Kisah Nabi Ibrahim As. Mencari Kebenaran Tuhan
Wednesday, September 19, 2018
Edit
Kisah Nabi Ibrahim as. Mencari Tuhan
Nabi Ibrahim as. ialah putra dari Azar. Nabi Ibrahim as. dilahirkan di wilayah Kerajaan Babylonia yang ketika itu diperintah oleh Raja berjulukan Namrud. Namrud ialah raja yang sangat sombong yang mengaku dirinya Tuhan. Raja Namrud juga dikenal sangat kejam kepada siapa saja yang berani menentang kekuasaannya.
Suatu ketika Namrud bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat seorang anak laki- laki yang memasuki kamarnya kemudian mengambil mahkotanya. Keesokan harinya, ia pun memanggil tukang ramal yang sangat populer untuk mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal mengartikan bahwa anak yang hadir dalam mimpinya tersebut kelak suatu ketika akan meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal tersebut, Namrud menjadi murka. Dia memerintahkan kepada seluruh tentara kerajaan biar membunuh setiap bayi pria yang dilahirkan.
Azar yang istrinya ketika itu sedang mengandung begitu khawatir akan keselamatan bayi yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut istrinya ialah seorang bayi pria yang selama ini ia dambakan. Untuk menyelamatkan calon bayinya tersebut, belakang layar Azar mengajak istrinya bersembunyi di dalam sebuah gua yang jauh dari keramaian. Di gua itulah kemudian bayi tersbut dilahirkan dan diberi nama Ibrahim. Agar tidak diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya meninggalkan Ibrahim yang masih bayi itu di dalam gua dan sesekali tiba untuk melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan sampai Ibrahim tumbuh menjadi anak kecil yang sehat dan besar lengan berkuasa atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim sanggup hidup di dalam gua, padahal tidak ada masakan dan minuman yang diberikan kepadanya? Jawabannya alasannya Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as.
Lama hidup di dalam gua tentu membuat Ibrahim kecil sangat terbatas pengetahuannya wacana alam sekitar. Maka, di ketika ada kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun melakukannya. Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di dalam ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang sangat luas dan indah berikut isinya termasuk manusia, niscaya ada yang menciptakannya. Maka, Nabi Ibrahim pun kemudian berjalan untuk mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang membuatnya kagum dan merasa sanggup dijadikan Tuhannya.
Di siang hari, Ibrahim melihat begitu cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir, mungkin matahari ialah yang kuasa yang ia cari. Tetapi ketika senja tiba dan matahari karam di ufuk, gugurlah keyakinannya akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam pun tiba menjelang. Bintang di langit bekerlap-kerlip dengan indahnya. Sinarnya membuat suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. “Apakah ini Tuhan yang saya cari?” Kata Ibrahim di dalam hati dengan gembira. Ditatapnya bintang-bintang itu dengan penuh rasa bangga. Tapi ternyata, ketika malam beranjak pagi, bintang-bintang itu pun menghilang satu per satu. Dengan pandangan kecewa, Nabi Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang dari langit. “Aku tidak menyukai Tuhan yang sanggup menghilang dan karam alasannya waktu,” gumamnya dengan penuh perasaan kecewa.
Nabi Ibrahim pun kemudian mencoba mencari Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar memancarkan cahayanya yang terang. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang saya cari?” Maka, ketika pagi tiba menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan ibarat yang terjadi terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa bukanlah matahari, bintang, maupun bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi niscaya ada satu kekuatan Yang Maha perkasa dan Maha agung yang menggerakkan dan menghidupkan semua yang ada, termasuk matahari, bintang, dan bulan. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain ialah Allah Swt.
Saat keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tak mempunyai kekuatan apa pun, tidak pula memberi manfaat apa-apa. Orang pertama yang ia ajak untuk hanya menyembah Allah Swt. ialah Azar, ayahnya sendiri yang berprofesi sebagai pembuat patung untuk disembah. Mendengar undangan Ibrahim, Azar murka alasannya apa yang dilakukannya sudah dilakukan oleh nenek moyangnya semenjak dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang seharusnya disembah.
Kepada orang-orang di sekelilingnya Ibrahim berseru, “Wahai saudaraku! Patung-patung itu hanyalah buatan insan yang tidak sanggup bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun. Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya?” Demikian undangan Ibrahim kepada umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan, apalagi mengikuti undangan Nabi Ibrahim a.s., bahkan mereka mencemooh dan memaki Nabi Ibrahim.
Menyadari bahwa ajakannya untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. tidak mendapat respon yang baik dari umatnya, Nabi Ibrahim as. kemudian mengatur cara bagaimana melaksanakan dakwah secara cerdas dan lebih efektif. Maka, ketika seluruh penduduk negeri termasuk Raja Namrud pergi untuk berburu, Nabi Ibrahim a.s. kemudian masuk ke dalam kuil penyembahan berhala kemudian menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang telah disiapkannya. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang sengaja ia sisakan. Pada berhala besar itu, Nabi Ibrahim a.s. menggantungkan kapak di leher berhala terbesar tersebut.
