Karakteristik Aturan Islam
Tuesday, September 18, 2018
Edit
Jika dibandingkan dengan aturan umum yang berlaku, aturan Islam mempunyai watak-watak tertentu serta beberapa karakteristik yang membedakan aturan Islam tersebut dengan banyak sekali macam aturan yang lain. Karakteristik tersebut ada yang asalnya dari tabiat aturan itu sendiri dan ada juga yang berasal dari proses penerapan dalam lintas sejarah menuju ridha Allah swt. Dalam hal ini beberapa karakteristik aturan Islam bersifat sempurna, lentur dan dinamis, universal, sistematis, berangsur-angsur dan bersifat ta’abuddi serta ta’aquli.
Syariat merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah swt yang dijelaskan oleh Rasulullah wacana pengaturan semua aspek kehidupan insan dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di darul abadi kelak. Ketentuan dari syariat Islam terbatas dalam firman Allah swt dan sabda Rasulullah. Agar segala ketentuan (hukum) yang terkandung dalam syariat tersebut sanggup diamalkan oleh manusia, maka insan harus sanggup memahami segala ketentuan yang dikehendaki oleh Allah swt yang terdapat dalam syariat tersebut. Karena makna yang terkandung dalam syariat (secara halus) tidak hanya aspek aturan saja, tetapi ada aspek lain, yaitu aspek i’tiqodiyah dan aspek khuluqiyah, maka pengertian dari syariat sendiri terkadang sering diartikan secara sempit sebagai aturan Islam (Islamic Yurisprudence).
Untuk membedakan antara aturan Islam dengan aturan umum, maka aturan Islam mempunyai beberapa karakteristik tertentu menyerupai berikut ini.
1. Penerapan aturan Islam bersifat universal
Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan aturan yang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian kecil, rincian-rincian secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh sebab itu, ayat-ayat al-Qur’an sebagai petunjuk yang universal sanggup dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia ini tanpa harus diikat oleh daerah dan waktu.
2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an tidak memberatkan
Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan melarang insan mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya. Walaupun demikian insan masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat). Contohnya memakan bangkai yaitu hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu ketika tidak ada masakan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan menyerupai itu diperbolehkan sebatas hanya memenuhi kebutuhan ketika itu. Hal ini berarti bahwa aturan Islam bersifat lentur dan sanggup berubah sesuai dengan duduk masalah waktu dan tempat.
3. Menetapkan aturan bersifat realistis
Hukum Islam ditetapkan menurut realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi kemudian memutuskan suatu aturan tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaan-sangkaan tidak sanggup dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa aturan Islam mengandung method of realism (Said Ramadhan, 1961: 57)
4. Menetapkan aturan menurut musyawarah sebagai materi pertimbangan
Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan budi Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa aturan Islam ke dalam wadahnya yang berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126)
5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat.
Undang-undang produk insan memperlihatkan hukuman atas pelanggaran terhadap hukum-hukumnya. Hanya saja hukuman itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda halnya dengan aturan Islam yang memberi hukuman di dunia dan di akhirat. Sanksi di darul abadi selamanya lebih berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang yang beriman merasa mendapat dorongan kejiwaan yang berpengaruh untuk melakukan hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta menjauhi-larangan-larangan-Nya (Muh. Yusuf Musa, 1998: 167)
Hukum yang disandarkan pada agama bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Tidak diragukan lagi ini yaitu tujuan yang bermanfaat hanya saja ia bermaksud membangun masyarakat ideal yang higienis dari semua apa yang bertentangan dengan agama dan moral.
Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat saja, tetapi ia juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh umat insan di dunia dan di akhirat.
T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy mengemukakan tiga ciri-ciri khas aturan Islam yaitu: taqamul, wasathiyah, dan harakah.
Sumber :
ustirahmawati.wordpress.com
maszal.blogspot.co.id