir, yaitu kemampuan dalam menguasai nafsu. Selanjutnya menyebut nama Allah Swt. berulang-ulang di dalam hati dengan menghadirkan rasa rendah hati (tawaddhu’) yang disertai rasa takut lantaran mencicipi keagunganNya. Dzikir sanggup dilakukan kapan dan di mana saja. BerDzikir dilakukan dengan penuh kekhusyuan dan harus benar-benar menghujam di dalam kalbu.
Selain melalui Dzikir, mendekatkan diri kepada Allah Swt. sanggup juga dilakukan melalui perbuatan atau amaliah sehari-hari, yaitu dengan selalu berniat bahwa yang kita lakukan ialah semata-mata hanya lantaran Allah Swt. Misalnya, kita berbuat baik kepada tetangga bukan disebabkan ia baik kepada kita, tetapi semata-mata lantaran Allah Swt. menyuruh kita untuk berbuat demikian. Kita berinfak bukan lantaran kasihan, tetapi semata-mata lantaran Allah Swt. memerintahkan kita untuk berinfak membantu meringankan beban orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Hal ini mestinya sanggup kita lakukan lantaran bukankah pada waktu kecil dulu kita bisa patuh melaksanakan perintah dan pesan tersirat orang tua? Mengapa kini kita tidak sanggup patuh pada perintah-perintah Allah Swt? Jika shalat sanggup kita kerjakan lantaran semata-mata taat mematuhi perintah dari Allah Swt., rasanya tidak mungkin bila kita tidak sanggup bersikap demikian pada perbuatan-perbuatan kita yang lainnya!
Manusia ialah makhluk yang secara alami sering lupa dan sering berbuat kesalahan. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “manusia itu tempatnya salah dan lupa.” Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, "Setiap keturunan Adam as. niscaya melaksanakan kesalahan, dan orang yang baik ialah yang kembali dari kesalahan/dosa)".
Berdasarkan kedua hadis di atas, insan mempunyai sifat dan huruf yang sering berbuat kesalahan dan lupa. Artinya, tak seorang pun yang terbebas dari kesalahan dan lupa. Namun demikian, tidaklah benar kalau dikatakan bahwa tidak apa-apa kalau seseorang melaksanakan kesalahan dengan dalih bahwa hal tersebut merupakan sifat manusia.
Sebagai seorang mukmin, kita dituntut untuk selalu melaksanakan refleksi dan perenungan terhadap apa yang pernah kita perbuat. Ketika kita terlanjur melaksanakan kesalahan, bersegeralah untuk kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Demikian pula sifat lupa, ia kadang menjadi sebuah nikmat dan juga bencana. Lupa bisa menjadi nikmat manakala seseorang terlupa dengan insiden murung yang telah menimpanya. Dapat dibayangkan, betapa sengsaranya kalau seseorang tidak bisa melupakan cerita murung yang pernah dialaminya! Lupa juga sanggup menjadi bencana, contohnya dengan lupa tersebut menimbulkan kecerobohan dan kerusakan. Banyak di antara manusia melakukan sesuatu kesalahan yang sanggup merugikan dirinya dan orang lain karena lupa.
Sekali lagi, tanamkanlah dalam hatimu dalam-dalam "Aku selalu bersahabat dengan ALLAH Swt."