Sekembalinya dari perburuan, Raja Namrud dan semua penduduk negeri terkejut luar biasa. Mereka dengan sangat murka mencari tahu siapa yang telah berani melaksanakan perbuatan tersebut. Mengetahui bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam perburuan, Raja Namrud memerintahkan tentaranya untuk memanggil dan menangkap Ibrahim untuk dihadapkan kepadanya. Di hadapan Raja Namrud, Ibrahim bangun dengan tegak dan penuh percaya diri.
“Hai Ibrahim, apakah engkau yang menghancurkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud. “Tidak, saya tidak melakukannya,” jawab Ibrahim as. “Jangan mengelak, wahai Ibrahim, bukankah kau satu-satunya orang yang berada di negeri ketika yang lainnya pergi berburu?” sergah Raja Namrud. “Sekali lagi tidak! Bukan saya yang melakukannya, melainkan berhala besar itu yang melakukannya,” jawab Ibrahim as. dengan tenang.
Mendengar pernyataan Nabi Ibrahim as, Raja Namrud murka seraya berkata, “Mana mungkin berhala yang tidak sanggup bergerak engkau tuduh menghancurkan berhala lainnya?” Mendengar pertanyaan Raja Namrud, Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, “Sekarang anda tahu dan anda yang mengatakannya sendiri bahwa berhala itu tidak sanggup bergerak dan menawarkan melaksanakan apa-apa. Lalu, mengapa ia engkau sembah?”
Mendengar balasan Ibrahim as. yang tidak disangka-sangka, Namrud terhenyak dan Namrud bekerjsama menyadari hal tersebut. Namun, alasannya kebodohan dan kesombongannya, Namrud tetap saja tidak memedulikan balasan dari Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan kepada tentaranya untuk aben Ibrahim hidup-hidup sebagai eksekusi atas perlakuannya kepada berhala-berhala yang mereka sembah.
Setelah semua persiapan untuk aben Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah Nabi Ibrahim ke dalam api yang berkobar dan panas. Apa yang terjadi selanjutnya? Allah Swt. memperlihatkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api biar menjadi cuek untuk menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun cuek sehingga Ibrahim as. tidak terluka sedikit pun karenanya. Itulah mu’jizat terbesar yang diterima oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka ketika dibakar dengan api membara yang sangat panas.
Nabi Ibrahim as. ialah putra dari Azar. Nabi Ibrahim as. dilahirkan di wilayah Kerajaan Babylonia yang ketika itu diperintah oleh Raja berjulukan Namrud. Namrud ialah raja yang sangat sombong yang mengaku dirinya Tuhan. Raja Namrud juga dikenal sangat kejam kepada siapa saja yang berani menentang kekuasaannya.
Suatu ketika Namrud bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat seorang anak laki- laki yang memasuki kamarnya kemudian mengambil mahkotanya. Keesokan harinya, ia pun memanggil tukang ramal yang sangat populer untuk mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal mengartikan bahwa anak yang hadir dalam mimpinya tersebut kelak suatu ketika akan meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal tersebut, Namrud menjadi murka. Dia memerintahkan kepada seluruh tentara kerajaan biar membunuh setiap bayi pria yang dilahirkan.
Azar yang istrinya ketika itu sedang mengandung begitu khawatir akan keselamatan bayi yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut istrinya ialah seorang bayi pria yang selama ini ia dambakan. Untuk menyelamatkan calon bayinya tersebut, belakang layar Azar mengajak istrinya bersembunyi di dalam sebuah gua yang jauh dari keramaian. Di gua itulah kemudian bayi tersbut dilahirkan dan diberi nama Ibrahim. Agar tidak diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya meninggalkan Ibrahim yang masih bayi itu di dalam gua dan sesekali tiba untuk melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan sampai Ibrahim tumbuh menjadi anak kecil yang sehat dan besar lengan berkuasa atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim sanggup hidup di dalam gua, padahal tidak ada masakan dan minuman yang diberikan kepadanya? Jawabannya alasannya Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as.
Lama hidup di dalam gua tentu membuat Ibrahim kecil sangat terbatas pengetahuannya wacana alam sekitar. Maka, di ketika ada kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun melakukannya. Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di dalam ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang sangat luas dan indah berikut isinya termasuk manusia, niscaya ada yang menciptakannya. Maka, Nabi Ibrahim pun kemudian berjalan untuk mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang membuatnya kagum dan merasa sanggup dijadikan Tuhannya.
Di siang hari, Ibrahim melihat begitu cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir, mungkin matahari ialah yang kuasa yang ia cari. Tetapi ketika senja tiba dan matahari karam di ufuk, gugurlah keyakinannya akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam pun tiba menjelang. Bintang di langit bekerlap-kerlip dengan indahnya. Sinarnya membuat suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. “Apakah ini Tuhan yang saya cari?” Kata Ibrahim di dalam hati dengan gembira. Ditatapnya bintang-bintang itu dengan penuh rasa bangga. Tapi ternyata, ketika malam beranjak pagi, bintang-bintang itu pun menghilang satu per satu. Dengan pandangan kecewa, Nabi Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang dari langit. “Aku tidak menyukai Tuhan yang sanggup menghilang dan karam alasannya waktu,” gumamnya dengan penuh perasaan kecewa.
Nabi Ibrahim pun kemudian mencoba mencari Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar memancarkan cahayanya yang terang. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang saya cari?” Maka, ketika pagi tiba menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan ibarat yang terjadi terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa bukanlah matahari, bintang, maupun bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi niscaya ada satu kekuatan Yang Maha perkasa dan Maha agung yang menggerakkan dan menghidupkan semua yang ada, termasuk matahari, bintang, dan bulan. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain ialah Allah Swt.
Saat keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tak mempunyai kekuatan apa pun, tidak pula memberi manfaat apa-apa. Orang pertama yang ia ajak untuk hanya menyembah Allah Swt. ialah Azar, ayahnya sendiri yang berprofesi sebagai pembuat patung untuk disembah. Mendengar undangan Ibrahim, Azar murka alasannya apa yang dilakukannya sudah dilakukan oleh nenek moyangnya semenjak dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang seharusnya disembah.
Kepada orang-orang di sekelilingnya Ibrahim berseru, “Wahai saudaraku! Patung-patung itu hanyalah buatan insan yang tidak sanggup bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun. Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya?” Demikian undangan Ibrahim kepada umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan, apalagi mengikuti undangan Nabi Ibrahim a.s., bahkan mereka mencemooh dan memaki Nabi Ibrahim.
Menyadari bahwa ajakannya untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. tidak mendapat respon yang baik dari umatnya, Nabi Ibrahim as. kemudian mengatur cara bagaimana melaksanakan dakwah secara cerdas dan lebih efektif. Maka, ketika seluruh penduduk negeri termasuk Raja Namrud pergi untuk berburu, Nabi Ibrahim a.s. kemudian masuk ke dalam kuil penyembahan berhala kemudian menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang telah disiapkannya. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang sengaja ia sisakan. Pada berhala besar itu, Nabi Ibrahim a.s. menggantungkan kapak di leher berhala terbesar tersebut.
Sekembalinya dari perburuan, Raja Namrud dan semua penduduk negeri terkejut luar biasa. Mereka dengan sangat murka mencari tahu siapa yang telah berani melaksanakan perbuatan tersebut. Mengetahui bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam perburuan, Raja Namrud memerintahkan tentaranya untuk memanggil dan menangkap Ibrahim untuk dihadapkan kepadanya. Di hadapan Raja Namrud, Ibrahim bangun dengan tegak dan penuh percaya diri.
“Hai Ibrahim, apakah engkau yang menghancurkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud. “Tidak, saya tidak melakukannya,” jawab Ibrahim as. “Jangan mengelak, wahai Ibrahim, bukankah kau satu-satunya orang yang berada di negeri ketika yang lainnya pergi berburu?” sergah Raja Namrud. “Sekali lagi tidak! Bukan saya yang melakukannya, melainkan berhala besar itu yang melakukannya,” jawab Ibrahim as. dengan tenang.
Mendengar pernyataan Nabi Ibrahim as, Raja Namrud murka seraya berkata, “Mana mungkin berhala yang tidak sanggup bergerak engkau tuduh menghancurkan berhala lainnya?” Mendengar pertanyaan Raja Namrud, Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, “Sekarang anda tahu dan anda yang mengatakannya sendiri bahwa berhala itu tidak sanggup bergerak dan menawarkan melaksanakan apa-apa. Lalu, mengapa ia engkau sembah?”
Mendengar balasan Ibrahim as. yang tidak disangka-sangka, Namrud terhenyak dan Namrud bekerjsama menyadari hal tersebut. Namun, alasannya kebodohan dan kesombongannya, Namrud tetap saja tidak memedulikan balasan dari Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan kepada tentaranya untuk aben Ibrahim hidup-hidup sebagai eksekusi atas perlakuannya kepada berhala-berhala yang mereka sembah.
Setelah semua persiapan untuk aben Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah Nabi Ibrahim ke dalam api yang berkobar dan panas. Apa yang terjadi selanjutnya? Allah Swt. memperlihatkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api biar menjadi cuek untuk menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun cuek sehingga Ibrahim as. tidak terluka sedikit pun karenanya. Itulah mu’jizat terbesar yang diterima oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka ketika dibakar dengan api membara yang sangat panas.